11. Apartement

233 30 4
                                    

"Saudari Binar Sabitah..."

Panggilan dari arah layar monitor mengusik lamunan gue yang melayang jauh menyaksikan pergulatan tangan Pak Dekan di dapurnya. Dapur itu menghadap langsung ke sofa panjang yang gue duduki sekarang. Dosen penguji yang harusnya jadi fokus utama gue yang sedang seminar proposal online ini, teralihkan dengan pandangan masa depan yang sudah sejak dulu gue impikan. Sayang, bukan Mas Bani orangnya. Gue mendadak muram menyadari fakta yang gak sesuai dengan harapan gue itu.

"Ya, Pak. Maaf." Gue menjawab gugup yang ditanggapi dengan senyum maklum oleh orang-orang yang ada di layar.

Memilih apartemen Pak Dekan sebagai tempat untuk melakukan seminar proposal ternyata sedikit mengundang masalah. Tadinya gue pikir, gue akan lebih santai karena didampingi oleh ahlinya, ternyata dia malah sibuk sendiri di dapur entah sedang masak apa. Belum lagi ancaman suaranya yang terdengar atau dia yang gak sengaja kelihatan di layar, bikin isi kepala gue jadi kocar-kacir. Hilang semua yang semalaman suntuk gue pelajari.

"Baik, saya ulangi. Bisa anda jelaskan latar belakang topik yang akan anda teliti?"

Gue menggeser macbook kelabu di atas meja bulat yang ada di depan gue. Menutup celah gue mengintip pak dekan demi menenangkan diri.

"Ya, baik. Saya menyelidiki bagaimana perkembangan teknologi digital memengaruhi hukum hak cipta dalam konteks era saat ini. Proposal ini mencakup aspek perlindungan hukum bagi pencipta dan pengguna karya di platform digital, Pak." Akhirnya otak gue mau diajak kerja sama.

Lima orang di hadapan gue mengangguk. Salah satunya menanggapi jawaban gue dengan pertanyaan lain. "Baik. Bagaimana kamu merencanakan metodologi penelitian untuk menggali lebih dalam tentang topik ini?"

"Saya berencana menggunakan pendekatan kombinasi antara studi literatur, analisis kasus, dan wawancara dengan ahli hukum dan pelaku industri kreatif. Ini akan memberikan pandangan menyeluruh tentang tantangan dan peluang di bidang ini." Gue semakin rileks menjawab.

"Baik." Jawab Dosen lainnya yang juga ikut memberi pertanyaan. "Lalu, apakah kamu melihat adanya konflik antara perlindungan hukum dan perkembangan teknologi? Bagaimana cara menyeimbangkan keduanya?"

"Tentu, saya merasa ada potensi konflik, terutama terkait batasan perlindungan hukum dalam lingkungan digital. Sebagai bagian dari penelitian, saya akan mengeksplorasi solusi atau kerangka kerja yang dapat mengatasi permasalahan ini."

Pertanyaan dan diskusi berlanjut sementara tatapan gue kembali teralihkan ke Pak Dekan yang juga ikut duduk di sofa seberang. Dia nyuruh gue minum dengan isyarat. Aroma matcha memenuhi indera penciuman gue yang menggoda untuk segera diminum.

Mungkin kalo bukan dalam keadaan begini, Matcha latte berasap di mug putih bertuliskan 'I love matcha latte very much' sudah langsung gue sambar tanpa mikir. Tapi gue menahan diri, minum sesuatu disaat sedang seminar proposal skripsi tentu bukan ide yang menguntungkan.

"Terima kasih, Saudari Binar atas presentasi yang mendalam dan menjelaskan topik dengan baik." Salah satu dosen pembimbing gue akhirnya menutup acara seminar online yang super duper menegangkan ini. "Kami berharap proposal skripsi ini akan membawa kontribusi berarti dan memberikan pandangan baru dalam bidang hukum. Selamat berlanjut pada tahap selanjutnya, kami yakin anda akan melangkah dengan sukses dalam menyelesaikan skripsi ini. "

Kemudian satu persatu dosen keluar dari room panggilan setelah gue mengucapkan terima kasih kembali dengan ekspresi sumringah. Atmosfer tegang seminar online yang tadi gue rasain otomatis mereda, digantikan oleh rasa bangga yang meluap-luap meskipun gue sadar ini belum ada apa-apanya. Perjalanan gue masih jauh untuk bisa mencapai gelar sarjana, tapi momen ini tetap jadi tonggak awal yang amat sangat berharga.

The TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang