15

873 274 65
                                    

Jumpo lagiii 😁😁

####

Sesuai kesepakatan dengan Bayu, Omar melajukan mobil ke daerah yang sudah sangat ia hafal, yaitu toko sekaligus gudang miliknya. Tokonya tidak terlalu besar dan merupakan bekas toko mainan yang bangkrut. Selama tiga bulan toko itu dalam perbaikan dan barulah setelah itu Omar tempati.

Omar memarkir mobil di kedai kopi yang tak jauh dari tokonya. Ia juga mengenal pemilik kedai karena seringnya datang kemarin. Pria yang sore ini memakai kaus hitam slim fit itu mengedarkan pandangan mencari keberadaan Bayu. Omar menghampiri pemuda yang ia taksir usianya di awal dua puluhan—Bayu memberitahunya memakai kaus biru tulisan black metal. "Bayu?" tanyanya sebelum mengulurkan tangan.

Bayu berdiri, menyambut ukuran tangan Omar. "Ya, Pak."

"Omar." Mereka kemudian duduk lagi. "Maaf lama. Sudah pesan?"

"Sudah, Pak." Bayu hanya memesan teh tarik. Meskipun lapar tapi masih bisa ia tahan sampai urusan dengan orang di depannya ini selesai.

Pria itu lalu memanggil salah satu pelayan kedai. Ia minta segelas kopi, dua porsi roti bakar cokelat, dan satu porsi jamur enoki goreng krispi.

"Maaf, bisa kita ke intinya saja? Karena saya harus segera pulang." Meskipun terdengar tidak sopan tapi ia harus bergantian dengan Bima menemani ayahnya. "Ada apa denga kakak saya? Apa dia melakukan kesalahan? Apa Anda melakukan sesuatu padanya?" ujarnya tegas. Sorot matanya tajam seperti ujung samurai batosai sebelum dibalik.

Omar menggeleng. Ia menarik kursi maju agar lebih nyaman saat bicara dengan Bayu. "Saya ingin menikah Khaira."

Menikahi kakaknya? Mengapa Bayu tidak tahu kalau Khaira menjalin hubungan dengan pria ini? Walaupun ia adiknya bukan berarti Bayu tak mengawasi kakaknya. "Kenapa Anda ingin menikahi kakaknya saya? Dan lagi kakak saya tidak bicara apa-apa pada saya. Apa Anda melakukan sesuatu yang tidak pantas padanya?"

Pertanyaan Bayu terucap dengan cepat dan penuh penekanan juga tajam walaupun tidak bisa mengintimidasi Omar. "Nggak. Khaira  nggak tahu rencana ini." Sepertinya Bayu bingung dengan omongannya, mungkin baik ia cerita dari awal. "Begini ... kami sudah lama jadi tetangga di tempat kerja. Maksudku tokonya dan punyaku bersebelahan tapi baru beberapa waktu lalu kami saling mengenal, itu pun nggak sengaja.

"Waktu itu Khai bertengkar sama mantan pacarnya dan mantannya sempat memaksa Khai ikut dengannya. Untungnya aku di sana dan Khai dilepaskan. Sampai beberapa hari kemarin kejadian itu terulang lagi. Aku pikir mantannya akan berhenti mengganggu kalau tahu Khai punya pendamping."

Omar menjeda penjelasannya karena pelayan datang menghilangkan pesanan Omar. "Makasih, Jo."

"Sama-sama, Pak." Jo kemudian berlalu.

"Kakak saya tahu?" Bayu menatap lurus Omar. Pria itu menggeleng. "Saya tidak bisa merestui kalau kakak saya tidak setuju."

"Bay, dengar dulu alasannya. Sudah dua kali ini Haikal nekat memaksa Khai ikut dengannya. Bukan nggak mungkin di kesempatan lain dia lebih nekat. Jarak rumah kalian jauh, kalau terjadi sesuatu padanya kamu nggak bisa langsung datang menolongnya. Pernah berpikir sejauh itu?"

"Jadi Anda menikahinya karena ingin menjaga kakak saya?"

"Anggaplah seperti itu. Aku suka pribadi Khai. Nggak susah buat suka sama dia. Lagipula bukan niat yang buruk, kan? Solusi terbaik buat kalian. Khai dalam penjagaanku, kamu tenang bisa jagain Bapak. Kita sama-sama diuntungkan."

"Tapi ...."

"Pikirkan, Bay. Musibah bisa terjadi kapan saja tanpa kita duga. Dan kita nggak mau hal itu terjad, kan?" Omar tidak akan memberi peluang Bayu menentang keinginannya. Semua orang ingin melihat saudaranya dalam keadaan baik-baik saja. "Aku nggak ada maksud lain, Bay."

Bayu tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak bisa mengiakan begitu saja walaupun alasan yang dikemukakan oleh Omar solusi bagi mereka. Mungkin baiknya ia perlu bicarakan lebih dulu dengan Khaira. "Saya pikirkan dulu."

"Oke."

###

"Mbak." Bayu mengetuk pintu kamar Khaira. Malam ini ia sengaja menunggu kakaknya itu pulang.

"Masuk, Bay."

Bayu membuka pintu di depannya. Khaira terlihat duduk di kasur memegang buku. "Belum mau tidur kan, Mbak?" Ia menarik kursi kedekat kakaknya.

Wanita itu menggeleng. "Sebentar lagi. Ini ngelist jumlah pesenan lumpia buat lusa. Kenapa, Bay? Kelihatan serius banget. Kamu butuh uang?"

"Nggak, Mbak." Bagaimana memulainya ya? Bayu bingung juga kalau tiba-tiba bilang Omar ingin menikahi Khaira.

Khaira menyentuh tangan Bayu lembut. Ia menatap penuh tanya pada adiknya. "Kenapa? Apa yang mengganggumu? Bapak berulah?" Bayu menggeleng. "Terus kenapa?" desaknya.

Pemuda 23 tahun itu menarik napas panjang sebelum berucap, "Mbak ... kalau ada yang mau nikahin Mbak, Mbak Khai mau?" Topik yang sensitif, itu kenapa hingga tiga hari dari pertemuannya dengan Omar baru berani bertanya pada Khaira.

Kening Khaira mengerut dalam, mengamati paras Bayu, menyelisik alasan dari pertanyaan itu. "Kenapa tiba-tiba? Apa yang membuatmu bertanya seperti itu?"

"Nggak tiba-tiba, Mbak. Sudah lama aku mikirin ini tapi baru ini berani ngomongnya."

"Alasannya?" Khaira tidak akan menjawab Bayu sebelum mengetahui alasannya.

"Aku khawatir sama Mbak. Maraknya berita kejahatan sekarang ini buatku berpikir seperti itu. Rumah dan tempat kerja Mbak itu jauh, pulang juga sudah larut. Aku takut terjadi sesuatu saat Mbak di jalan. Ya kita maunya yang baik-baik saja tapi apes nggak ada yang tahu, kan?" Terkadang cukup sulit meyakinkan kakaknya jika alasan yang dikemukakan tidak logis. "Selama ini kita fokus cari uang saja tapi lupa keselamatan Mbak."

"Bay, andai Mbak nikah gimana sama Bapak? Bapak biasa ada Mbak terus kalau tiba-tiba nggak lihat Mbak, Bapak pasti bingung. Mbak juga nggak tahu gimana nanti keluarga baru Mbak, apa mereka mau ngerti keadaan Bapak atau nggak? Waktu dan perhatian Mbak pasti terpecah, Bay."

Bayu meraih tangan Khaira. Mengusap lembut punggung tangan Khaira dengan jempol. "Nanti kita beritahu Bapak pelan-pelan, insyaallah Bapak ngerti."

"Ok. Andai Bapak ngerti, gimana sama keluarga laki-laki itu? Apa mau ngerti keadaan Bapak?" Khaira menghela napas berat. "Bay, nikah itu gampang, jalaninya yang susah. Pada akhirnya akan timpang. Mau nggak mau Mbak akan fokus sama keluarga baru Mbak nantinya. Rasanya Mbak nggak akan bisa kalau sampai Bapak tersisihkan."

"Kalau yang melamar Mbak bisa terima keadaan Bapak, keluarganya juga nggak keberatan Mbak fokus ke Bapak, mau?"

"Bay ... Bima kasihan. Siapa yang temenin dia kalau belajar."

"Mbak, Bima nggak sendiri. Pulang kerjaku pun nggak malam. Bapak sama Bima pasti ngerti."

"Mbak nggak yakin ada laki-laki dan keluarga yang bisa terima keadaan kita."

"Kalau ada yang bisa terima, Mbak mau?"

Wanita itu menarik napas lalu mengangguk. "Kalau dia bisa terima, insyaallah Mbak mau. Artinya dia nggak hanya mau Mbak saja tapi satu paket lengkap sama Bapak. Memang siapa sih, Bay, yang mau sama Mbak sampai kamu ngotot gitu."

"Temen, Mbak. Dia minta langsung sama aku. Katanya dia sudah minta ke Bapak tapi dia nggak mau dibilang manfaatin kondisi Bapak, itu kenapa dia ngajak ketemu dan minta restuku."

Teman Bayu? Dan sudah minta langsung ke Bapak. Tapi kenapa Khaira tidak tahu? "Teman yang mana, Bay? Setahu Mbak temenmu hanya anak-anak sini."

"Ada Mbak. Bukan orang sini."

Tbc.
Uhuy yg garcep 🤣🤣

Stole Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang