"Gak kak. Tolong ngertiin Jennie. Hidup Jennie udah gak lama lagi. Kak Jungkook kenapa sih pengen banget jauhin kak Seokjin dari aku? Cemburu? Atau masih marah sama aku? Huh, lucu tau gak? Aku ini adik kandungnya. Aku yang lebih berhak atas kak Seokjin daripada kamu. Lagi pula kak Jungkook belum puas? Dari kecil udah sama kak Seokjin, belum puas? Egois tau gak!"

"Jennie, bukan gitu Je-"

Jennie salah paham dengan maksud Jungkook. Tadinya Jungkook hanya mengatakan bahwa Seokjin perlu waktu untuk menerima keadaan ini. Bahkan ia berjanji akan membantu membujuk Seokjin secara bertahap namun Jennie salah mengira, ia beranggapan bahwa Jungkook hanya ingin menjauhkan Seokjin darinya.

"Je, tolong Je jangan begitu. Kamu salah paham Je-"

Jungkook terus berteriak dan mencoba mengejar Jennie namun usahanya gagal. Dengan perut sebesar itu rasanya tak mungkin untuk ia berlari. Malahan reaksi Jennie yang seperti tadi membuat Jungkook merasakan nyeri. Perlahan ia berjalan menuju ruang inap sang suami berharap Jennie tak membuat masalah disana.

Setengah jalan sudah Jungkook berjalan namun usahanya sia-sia. Rasa nyeri pada perutnya berubah menjadi sakit yang luar biasa. Sakit yang sebentar datang dan sebentar pergi. Beberapa perawat yang tak sengaja melihatnya pun segera memastikan keadaan Jungkook dan membawakan kursi roda agar Jungkook bisa lebih cepat bertemu dengan dokter kandungan di rumah sakit tersebut. Tentu saja itu semua atas persetujuan dari yang bersangkutan.


Setelah dokter melakukan serangkaian pemeriksaan, ia mencoba tetap tenang dan tak memikirkan hal buruk apapun namun ternyata Jungkook tak setegar itu. Ia membutuhkan Seokjin disaat terbaring lemah seperti ini. Selang infus dan alat bantu pernafasan bahkan sudah terpasang dengan baik karena dokter sudah memastikan bahwa ia akan segera melahirkan.

"Sus, bisa minta tolong?"

"Iya, silakan. Ada yang bisa saya bantu? Apa kami bisa menghubungi keluarga anda sekarang? Karena biaya administrasi harus segera diselesaikan sebelum dilakukan proses persalinan."

"Iya - hhh - suamiku dirawat disini. Ada di kamar Camellia. Bisa tolong beri kabar suami saya?"

"Apa tidak apa-apa memberi kabar pada suami anda? Bukankah suami anda juga sedang dirawat? Apa tidak sebaiknya memanggil pihak keluarga lain? Mungkin orang tua anda?"

"Tidak sus. Saya tidak punya keluarga. Jadi tolong kasih tau saja suami saya. Dan untuk pembayaran, tas saya -?"

"Oh, tas anda sudah saya simpan dengan baik."

"Saya yang akan mengurus biayanya, semua uang dan kartu saya ada disana. Tapi tolong sus, tolong beritahu suami saya. Saya takut, saya butuh suami saya."

"Baik kalau begitu tolong tunggu sebentar ya."

"Terimakasih."

Suster pun setengah berlari menuju kamar pasien yang sebelumnya sudah diberitahukan oleh Jungkook.

Sembari menunggu suster dan dokter kembali datang, Jungkook mencoba mengatur nafas dan berusaha menghadapi sebuah kepastian yang ia tunggu dengan setenang mungkin. Meski perasaan takut menguasai, namun ia terus mengingat bahwa setelah ini ia dan Seokjin bisa bertemu dengan bayi-bayi mereka. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana wajah tampan dan cantik mereka yang serupa dengan ayahnya. Semoga saja..

Selang beberapa menit ia mendengar sedikit keributan di luar. Terdengar seperti suara suaminya dan - Jennie? Lalu menyusul suara bibi Kim dan Namjoon. Jungkook yang semula tersenyum lantas menjadi cemas sebab suaminya tak kunjung memasuki ruangan.




Setelah beberapa menit berlalu, kegaduhan mereda dan Jungkook melihat si tampan memasuki ruangan lengkap dengan baju pasien dilapisi baju pelindung berwarna biru laut.

Stay With You ✅️Where stories live. Discover now