Abolisi Harsa

21 3 10
                                    

"Breaking news! Kebun Binatang Triasih jebol, cuy! Semua makhluk buasnya lepas ke jalanan!"

"Apa?! Woi! Cepat kabur!"

"RAWR!"

"AAAAAA! ITU MAKHLUK BUASNYA!"

Arai mengalihkan pandangan dari ponselnya. Ia melihat ke luar jendela kafe. Seperti kata teman kelasnya, Kebun Binatang Triasih benar-benar jebol. Semua makhluk magis mereka berhamburan ke jalan utama ibukota Triasih. Orang-orang berlarian, menjerit-jerit panik, berusaha kabur dari kejaran para makhluk magis yang mengganas.

"Arai, ayo pergi!" ajak temannya. "Kafe ini juga sudah dikerumuni makhluk magis! Kita harus menyelamatkan diri!" 

Sanja sudah menarik tangan Arai dari tadi, berharap gadis itu akan segera mengikutinya berlari keluar kafe. Namun Arai tetap diam di kursinya. Matanya masih terpaku pada satu titik. Di luar sana, ada seekor makhluk magis yang ganas dan garang. Seekor kucing calico yang memiliki sayap elang dan cakar babi hutan. Kucing garong itu sedang menyerang wanita tua yang kewalahan. Untungnya, ada seseorang yang melindungi wanita itu.

"Sepertinya aku mengenalnya ...." 

Arai bergumam santai, sedangkan Sanja sudah kepalang panik. "Arai! Kumohon berhentilah melamun!"

Seorang remaja laki-laki seumuran dirinya. Mengenakan seragam Akademi Garuda. Lencana Faksi Summoner berbentuk naga kuning terpasang di kerah kemejanya. Kalau lama-lama dilihat, wajahnya sebenarnya sangat tampan. Garis rahang yang tegas, alis tebal bagai torehan kuas pelukis handal, juga sorot mata mengayomi yang bisa melelehkan hati beruang kutub. Hanya aura dan sifat pendiamnya saja yang membuatnya tidak 'terlihat' selama ini. Karena itulah, meski dengan wajah yang sangat tampan, di kelas Arai, ia selalu digolongkan sebagai 'siswa NPC'.

"Dia 'Si Culun'!" pekik Arai penuh semangat, langsung berdiri dari kursinya dan membuka lingkaran sihir. Dari lingkaran sihir kuning itu keluarlah seekor orangutan berwajah datar.

"Ampong! Jaga Sanja!" titah Arai pada makhluk magis panggilannya. Orangutan itu pun langsung menarik tangan Sanja dan berlari ke pintu belakang kafe.

"Arai! Astaga ... jangan buat masalah lagi!" Sanja hanya bisa pasrah mengikuti Ampong. Arai sendiri santai saja. Ia cengengesan sambil menunjukkan pose dua jari pada Sanja. 

Kembali melihat ke luar jendela, Arai tersenyum. 'Si Culun' yang menarik perhatiannya masih sibuk melindungi wanita tua itu dari serangan Si Calico Garang. Arai sudah bosan tinggal diam. Dia mengepalkan kedua tangannya, memasang kuda-kuda tinju. Dengan sekuat tenaga, ia meninju jendela kafe hingga pecah.

PRANG!

Kaca jendela kafe hancur berkeping-keping. Pecahannya jatuh berhamburan. Si pemilik kafe menjambak rambutnya frustrasi. "Demi Dewa! Arai Hayati! Jendelaku!"

Mengumbar senyum nakal, Arai membalas, "tenang, Bu! Nanti saya ganti rugi!"

"HIIISSS!"

Arai menoleh. Di tengah jalan raya, kekacauan terjadi. Makhluk magis di mana-mana, menyerang warga setempat dengan ganas. Si Culun berusaha menangkap Calico Garang dengan tangan kosong tanpa sihir apapun. Bodoh sekali, serius. Jadilah Si Calico itu mengepakkan sayapnya dan mencakar wajah tampan Si Culun itu.

"Haduduh ... ganteng-ganteng lemot," gumam Arai, seraya ia membuka lingkaran sihir baru di dekatnya. "Waktunya jadi pahlawan!"

Seekor bekantan besar dan lincah keluar dari lingkaran sihir kuningnya. Arai mengarahkan tangannya, bekantan itu bergerak sesuai perintahnya. Makhluk magis panggilannya melesat cepat di atas jalan raya. Ia melompat, menangkap Calico Garang itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Netra Anugerah : Amor FatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang