"Hujan."

Hujan berbalik dengan kaku, segaris senyum hambar diberikan pada sosok Bintang yang sekarang berjalan cepat menuju ke arahnya. Detik berikutnya tubuhnya dipeluk erat oleh wanita hamil itu. Hujan ragu-ragu membalasnya pun tangannya ikut bergerak mengelus punggung Bintang ketika merasakan tubuhnya bergetar pertanda dia sedang menangis.

Mungkin Bintang terpuruk atas apa yang menimpa Khatulistiwa. Jujur saja Hujan pun merasa hancur mendengar berita ini.

"Lo kemana aja? Orang-orang nyari lo. Gue, Katu," Bintang makin mengeratkan pelukannya.

"Maafin gue. Keegoisan gue udah buat lo dan Katu hancur. Gue udah hancurin impian kalian. Gue juga yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Katu. Gue jahat, Jan. Gue jahat." gumamnya di bahu Hujan.

"Gak usah minta maaf, Bi. Kalo udah jalannya juga mau ya mau di apa? Mungkin belum jodoh aja."

Bintang menggeleng ribut sedang pelukannya ia lepas.

"Lo salah paham. Ayah dari anak yang gue kandung bukanlah Katu. Tapi sepupunya, Katu cuman bantuin gue buat gue dapat keadilan." ujarnya menatap Hujan mantap. Bintang berharap semoga pengakuannya dapat dipercaya.

Sudah cukup dua minggu ini dirinya tidak bisa tidur nyenyak, memikirkan apa yang telah ia lakukan. Keduanya adalah orang baik, tidak seharusnya Bintang memiliki pemikiran untuk masuk di tengah-tengah mereka.

Sementara di sisi lain, Hujan tak mampu menyembunyikan riak terkejutnya. Dirinya berusaha mencari kebohongan di mata Bintang, sayangnya Hujan tidak menemukannya. Memejamkan matanya, Hujan mendongak demi menghalau airmatanya yang akan jatuh.

Selama ini dirinya ternyata salah paham.

"Kabar bang Katu gimana?" tanyanya setelah berhasil menguasai dirinya.

"Dia baik-baik aja. Untung saja tidak parah. Dan kebetulan Katu baru sadar. Sedari tadi dia gak mau makan, padahal itu penting supaya Katu bisa minum obat," ungkapnya menjadikan Hujan menatap pintu rawat Khatulistiwa lamat.

"Masuk aja. Gue yakin Katu bakal langsung sembuh liat obat utamanya datang." seakan bisa membaca kegundahan Hujan, Bintang kembali bersuara. Hujan menatapnya sebelum akhirnya memberikan anggukan singkat.

"Gue masuk dulu." tuturnya. Bintang mengangguk.

Hujan mengetuk pintu ruangan Khatulistiwa, tangannya bergerak memutar handle pintu dan sosok Khatulistiwa yang sedang memejamkan matanya menyambutnya.

Hujan tidak mampu menahan airmatanya melihat kondisi pria itu hanya karena mencarinya.

"Bang Katu..."

Khatulistiwa yang merasa tidak asing dengan suara itu langsung membuka matanya. Tubuhnya menegak melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu.

"Rain?" Khatulistiwa seakan tidak mempercayai apa yang ia lihat kini. Bahkan kepalanya menggeleng guna menghalau bayangan Hujan yang sejak kepergiannya selalu menghantuinya.

Namun ketika wanita itu berlari menghampirinya dan memeluknya, Khatulistiwa tidak bisa berkata-kata. Tubuhnya kaku, pun mulutnya demikian.

"Bang," suara Hujan teredam oleh tangisannya. Ketika merasakan hembusan napasnya yang nyata, Khatulistiwa mengangkat tangannya lalu mencoba melingkarkan di pinggang Hujan.

Dan sentuhannya ternyata nyata. Bukan ilusi.

"Rain." Khatulistiwa tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya kini. Dia bahagia, teramat bahagia hingga membuatnya ingin mengurung Hujan untuk dirinya sendiri.

Meleraikan pelukan keduanya, Hujan menatap wajah yang terdapat beberap luka itu. Tangannya terulur mengelus wajah Khatulistiwa. "Maaf, Bang Katu kayak gini gara-gara aku. Bintang udah cerita semuanya."

Khatulistiwa sontak memberikan gelengan, dengan mudahnya dia mengangkat tubuh Hujan ke atas pangkuannya lalu kembali memeluk wanitanya.

"Justru Abang seneng. Berkat kejadian ini kamu datang menemui Abang," Khatulistiwa mengangkat kepalanya lalu menatap wajah manis itu lamat.

"Ini, bukan mimpi kan?" tanyanya sangsi. Hujan bahkan tersenyum geli melihat air muka pria itu dari dekat.

Bukannya memberi jawaban, Hujan malah mencium pipi Khatulistiwa gemas. "Masih mau bilang ini mimpi?"

Khatulistiwa membuka lebar mulutnya, detik berikutnya Khatulistiwa menangis heboh. Hujan jadi panik sendiri.

"Nikah sama Abang kalo gitu. Baru Abang percaya!"

"Duh, Bang Katu tenang. Iya iya bakalan nikah, tapi diam dulu." Hujan menepuk punggung Khatulistiwa bermaksud menenangkannya. Untunglah berhasil.

"Kita nikah besok."

Mata Hujan membola mendengarnya.

💍💍💍

Definisi kehilanganmu cukup sekali saja.

Bang Katu pintar banget manfaatin suasana.

Gimana untuk part ini?

Siap gak nerima undangan pernikahan dari dua sejoli ini?

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

(,) sebelum (.)Where stories live. Discover now