Chapter 5.

556 58 0
                                    

"Apa? Kalian menginginkan buku ini?"Gadis itu marah besar kepada kami ketika kami meminta untuk menyerahkan buku itu.

"Hei, ayolah, lagipula itu buku bukanlah milikmu." Aku protes.

Dia terlihat luluh, "buku ini milik almarhum ibuku," ucapnya sambil menatap sampul buku yang memiliki gambar yang absurb.

"Ha!? Jelas-jelas itu milik butik ini."

"Bukan! Ini milik ibuku, ibuku selalu menjaganya sejak aku kecil." Setelah dia mengatakan itu, ia langsung pergi berlari.

Kami berdua hanya terdiam sejenak menatap gadis itu yang mulai menjauh.

"Aku tidak tahu maksudnya."

꧁ঔৣ☬𝐊𝐞𝐝𝐢𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢☬ঔৣ꧂

"Apa? Anda ingin mengembalikan uangnya setelah uang sudah diberikan kepadaku!?" Asius protes, dia tidak mau mengembalikan uangku.

"Sudahlah cepat lakukan saja." Aku menekannya.

"Tidak mau, tidak ada yang namanya '*balik letah' dalam kamusku."


(*Balik letah, pribahasa—dia yang memberi, tapi dia mengambil balik yang dia beri.)

Hadeuh, bagaimana ya caranya. Aku menoleh kepada Raiyen, sepertinya dia juga tidak punya solusi.Sial, sepertinya aku hanya bisa menggunakan satu-satunya cara ini.

Aku mengambil sesuatu dari balik pakaian ini dan menunjukkannya kepada Asius. Sebuah lencana khusus yang hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan.

Sontak Asius terkejut dengan apa yang aku genggam.

"Dalam UU no.6, pasal 10 ayat 12 menjelaskan bahwasanya; barang kepemilikan kerajaan dapat diambil kembali dari rakyat, tanpa perlu adanya pembelaan."

Padahal aku ngasal ngomongnya.Asius mendesis kesal. "Sialan, kenapa pula aku malah tinggal di Monarki ini."

Aku tersenyum. "Sebaiknya anda pindah kalau begitu. Eits, jangan deh, nanti pajak yang kami terima berkurang, dong," ejekku kepadanya.

Singkat cerita akhirnya Asius memberikan uangku. Dan kami langsung saja pergi untuk mengejarnya.

Beruntung karena gadis tadi tidak menggunakan kreta, kami masih bisa mengejarnya."Tunggu, aku capek." Aku berhenti sejenak setelah berlari cukup jauh. Jadi begini ya rasanya lari, aku sudah tidak pernah melakukannya lagi sejak dirawat dirumah sakit."

Yang Mulia, anda baik-baik saja?" Raiyen khawatir.

"Aku baik-baik saja," jawabku.

Kami kembali mengejarnya, namun kali ini lebih santai karena kami sudah menemukan keberadaannya meski tidak begitu dekat.

Cukup lama kami mengikutinya sampai dia berhenti di sebuah rumah susun di kawasan kumuh.

"Kita dimana sekarang?"

"Ini daerah pinggiran," jawab Raiyen pelan.

Ketika dia masuk, kami langsung berlari ke rumah itu. Aku berfikir sejenak, apa akan aman jika kami masuk tanpa izin?

Tok! Tok! Tok!

"Apa yang kamu lakukan, Raiyen?"

"Apa lagi selain minta izin untuk masuk." Raiyen mengatakannya dengan begitu mudah yang membuat aku kesal. "Dengan lencana yang anda miliki, kita tinggal tunjukkan saja kepadanya, pasti dia akan membiarkan kami masuk."

Plak!

"Kenapa Yang Mulia, apa disini banyak nyamuk?"

Bukan, karena kau nya yang terlalu bodoh.

Kedirajaan AbadiWhere stories live. Discover now