Prolog

94 7 0
                                    


Sudah hampir terbenam nya sang surya dari arah barat. Namun, pertarungan hebat tersebut belum juga terselesaikan. Padahal pertarungan itu telah menewaskan beberapa pahlawan bumi.

Di tengah-tengah medan pertempuran. Terlihat seorang lelaki muda tengah terkapar dengan beberapa cairan merah mengalir dari kepalanya. Tubuh yang tidak bisa dikatakan lagi membaik penuh dengan luka serta goresan.

Pemuda itu membuka perlahan kedua matanya. Ia dapat melihat sosok tersebut masih berdiri di hadapannya. Dengan pedang besi yang tajam ia menyodorkan nya tepat di depan jantung pemuda itu. Berniat untuk menghabisi pemuda di bawahnya ini.

"Ada kata-kata terakhir, pahlawan?"

Dengan tubuh yang terasa samat nyeri ia mulai menelisik kondisi di sekitarnya. Disana ia dapat melihat beberapa rekan-rekannya telah tewas berlumuran darah segar di tubuh mereka. Hal itu mampu membuat ia terus menahan air mata yang hendak keluar.

Sosok yang tengah berdiri di hadapannya itu pun mulai mengangkat bicara,

"He—ini adalah first time ku melihat sang pahlawan dunia hendak menangis. Ayo keluarkan saja, pahlawan. Itu cocok sekali dengan mu. Haha–" Sahut sosok tersebut terhadapnya.

Kembali kedua irisnya memandang sosok lelaki di hadapannya itu dengan penuh kebencian. Perlahan mutiara putih mulai meluncur tepat di pipinya. Ia sangat merasa terpukul saat ini. Ia telah gagal. Sangat gagal. Mau diletakkan dimana wajah pahlawannya jika ia berhasil untuk menangis di medan pertempuran.

"Brengsek." Gumam pemuda itu.

Gumaman sekecil itu mampu di dengar oleh pendengaran tajam milik lelaki di hadapannya. Hingga ia mulai tertawa sangat keras sampai sosok tersebut mulai menggoresi pipi pemuda itu dengan pedang kesayangan nya.

"Enak?"

Sungguh. Kali ini ia benar-benar lelah. Ia tak akan bisa menyelamatkan negerinya kali ini. Karna kemenangan sudah berada di tangan musuh. Kali ini ia benar-benar merasa kalah telak. Ia benar-benar sangat memohon untuk diberikan kesempatan agar bisa mengulang waktu hidupnya supaya dirinya bisa memperbaiki semua ini.

Tanpa berlama kemudian ia pun mulai menutup kedua matanya dengan sangat erat. Hingga ia merasakan sesuatu yang tajam menusuk tepat di jantungnya. Rasa sakit, nyeri, gila menjadi satu. Ia berteriak begitu keras hingga tak terdengar lagi suara gagah dari mulutnya. Ia benar-benar telah kelah telak kali ini.

"Maaf..."

Hanya itulah kata kecil yang dapat ia sampaikan saat ini kepada negeri tercinta nya.
Hingga ia tak sadarkan diri alias telah tewas di medan pertempuran.
















Kali ini ia sudah tidak dapat merasakan apa-apa hingga ia terbangun di suatu tempat yang sangat berkilau dan sunyi. Membuat pandangannya menjadi silau.

'Tempat apa ini? bukankah aku sudah tewas?'

Hingga tak lama kemudian terdengar suara yang sangat lembut menyapa indra pendengarannya dari arah timur. Sosok tersebut muncul dibalik cahaya yang terang benderang itu. Saking kilaunya, ia sampai menyipitkan kedua matanya memandang kilauan cahaya tersebut.

"Selamat datang kembali, anakku.." Sahut seseorang dari kejauhan kini mulai mendekati dirinya dengan perlahan.

"S-siapa? ..."

Ia sangat bingung. Siapa sosok tersebut? kenapa ia di panggil dengan sebutan 'anakku'? hei, kedua ibu dan bapak nya sudah tidak ada padahal.

"Tenanglah, aku tidak akan menggigit mu. Siapa sih yang tega menggigit pahlawan dunia yang gemas ini?" Ujarnya sekali lagi sembari tertawa kecil. Tawaan kecil yang muncul dari bibir sosok tersebut terdengar nyaman di telinga pemuda itu.

" Restart."  - H i a t u s -Where stories live. Discover now