Magic

26 10 0
                                    

Alicia, Gwen, dan Lori memandangi Tulip yang sedang makan. Ada yang aneh dengan cara makan gadis itu. Selain karena terburu-buru, Tulip juga makan sambil beberapa kali melihat jam tangan. Merasa sedang diperhatikan, Tulip memperlambat laju makannya. Ia menatap tiga gadis Swiss itu.

Tulip nyengir, “Karena telat bangun, jadi kacau begini.”

“Apa ada momen yang tidak bisa kamu tinggalkan setiap pagi?” tanya Gwen.

Tulip mengambil air putih. Setelah minum, ia menjawab, “Iya. Ini sangat penting.”

“Apa itu?” tanya Alicia, Lori dan Gwen hampir bersamaan.

“Bisakah aku ikut melihatnya?” tanya Alicia.

“Maaf, Alicia. Aku juga belum berhasil melihatnya.”

“Apakah melihat awan stratosfer kutub?” tanya Lori.

“Atau melihat bebek Mandarin?” Gwen ikut bertanya.

“Bebek Mandarin?” Alicia mengernyitkan dahinya.

“Itu loh bebek dari China yang sekarang ada di perairan Stockholm. Beritanya sudah tersebar di mana-mana,” jelas Gwen.

“Ini lebih menarik dari awan stratosfer kutub ataupun bebek Mandarin,” jawab Tulip sambil tersenyum.

“Kamu membuat kami penasaran,” ujar Lori sambil memicingkan mata.

Tulip kembali tersenyum. Ia baru selesai makan. Setelah mencuci piring dan gelasnya, Tulip berpamitan. “I have to go, Girls.”

Alicia menangkap tangan Tulip, mencoba menahan kepergian gadis itu, “Kalau sudah berhasil melihatnya, beritahu kami, ya?”

Tulip mengangguk pelan sambil tersenyum.

*

Rei tertarik melihat rombongan turis berwajah Asia di Kungsträdgården ini. Lima detik kemudian, ia terdorong untuk menilik satu persatu wajah mereka. Yang ia fokuskan adalah para gadis seumuran Tulip. Namun hingga 30 menit lebih di sana, Rei tak menemukan gadis yang 100 persen mirip Tulip.

Sekian menit Rei terpekur. Ia semakin merasa jiwanya yang hampa harus terisi oleh Tulip. Rei menoleh ke belakang, ke rombongan turis Asia, meskipun ia tahu tidak ada Tulip di sana. Ia memegang dadanya yang terasa padat. Padat karena timbunan rasa yang dipendam dan tak mau dibuangnya.

Kereta datang. Rei buru-buru masuk ke dalam gerbong. Apalagi ketika ia melihat ada ‘Tulip’ di dalam kereta itu.

“Parah!” pekik Rei dalam hati mengetahui ‘Tulip’ yang tadi dilihatnya berubah wujud. “Aku udah ngga bisa ngendaliin pikiran!”

*

Ada begitu banyak transportasi yang umum digunakan sehari-hari di kota ini. Kereta bawah tanah, kereta api, trem, bus, taksi, dan kapal feri. Namun, Tulip mengandalkan kedua kakinya untuk menjelajah kota ini.

Kini, Tulip berdiri menghadap jalanan sambil menggenggam kopi hangat dalam paper cup. Setiap kali bus lewat, ia berdiri dan menilik penumpang di dalamnya. Ia berharap, jika ia tidak melihat Rei, justru Rei yang akan melihatnya. Tulip pikir, selama ia berusaha, pasti ada jalan untuknya.

Untuk melakukan pencarian ini bahkan ia harus menolak setiap kali Alicia mengajaknya pergi bersama. Selain ingin menghapal jalan, ia juga tidak ingin uang-uangnya melayang ke kantong-kantong pemilik restoran, kafe, bar, dan toko-toko

Saat sore menjelang, Tulip menjelajahi hampir semua sisi jalan di kota metropolitan ini, meski banyak godaan menyerangnya. Seperti benda warna-warni beragam jenis dan fungsi yang menyilaukan mata, juga makanan lezat di kedai-kedai yang membuat perut berguncang. Apalagi, di ranselnya ada sejumlah Euro dan Kronor yang tidak sedikit jumlahnya.

Tulip (Saknar Dig)Where stories live. Discover now