H-5: Mustahil?

339 22 0
                                    

Ririn POV

Lima hari sebelum pernikahanku, rasanya campur aduk. Bersemangat, tapi juga takut. Bahagia, tapi juga cemas. Lima hari lagi, semua pasti akan berakhir bahagia.

Iya kan? Semua pasti berakhir dengan semestinya kan?

Aku menggenggam erat tanganku sendiri. Rasa cemas terus menghantuiku. Aku tidak bisa mengabaikan keadaan Babas seakan semua baik-baik saja.

Sebanyak apapun Babas memberitahuku kalau dia baik-baik saja, kenyataannya tidak begitu. Aku tau dia tidak baik-baik saja.

Wajahnya yang pucat...

"Kenapa?" tanya Babas padaku saat aku memperhatikan wajahnya.

Aku memaksakan senyum termanisku untuknya. "Nggak ada, aku cuma lagi pengen liat kamu."

Babas terlihat salah tingkah, lalu membuang arah pandang ke luar jendela mobil. Aku tertawa melihat responnya, Babas terlihat seperti anak kecil yang terjebak dalam tubuh orang dewasa. Menggemaskan.

Aku menggeser dudukku agar lebih dekat dengan Babas, lalu menjatuhkan kepalaku di bahunya. Ini nyaman.

"Sebenarnya kita mau kemana sih, Bas?" tanyaku pada Babas dengan rasa penasaran luar biasa.

Tadi pagi, Babas datang ke rumahku dan menyuruhku untuk ikut dengannya. Saat aku tanya kemana, dia hanya menjawab "nanti juga tau".

Ini bukan Babas sekali, memberi kejutan seperti ini bukanlah kebiasaan Babas. Babas adalah orang yang terencana dan apa adanya.

Saat ia ingin mengajak makan malam romantis atau hanya sekedar jalan ke mall, dia akan memberitahuku. Katanya biar aku bisa menyesuaikan.

"Nanti kamu juga tau,"

Aku mendongak dan menatap Babas curiga, "Kamu nggak biasanya kayak gini. Ada apa sih?"

Babas tersenyum tenang, "Emang aku biasanya gimana?"

"Kamu selalu ngasih tau tempat, tujuan, dan waktu yang jelas kalau kita mau jalan. Kamu nggak pernah ngasih kejutan sama aku."

Babas mengerutkan dahinya, "Oh ya? Aku selalu gitu ya?"

Aku mengangguk cepat, "Selama tiga belas tahun kita pacaran, nggak pernah sekali pun kamu kasih kejutan buat aku. Bahkan di hari ulang tahunku,"

Babas tertawa, "Kalau gitu ini yang pertama dan terakhir,"

"Yang terakhir? Maksud kamu?"

Babas menggaruk hidungnya yang tak gatal, "Ngasih kejutan emang bukan aku banget, jadi ini yang terakhir. Besok-besok aku bakal ngasih tau kamu dulu kalau mau ngasih sesuatu."

Mataku terbuka lebar, "Kamu mau ngasih aku sesuatu? Kado? Beneran? Buat apa?" tanyaku kelewat antusias.

"Ini hadiah pernikahan, buat calon istriku." jawab Babas sedikit malu-malu.

"Serius?! Kamu ngasih aku apaan? Berlian?"

Babas menggeleng, "Kamu maunya berlian?"

Aku ikut menggeleng, "Nggak nggak. Aku bakal terima apapun yang kamu kasih. Aku beneran penasaran sama kejutan pertama yang bakal kamu kasih. Oh Tuhan... aku beneran penasaran!"

Babas tersenyum, "Mau aku kasih tau sekarang biar nggak penasaran?"

Aku mendelik kesal kearah Babas, "Jangan! Biarin aku penasaran, aku mau ngerasain sensasi deg-degkannya."

Babas tertawa, "Tapi kamu jangan berharap banyak ya. Kamu tau kan aku cuma pengangguran yang..."

Aku membekap mulut Babas cepat. "Kita udah pernah bicarain ini ya, Bas. Aku nggak suka kamu ngerendahin diri kamu kayak gini. Aku nggak pernah capek buat bilang kalau kamu itu cowok paling hebat yang pernah aku temuin. Jadi tolong, jangan pernah ngomong kayak gini lagi ya?"

One Month Notice [COMPLETED]Where stories live. Discover now