19

218 27 1
                                    

Sungchan hanya diam melihat Minju menyodorkan undangan pernikahannya di atas meja makan. Sungchan sama sekali tidak berniat untuk membukanya, atau bahkan melihatnya sekilas.

"Maaf aku baru kasih sekarang. Aku selama ini mengumpulkan keberanian untuk bertemu kamu." Kata Minju.

"Ternyata itu alasan kamu menghilang selama ini." Balas Sungchan.

Minju menundukkan kepalanya. "Maafin aku, Sungchan."

"Jangan minta maaf sama aku. Kamu minta maaf sama Chan sana." Balas Sungchan.

Netra Minju memperhatikan Chan yang kini sedang bermain di dalam kamar. Sungchan benar, satu-satunya orang yang pantas menerima permintaan maaf Minju hanyalah Chan. Hati Minju bagaikan terisis oleh pisau.

"Setelah menikah, aku akan sering jenguk Chan." Kata Minju.

Sungchan menaikkan sudut bibir kirinya lalu mendengus pelan. "Iya. Gak lama kemudian kamu hamil anak dari suami kamu dan kamu ngelupain Chan. Aku nggak senaif itu, Minju."

"Situasiku sekarang nggak mudah, Sungchan." Kata Minju.

"Situasi kamu? Situasi kita, Minju! Gak ada satupun dari kita yang hidupnya mudah setelah itu!" Balas Sungchan.

"Aku yang kehilangan masa mudaku, Sungchan. Aku yang putus sekolah. Bukan kamu." Kata Minju. "Aku gak bermaksud untuk adu nasib sama kamu, tapi kenyataannya memang begitu. Aku yang terlalu banyak dirugikan."

"Berarti kamu menyesal? Kamu menyesal Chan lahir di dunia?" tanya Sungchan. Sungchan bertanya dengan intonasi yang datar. Ia tidak marah. Lebih tepatnya, Sungchan mati rasa. "Kamu menyesal pernah sama aku?"

Minju menggelengkan kepalanya. "Aku gak pernah menyesali itu, Sungchan." Kata Minju. "Tapi hidup harus tetap berjalan. Aku juga punya hak untuk memilih jalan hidupku selanjutnya."

Hening.

Hanya keheningan yang terasa di antara mereka berdua karena kalut dalam pikiran masing-masing.

"Perempuan yang tadi itu, pacar baru kamu?" tanya Minju.

Sungchan menganggukan kepalanya.

"Cantik. Tipe kamu banget." Kata Minju sambil tersenyum simpul. "Kelihatannya juga akrab sama Chan."

"Selama ini dia banyak bantu aku dan Chan. Semenjak kamu nggak ada." Kata Sungchan.

Minju menunjukkan senyuman kaku di bibirnya. "Tolong sampaikan ucapan terima kasihku ke dia."

"Pasti." Balas Sungchan.

Sungchan berdiri dari duduknya. "Udah kan, gak ada yang mau dibicarain lagi? Kalau gak ada, silahkan pulang."

Minju berdiri dari duduknya. Ia menghampiri Chan yang sedang duduk di kasur kamar.

"Mama!" seru Chan.

Hati Minju begitu hancur. Minju mendekap buah hatinya itu dengan sangat erat, lalu mencium pipinya. "Mama pulang dulu ya, sayang."

Tidak ada rengekan penolakan dari Chan. Chan hanya mengangguk sambil tersenyum. Chan seakan-akan tidak mencegah kepergian Minju, dan itu cukup menampar Minju.

"Apa kamu gak sedih ngeliat reaksi Chan?" tanya Sungchan ketika Minju hendak keluar dari pintu unit apartemennya. "Bukan cuma aku yang mulai terbiasa hidup tanpa kamu, tapi Chan juga. Chan terbiasa hidup tanpa sosok Ibunya."

--

Minjeong menutup pintu unit apartemen Sungchan. Dengan hati-hati, ia menghampiri Sungchan yang kini duduk di meja makan. Sungchan tersenyum begitu melihat Minjeong.

Minjeong duduk di samping Sungchan yang kini sedang menegak minuman dari bir kaleng. "Kamu nggak papa?" tanya Minjeong.

Minjeong menoleh ke undangan pernikahan Minju yang tergeletak di atas meja makan itu. Dari situ Minjeong baru tahu kalau Minju akan menikah.

"Aku turut sedih, Sungchan." Kata Minjeong.

Sungchan menoleh, lalu menggelengkan kepalanya. "Aku bukan sedih karena Minju menikah, Minjeong."

Tangan Minjeong tergerak untuk menggenggam telapak tangan Sungchan. Sungchan mengeratkan geganggaman tangan mereka dan mengusap lembut telapak tangan Minjeong.

"Minju ada benarnya, hidup akan terus berjalan. Mulai sekarang, aku gak mau mengharapkan kehadiran Minju lagi." Kata Sungchan.

"Kalau bukan karena Minju... jadi apa yang membuat kamu sedih?" tanya Minjeong.

Sungchan terdiam sejenak. Ia meminum satu tegukan bir kaleng itu lagi, lalu ia menundukkan kepalanya. "Aku sedih ngeliat reaksi Chan kepada Minju tadi. Waktu Minju pamit, Chan sama sekali gak rewel. Dia sama sekali gak mencegah kepergian Minju, seakan-akan udah terbiasa kehilangan kehadiran Ibunya."

"Makasih banyak ya, Minjeong. Terima kasih udah menyayangi Chan. Walaupun Chan gak merasakan itu dari Minju, tapi ia pasti merasakan itu dari kamu." Kata Sungchan. "Terima kasih sudah menerimaku apa adanya."

"Aku gak menerima kamu apa adanya. Aku menerima kamu sepenuhnya." Kata Minjeong.

Minjeong menundukkan kepalanya sejenak lalu tersenyum. "Ini gila sih, tapi gara-gara kejadian di supermarket tadi aku jadi membayangkan... gimana suatu hari nanti menikah sama kamu dan punya keluarga kecil yang bahagia."

"Memangnya kamu mau?" tanya Sungchan.

Minjeong spontan menoleh kepada Sungchan, kedua netra mereka bertemu dan seakan-akan bertaut satu sama lain. "Kenapa nggak?" jawab Minjeong sambil tersenyum.

Jantung Sungchan berdebar tidak karuan, ia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. "Aku nggak mau kamu ikut menderita sama aku. Apa kamu siap menunggu sampai finansial dan karirku stabil?"

"Kalau kamu gimana? Emangnya kamu juga siap nunggu aku sampai nyelesain seluruh studi kedokteranku?" tanya Minjeong balik.

Sungchan mengangguk pelan. "Ayo kita berkembang bareng-bareng."

Minjeong tersenyum mendengarnya. Tanpa berpikir panjang, ia tergerak untuk mengecup pipi Sungchan sekilas. Sebuah pergerakan yang berhasil membuat Sungchan langsung terbelalak kaget.

Tapi di detik berikutnya mereka langsung tertawa malu, bagaikan sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan semasa sekolah.

Tapi di detik berikutnya mereka langsung tertawa malu, bagaikan sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan semasa sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝟒𝟖𝟔 ㅡ sungchan,winter ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang