Bab 4

6.3K 265 2
                                    

Beberapa bulan telah berlalu, kini aku sudah mulai menjalani kehidupan kampus ku di salah satu universitas yang ada di kota tempat tinggal ku. Setiap hari setelah selesai perkuliahan, aku bekerja di sebuah kafe bernama Glory Cafe yang tidak jauh dari kampus dan juga menjadi langganan mahasiswa yang duduk sambil mengerjakan tugas atau sekedar ngobrol bersama temannya. Aku suka suasana di dalam kafe ini, design nya sederhana, tidak ada wallpaper yang menyolok, hanya dinding polos yang di cat kuning pastel dan tergantung beberapa bingkai bertulisan kalimat motivasi. Salah satu kalimat motivasi yang ku sukai tergantung di dekat kasir , "Trust, and it will happen". Setiap kali melihat kalimat itu, entah kenapa hatiku selalu terasa lebih enak, seperti menekan tombol refresh.

Sore itu seperti biasanya aku datang ke Glory untuk bekerja, aku menyapa Boss ku yang adalah seorang Gay. Padahal wajahnya tampan jika tidak di sertai dengan sikapnya yang feminim. Usia Boss ku sekitar tiga puluhan, termasuk muda.

"Bagaimana kuliah mu? Menyenangkan?" Tanyanya sambil menggantung cangkir yang barusan di lap di atas meja bar.

"Lumayan menyenangkan." Kataku sambil melepaskan tas ransel ku dan meletakkannya di rak bawah. Di rak itu juga aku mengambil apron berwarna kuning dan mengikatnya di pinggang.

Aku mendapati Boss sedang mengamati gerak gerik ku.

"Ada yang salah?" Tanyaku bingung sambil menguncir rambutku.

Tatapannya sedikit menggangguku, seperti sedang berpikir yang tidak-tidak terhadapku. Tapi dia GAY, gak mungking tertarik dengan ku. Atau dia hanya berpura-pura menjadi gay? Aku menatapnya dengan tatapan curiga dan waspada.

"Apron mu terbalik, sayang?"katanya sambil menunjuk dengan jari tengahnya.

Yah, dia Memang Gay. Aku bernafas lega sambil mengikat ulang apron ku.

"Kamu baik-baik saja? Lagi datang bulan yah?" Tanyanya lagi.

"Aku baik-baik saja, Boss. Aku akan menjadi pelayan yang paling sempurna sore ini." Kataku ceria sambil mengepalkan tanganku di depan wajahnya.

"Bagus, aku akan memikirkan kenaikan gajimu." Katanya sambil mendentangkan cangkir-cangkir gantung dengan sendok.

Naik gaji? Serius?

"Benarkah?"seruku hampir menjerit.

"Sstt, jangan kedengaran yang lain." Bisiknya sambil melirik pegawai yang lain. Ada yg sedang menyapu dan seorang lagi sedang membersihkan kaca jendela.

Yes!!
Aku berseru di udara tanpa mengeluarkan suara.

"Ada syaratnya." Katanya dengan suara feminim.

Dengan secepat kilat menyambar, aku dilanda rasa kecewa. Bahuku turun dan senyumku langsung menguap.

"Tenang, gampang kok." Katanya menghiburku sambil tersenyum ala banci. Dia tampak menyebalkan detik itu, walau aku tidak pernah mempermasalahkan perbedaan.

"Begini. Aku punya sepupu yang ganteng nya luar biasa dan baiknya luar biasa." Dia mendeskripsikan sepupunya sambil memenjamkan mata dan tangannya melayang-layang. Mataku gak sanggup melihatnya.
"Tapi minggu lalu dia baru saja kehilangan orang tua nya karena kecelakaan. Kasihan kan?" Lanjutnya

"Jadi apa hubungannya dengan ku?" Tanyaku tak tertarik dengan ceritanya. Aku mengambil lap dan membersihkan meja bar yang sebenarnya tidak kotor.

"Nah.. Ini dia sasaran untuk kenaikan gaji mu." Katanya sambil menjentikkan jarinya.

Apa sih maunya? Jangan-jangan menyuruhku untuk menjadi badut untuk menghibur sepupunya.

"Jadi, hiburlah dia. Pakai caramu sendiri saja. Jalan-jalan, nyanyi-nyanyi, masak-masak, tidur-tiduran pun boleh." Katanya lagi.

Jawaban dari KesetiaanWhere stories live. Discover now