Empat Belas

211 34 16
                                    

Chika mengerang, ia menarik bantal untuk menutupi telinganya. Suara ponsel yang berdering dan bel unitnya benar-benar mengganggunya. Ia tahu betul pelaku dari kerusuhan itu pasti Arsen, tidak ada yang berani melakukan hal semacam itu pagi buta di hari liburnya, manajernya sekali pun tak akan berani. Ia sudah tahu kalau Arsen akan datang ke tempatnya, tapi tidak menyangka laki-laki itu akan datang sepagi ini. Demi Tuhan ia belum cukup tidur. Tugas-tugas kuliahnya memaksanya begadang tadi malam, ia bahkan belum sempat membereskan meja ruang tamu tempatnya belajar.

Ia mengerang sekali lagi sebelum beranjak dari kasur karena tahu Arsen tidak akan berhenti menelpon dan menekan belnya sampai ia membukakan pintu.

"Selamat pagi kak Chika."

Berbanding terbalik dengan keadaan Chika yang masih berantakan, Arsen justru muncul dengan senyum cerahnya begitu pintu terbuka. Chika menghela nafas, membiarkan Arsen masuk. Lelaki itu bahkan sempat mengecup samping kepalanya ketika melewatinya.

Chika kembali menuju kasurnya, sedangkan Arsen meletakkan dua kantongan di atas meja makan.

"Kak Chika mau sarapan apa?" Tanya Arsen sambil mulai mengeluarkan berbagai bahan dari kantongan yang dibawahnya.

"Makan siang aja. Aku masih ngantuk. Masih mau tidur." Balas Chika, ia sudah berbaring di kasur.

"Oke." Jawab Arsen. "Mau makan apa?"

"Apa aja. Jangan nanya lagi, aku beneran ngantuk." Balas Chika dengan mata yang sudah tertutup.

Dahi Chika berkerut, benar-benar tak ada suara lagi setelah ia mengucapkan kalimat itu membuatnya merasa tak enak hati sendiri, takut jika Arsen tersinggung akan ucapannya jadi ia kembali membuka mata. Namun pemandangan yang ia dapati membuatnya bernafas lega. Arsen berdiri membelakanginya, sepertinya sedang memasukkan beberapa barang ke dalam kulkas tapi dengan sangat hati-hati sampai tidak menimbulkan suara apa pun.

"Sen." Panggilnya.

"Eh, aku berisik ya?" Arsen berbalik. "Maaf, ya."

"Enggak. Aku yang minta maaf." Chika mengubah posisinya menjadi duduk. "Harusnya kita ngabisin hari ini seharian tapi aku beneran ngantuk, trus tugas aku juga masih belum selesai jadi hari ini aku masih mau nugas."

Arsen tersenyum tipis, ia meletakkan kotak susu yang dipeganngya di samping kulkas lalu menghampiri Chika. "Gak papa. Aku ngerti kok. Kalau kamu masih ngantuk tidur aja. Kalau mau nugas ya nugas aja."

"Trus planning kamu gimana?"

Arsen tersenyum, ia menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Chika. "Ya gak papa. Inti dari semua rencanaku kan ngabisin waktu sama kamu seharian. Ngeliatin kamu tidur sama nugas kan aku tetep ngabisin waktu sama kamu."

Memang benar, Arsen sudah merencanakan beberapa hal yang akan mereka lakukan hari ini. Tapi kenyamanan Chika tetap nomor satu baginya. Ia tak mungkin mengajak Chika jalan-jalan tapi dalam keadaan gadis itu kurang istirahat dan mengkhawatirkan tugasnya.

"Sekarang kamu tidur lagi. Gak usah peduliin aku." Arsen mendorong kedua bahu Chika agar berbaring dengan hati-hati, ia menarik selimut sebatas dada Chika. Ia mengambil penutup mata dan peredam suara dari laci lalu memasangkannya kepada Chika. "Aku pasangin ya."

Arsen tidak meninggalkan tempatnya, masih duduk di pinggir kasur sembari menepuk-nepuk punggung Chika yang berbaring miring ke arahnya. Ia memastikan Chika benar-benar tertidur sebelum kembali dengan kesibukannya di dapur, mungkin juga ia akan membersihkan apartemen itu karena sejauh matanya memandang apartemen itu sedikit berantakan.

***

Chika berulang kali memijat pangkal hidungnya, ia lelah menatap laptop di depannya. Sedangkan Arsen yang duduk di seberangnya serius merakit lego. Anak itu memang sempat meminjam mobil dan meninggalkan apartemennya selama beberapa saat tadi. Kemungkinan di waktu itilah ia membeli lego itu.

MozaikWhere stories live. Discover now