Sepuluh

2K 252 39
                                    

Tubuh mengenaskan itu Ia letakan dengan pelan di kasur Mereka, Freen bahkan belum membersihkan darah di hidung istrinya, Ia sibuk membenturkan kepalanya ke dinding, darah yang bahkan sudah bercucuran di pelipisnya tidak Ia indahkan, rasa sakitnya mendadak tidak la rasakan, penyesalannya membuat Freen tercekik kuat.

Satu jam berlalu, Freen masih melakukan hal yang sama, menjambak rambutnya, menyendiri, matanya liar menatap sekitar, terserang panik yang luar biasa, menggigit bibirnya sampai berdarah, tubuh yang bergetar hebat itu sulit untuk Ia kendalikan.

Becky tersadar dengan rasa sakit yang tak mampu Ia jelaskan, matanya tertuju pada lelakinya yang meringkuk di ujung ruangan kamar Mereka.

Ia meneteskan air mata, tak mampu bergerak, rasa tubuhnya tak karuan, semua rasa sakitnya bercampur menjadi satu, bersama kecewanya.

Becky tidak berniat sedikitpun untuk menolong Freen menenangkan dirinya, karena sejatinya yang harus tenang adalah Ia sendiri.

Memejamkan matanya, mengingat semua yang Freen lakukan kepadanya hari ini, pertama kali seumur hidupnya Ia dilecehkan, namun yang jauh lebih sedihnya, pelakunya adalah suaminya sendiri.

Sesekali Ia tertawa, merayakan kebodohannya, mengalah demi perasaan lelaki itu, kini setelah semua rasa sakitnya, Ia malah harus dikhianati dengan kepercayaannya sendiri.

Becky berteriak keras, sekuat tenaganya, meluapkan rasa kecewa dalam amarahnya, Freen melihatnya, Ia menutup telinganya, paniknya bertambah, Ia bergetar hebat, menggigit keras bibirnya hingga lagi-lagi darah itu mengalir dengan deras.

"Aku terlalu mencintaimu Freen, sampai sesakit ini Aku masih memaklumi. "

Tangisnya histeris, Ia sakit, harga dirinya terluka, 10 tahun, dihancurkan dengan satu hari pelecehan ini, apa yang Ia jaga tidak lagi berbentuk saat ini, karena rasa kecewanya terlalu besar.

"Kenapa?"

Perlahan kaki itu menggeret langkahnya menuju Becky, Ia menangis begitu keras, genggaman tangan itu kuat terasa, air mukanya menyesal begitu dalam, Becky merasakannya.

"Ak--aku minta maaf. "

"Kamu mau Kita selesai Freen? berat permintaan Ayah tentang anak? iya? ya udah Freen, jangan siksa diri Kamu, hati Aku sakit, Ayah Aku Kamu benci sebegitunya dengan perkataan yang kotor itu, Aku kira niat Ayah baik, tapi ternyata bikin Kamu sengsara, maafin Ayah ya Freen, dan kayaknya Aku sama Kamu, sampai di sini a..

"Gak, Bec, Aku minta maaf, Aku minta maaf ya, demi Tuhan, Aku di luar kontrol Aku, Aku bener-bener nyesel Bec, Aku--Aku gak akan lakuin ini lagi, Aku bakal--bakal perlakuin Kamu kayak bias---biasa, Bec, Aku gak bisa tampa Kamu, jangan---jangan tinggalin Aku. "

Wajah cemas itu, tubuhnya bergetar lebih hebat dari yang pertama, Becky sakit melihatnya, tapi mengingat perlakuan Freen, Ia ternyata jauh lebih terluka.

"Ki--kita punya anak ya, Ki--kita program, Aku akan lakuin apa aja asal Kamu hamil, konsul? iya? Kita program? ke dokter? ke mana? Aku ikut, Aku gak lagi peduli dengan trauma Aku, Bec, Aku--Aku mau sembuhú Bec, Ak--. "

"Freen. "

"Aku mohon Bec. "

Freen bersujud, kali pertama lelaki itu merendahkan kepalanya demi orang lain, Ia tidak peduli egonya, Ia hanya mau Becky bersamanya selama apapun itu.

"Aku ingin sendiri. "

"No. "

"Hari ini aja, Aku mau tenang. "

Freen tidak akan mengangkat kepalanya, Dia mempertahankan segala hal yang Ia mulai, Becky lagi-lagi berteriak, tangisnya jauh lebih berisik, Ia marah, ternyata benar, sulit menyembuhkan rasa sakit dari sebuah trauma kekecewaan.

Tubuh telanjang itu Becky paksakan berdiri, Ia menumpukan dirinya di dinding, berjalan terseok menuju kamar mandi, sekujur tubuhnya sakit terasa, liangnya bahkan tidak terasa nyaman untuk berjalan, bahkan untuk duduk sekalipun.

Mengunci pintu kamar mandi, mematut dirinya di cermin, Ia terkekeh dalam tangisnya, Ia dihinakan oleh suaminya sendiri?, Ia diperkosa untuk pertama kali di dalam pernikahannya?.

Dia tidak pernah menyalahkan Freen sepenuhnya, jika sejatinya bukan cinta yang berbicara, mungkin Becky akan menyelamatkan dirinya sendiri, pergi dengan orang yang bisa memenuhi segala macam ingin yang ada di kepalanya.

Sang Ayah, masalah utamannya bukan lagi dirinya ataupun Freen, tapi keluarganya yang sampai saat ini tidak pernah mengerti tentang posisi masing-masing, menuntut tanpa berpikir segala bentuk masalah yang akan tercipta setelahnya.

Tangannya bergetar, saat merasakan mual yang luar biasa, memuntahkan semua isi perutnya, darah keluar begitu saja dari hidungnya, membuat Becky memukul kepala keras, Ia benci, Ia benci menjadi lemah, Ia benci menjadi sakit, Ia benci menjadi tidak berguna, apa lagi setelah ini?, apa lagi yang akan menyakitinya lebih besar dari ini?, apakah penyakit sialan ini?, apa ada luka lain yang sedang bersiap-siap menerkamnya?.

"Sialan. "

Ia menjatuhkan dirinya, setelah berteriak dengan keras dan memecahkan cermin dengan botol farfum yang Ia lemparkan ke sana, suaranya terdengar nyaring, Freen juga seketika menjadi panik, menggedor pintu itu dengan keras, suaranya bergetar, tapi Becky tidak peduli.

"Pergi, Kamu ngerti gak sih? Aku pengen sendiri?" Ia berteriak seakan merobek tenggorokannya.

"Babe, tolong buka. " Ucap Freen memelas.

"Pergi. "

"Babe, maaf, maafin Aku, buka Babe. "

"Pergi, Aku gak mau liat muka Kamu hari ini, tolong. "

Permohonan yang menyakitkan, tangis pilu yang terdengar menyayat, kemarahan yang membuatnya merasa jauh lebih menyesal, Freen perlahan melangkah mundur, Ia terdiam, menikmati setiap teriakan kebencian yang Becky berikan kepadanya, dan kali ini, Ia takut, jika ini yang membuatnya akan kehilangan Becky perlahan.

Permohonan yang menyakitkan, tangis pilu yang terdengar menyayat, kemarahan yang membuatnya merasa jauh lebih menyesal, Freen perlahan melangkah mundur, Ia terdiam, menikmati setiap teriakan kebencian yang Becky berikan kepadanya, dan kali ini, Ia...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nobody gets me like you
How am I supposed to let you go?

Bumi untuk Freenky (Freenbecky)Where stories live. Discover now