Bonus Chapter: Di saat semua berubah

422 16 0
                                    

RIRIN POV

Flashback 5 tahun yang lalu

Aku melirik jam tangan berwarna emas di lengan kananku, masih jam sebelas malam. Ah, akhirnya aku bisa menyelesaikan syuting lebih cepat dari biasanya.

Beberapa bulan ini, aku selalu pulang subuh untuk menyelesaikam syuting sebuah sinetron yang sedang kejar tayang. Dan setiap subuh itu, aku akan dijemput oleh Babas.

Sungguh kalau boleh jujur, aku sangat kesal bagaimana Babas selalu memperlakukanku seperti anak kecil. Rasanya sangat risih jika harus diantar jemput seperti anak sekolahan.

Aku kan juga ingin merasa bebas, seperti teman-teman artisku yang lain. Mereka selalu meluangkan waktu untuk berkumpul dan bersosialisasi selepas syuting.

Terkadang mereka makan bersama di sebuah kafe, atau pergi ke tempat hiburan untuk melepaskan stres. Terdengar menyenangkan bukan?

Sedangkan aku? Aku akan langsung diseret pulang oleh Babas sedetik setelah kata cut diucapkan oleh sutradara.

Babas akan selalu menungguku di lokasi syuting bahkan saat syuting belum selesai. Tidak perduli mau pagi atau malam, Babas akan selalu siap mendatangiku.

Terkadang aku heran, apa Babas tidak lelah? Aku saja yang melihatnya, rasanya lelah dan bosan. Apalagi Babas itu seorang pekerja kantoran, seharusnya dia punya waktu luang yang sangat terbatas kan?

"Ngapain kamu jemput aku subuh-subuh gini? Nanti pagi bukannya kamu kerja ya?" tanyaku saat itu.

"Ya, ini sekalian aku pergi kerja sambil nganter kamu." jawabnya tanpa beban. Aku memperhatikan penampilan Babas yang memang sudah siap dengan pakaian kerjanya.

Aku mendelik tajam ke arah Babas, "Berangkat kerja apaan? Ini baru jam tiga pagi, Bas. Jarak lokasi syuting ke rumahku cuma setengah jam. Paling banter kamu sampai kantor jam lima subuh. Mau ngapain kamu di kantor jam lima subuh? Setan di kantor kamu aja belum bangun, Bas!"

Babas hanya tersenyum tenang mendengar omelanku saat itu, "Aku kan bisa duduk dulu di rumah kamu, atau kamu mau ikut sekalian ke kantor aku? Temenin aku buat bangunin setan di kantor aku?"

"Ngaco kamu!" teriakku kesal.

"Aku cuma mau pastiin kamu aman, Rin. Aku nggak akan bisa tidur tenang kalau tau kamu belum sampai rumah dengan selamat." itu yang selalu Babas katakan untuk menutup perdebatan kami tentang jemput menjemput ini.

Ya, begitulah percakapan menyebalkan antara aku dan Babas saat itu. Namun, saat itu aku tidak bisa berbuat banyak. Kakek akan memakiku habis-habisan jika tau aku menolak ajakan Babas.

Aku merasa seperti dipenjara oleh Kakek dan Babas. Tidak bisakah mereka memberiku sedikit ruang untuk bernapas lega?

Bahkan disaat Kakek sudah meninggal pun, Babas masih mengekangku ini dan itu. Terkadang dia semakin terlihat seperti Kakek dan aku sangat membenci Kakek.

"Gimana Rin? Lo ikut nggak?" tanya seorang aktor yang sedang duduk di sampingku.

Aku menatap ke arah si cowok blasteran itu dengan bingung, "Ikut kemana?"

Semua orang yang ada di ruangan ini tertawa lepas, "Anjir Rin, dari tadi gue koar-koar cerita tentang club yang baru buka itu nggak lo dengerin ya?"

Aku meringis, memang benar aku tidak mendengar obrolan mereka. Aku terlalu larut dengan pikiranku sendiri.

"Kemana sih?" tanyaku sekali lagi.

"Club yang baru buka di Senopati itu loh, ada DJ luar yang bakal main malem ini. Ikut nggak?" kini sang aktris senior dihadapanku yang menjelaskan.

One Month Notice [COMPLETED]Where stories live. Discover now