NING AILA

38.7K 772 33
                                    

Myiesha Alia Rizqiyana gadis kecil yang dulu begitu riang dan sangat manja dengan ibu sambungnya, Ashilla Nadiatul Shafa. Sekarang sudah berusia 28 tahun, tumbuh dengan paras yang cantik, incaran banyak Gus di daerahnya. Ia bahagia hidup bersama keluarganya, namun kepergian Abah Yai Muslih saat ia menginjak SMP membuat semua orang terlebih keluarganya sangat bersedih, dari sanalah ia memiliki tekad untuk menjadi seorang dokter.

Di usia 24 tahun, ia berhasil menjadi seorang dokter bedah umum. Dengan menjadi dokter, setidaknya ia bisa memastikan seluruh keluarganya tetap sehat.

Ia masih tinggal di ndalem, bolak-balik ke rumah sakit tempatnya bertugas yang memakan waktu hampir setengah jam. Dengan profesinya sebagai dokter bedah, tentu ia jarang sekali pulang ke rumah, ia lebih banyak menghabiskan waktu di sana.

"Assalamualaikumu."

"Waalaikumsallam."

Aila, gadis itu baru sampai rumah setelah berhari-hari sibuk di rumah sakit. Ia menyalami punggung tangan sang ibu yang tengah membaca buku di ruang tamu. "Kamu sudah makan belum nduk?"

Ashilla melihat wajah putrinya yang tetap tersenyum, meski gestur tubuhnya mengatakan ia sangat lelah, dan ingin segera pergi ke alam mimpi.

"Sampun Umi, tadi mampir dulu ke tempatnya Irham."

"Wah, ibu dokter baru pulang? Masih inget punya rumah bu?"

Fikron Muhammad Ali, adik laki-lakinya itu datang dengan wajah yang menyebalkan. Oh, ayolah. Ia pulang ke rumah karena ingin beristirahat, Fikron malah membuatnya sebal dan kehilangan mood.

Aila berdecak. "Dek. Kamu jangan rese deh. Mau kakak bedah perut kamu sekarang, hah?"

Fikron tertawa. "Dih. Ibu dokter bercandanya serem, hiiihh." ucapnya dengan tatapan mengejek.

Ashilla, sang ibu hanya menggelengkan kepala. Fikron ini memang mewariskan sikapnya, sedangkan fisiknya menurun dari sang ayah semua. “Jangan ganggu kakakmu, Fik,” lerainya, seraya menerima kecupan pada pipinya dari Aila.

Anak perempuannya itu sengaja mengejek sang adik, mengatakan jika Umi adalah miliknya.

Fikron mencebik, lalu menyalami tangan sang kakak yang baru saja pulang. Fikron menggeser duduknya, karena tahu sang kakak selalu memilih duduk di satu sofa yang sempit dengannya, ketimbang duduk di sofa lain. Ya benar, kakaknya itu memang menyebalkan!

"Kakak apaan sih. Kan bisa duduk di tempat lain. Ini jadi sempit banget iih!!"

Tuhkan, Aila ini memamg paling senang menjahili Fikron.

Aila semakin sengaja memepet tubuh Fikron hingga benar-benar membuat adiknya itu sesak. "Umi!! Ini coba kakaknya di marahin! Aku sesek lho Mi!!" seru Irham.

Ashilla menghela napas. "Kakak. Udah dong jangan gangguin Fikron, tadi juga kamu kesel kan di gangguin Fikron, hm?"

Aila tertawa, benar-benar puas melihat adiknya yang benar-benar tersiksa. "Inggih Umi. Aila mau pindah aja. Ndak mau deket-deket Fikron yang bau!"

"Dih. Sembarangan! Kakak tuh yang bau. Bau rumah sakit, eww!" serunya seraya mendorong pelan tubuh sang kakak.

Ashilla memijat pelipisnya. Kedua anaknya itu padahal sudah sama-sama dewasa, masih saja selalu bertengkar. "Sudah dong. Kalian ini sudah pada dewasa lho. Apa ndak malu masih pada ribut."

Keduanya lantas menunduk, setelah Umi menegurnya. "Inggih. Maaf Umi." ucap Aila.

"Fikron juga minta maaf Umi."

Ashilla menghela napas. "Ya sudah Umi maafkan."

Fikron dan Aila tersenyum tipis. Lalu kepala Aila tampak celingukan mencari-cari sosok Babanya yang tidak terlihat.

AILA & RAMA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now