🖤🖤🖤🖤

Mulai dari awal
                                    

Deg...






Mendengar Jungkook menyebut kata 'adek', seketika membuat Seokjin menghentikan hentakannya yang seperti orang kesetanan. Tubuhnya ambruk, keduanya ambruk.

Jika biasanya setelah melakukan sex, keduanya berbaring dibawah selimut yang sama sambil menerawang masa depan atau hanya sekedar saling menggoda, tapi kini yang dilakukan Jungkook adalah menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sendiri dan menepi menjauhi Seokjin.

"Kook maaf. Maafin kakak." Seokjin mencoba meraih tubuh Jungkook yang bergetar.

"Gak kak. Jangan sentuh! Jangan Kookie takut."

"Maaf sayang, kakak minta maaf. Kakak gak bermaksud-"

Seokjin pun merengkuh tubuh Jungkook tanpa permisi, dan mendekapnya dalam pelukan. Lalu keduanya terisak dengan Seokjin yang mengucapkan ribuan kata maaf tanpa henti hingga Jungkook-nya tertidur.





























___

Saat hari menjelang malam, Seokjin masih terjaga. Beberapa waktu berlalu dan Seokjin masih menyesali perbuatannya. Melihat adik - istrinya terlelap dalam dekapan, membuat Seokjin semakin larut dalam penyesalan. Hampir saja ia menyakiti orang-orang yang ia cintai. Seokjin hanya punya Jungkook dan calon bayinya. Bodoh, jika ia hanya mengedepankan emosi dimana ia sendiri turut andil untuk kesalahan yang dilakukan orang lain padanya.

Bagaimana tidak? Seokjin yang terlalu lemah, terlalu pendiam, serba tak enak hati ternyata menyebabkan sebuah kesalahan fatal yang berakhir menyakiti dirinya sendiri - bahkan jika Jungkook mengetahui keadaan sebenarnya, Seokjin tak yakin Jungkook akan memaafkannya dengan mudah.

Tanpa mengurangi kehati-hatian, ia menjauhkan lengannya yang sedari empat jam lalu menjadi bantalan Jungkook - oleh karena kemauannya sendiri. Ia duduk ditepian ranjang sebelum imajinasi kembali terlintas tentang bagiamana Jennie mencumbunya . Mengapa hanya imajinasi? Sebab Seokjin tak tau sendiri bagaimana kejadian yang sebenarnya. Ia tak sadarkan diri saat itu, namun Jimin tak mungkin berkata dusta bukan? Bahkan Seokjin sendiri mendapati bagaimana dua kancing kemejanya terbuka dan ujung-ujung kemeja yang keluar dari celana kainnya. Seketika mual kembali menyerang. Ia menyumpal mulut dengan kedua tangannya dan berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan apapun yang mengisi perutnya.

Mual... muak...

Hanya itu yang dapat Seokjin rasakan saat ini. Ia menatap wajah dan bagian atas tubuhnya dalam cermin. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Tak lupa ia usap kasar bibirnya dan ia ambil shower puff lalu ia gosokkan secara kasar pada bagian leher sampai ke dada bidangnya hingga merah dan kulit ari sedikit mengelupas dari sana.

Perih akan luka lecet tak ia rasakan sebab hatinya merasakan kesakitan yang lebih mendalam dibandingkan luka fisik itu sendiri. Apa yang harus Seokjin katakan pada Jungkook setelah ini? Bagaimana Seokjin bisa mengatakan kejadian sebenarnya pada Jungkook? Apa yang Jimin pikirkan sampai ia memaksa Seokjin untuk mengakui semua hal buruk yang bahkan ia sendiri tak sadarkan diri saat orang lain melecehkan dirinya.

"Arghhhhhhhhh!"

Sebuah hantaman pada cermin yang menampakkan wajah -busuknya terpaksa ia layangkan. Kini tak hanya pantulan wajahnya yang berantakan tapi tangannya pun ikut hancur. Darah mengucur bahkan dari sela-sela jari yang pasti rasanya sangat perih.

Dan tentu saja teriakan itu tak lepas dari pendengaran Jungkook. Saking cemasnya, pria manis yang tengah sibuk menyampirkan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya, setengah berlari menuju pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat. Ia ketuk pintu berwarna coklat tua tersebut hingga yang di dalam menyahuti.

"Kak, kakak kenapa?"

Berusaha menyamarkan tangisannya, Seokjin menjawab dengan suara yang sedikit bergetar.

"Gak ada apa-apa sayang. Ini cerminnya gak sengaja kena botol sampo jadi pecah. Bentar ya, kakak lanjutin mandi dulu. Kamu istirahat aja biar kakak yang beresin pecahan kacanya."

"Tapi kakak gak kena pecahannya kan? Ada yang luka?"

"Enggak sayang. Kamu gak perlu cemas."

"Jangan lama-lama kak, Kookie - Kookie takut."

"Gak lama. Tunggu sebentar ya!"

"Iya." Jawaban akhir yang hampir tak terdengar oleh Seokjin. Begitu menyayat, sebab bagaimanapun juga saat Jungkook tengah merasa ketakutan, maka yang ia butuhkan hanyalah Seokjin. Sekalipun ketakutan itu sendiri dibuat oleh yang bersangkutan. Seokjin brengsek, bodoh, tak tau diri!

"Semoga setelah ini aku dapat hukumannya Kook." Lalu ia bergumam dalam diam.






































-tbc-




Huuuu 🥲 chapter selanjutnya syepiiii. Jadi chapter ini ramein lagi yaaa. Biar cepat tamat ceritanya 🥲🥲.

Gomawoo yang masih mau bacaaa. Hehehe. 💜

Stay With You ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang