30. Uninvited Guest

Start from the beginning
                                    

"Maksud kamu?"

"Aku gak bisa punya anak."

"So--sorry," ujar Rhea buru-buru ketika tanpa sengaja nail brushnya mengenai kulit Nadira sehingga meninggalkan kutek putih di sana. Dengan segera Rhea meraih nail polish remover untuk membersihkan noda itu.

Nadira hanya tertawa kecil. "Santai aja kali," ucapnya.

Setelah yakin bersih, Rhea mengangkat wajahnya untuk memandang Nadira. "Gak mau punya anak?" tanya Rhea tak yakin.

Nadira menggeleng. "Gak bisa punya anak. Rahimku udah diangkat sekitar... delapan tahun yang lalu kalau gak salah."

"Kenapa?" tapi sejurus kemudian Rhea menggeleng. "Sorry. Aku gak bermaksud lancang."

Lagi-lagi Nadira tertawa dan kali ini Rhea benar-benar melihat bagaimana Nadira tertawa. Wanita di depannya ini jadi semakin cantik. Entah sudah berapa kali Rhea memuji kecantikan Nadira hari ini. Menyebalkan sekali, pikirnya.

"It's okay. Gak lancang dong. Kan aku yang pertama omongin hal ini," sahut Nadira. "Diangkat karena pergaulan bebas," lanjutnya tapi dengan nada bercanda.

"Ta--tapi Starky pernah cerita kalau dia menyerahkan pilihan apakah kalian akan punya anak atau tidak," ucap Rhea terbata-bata.

"Iya. Dia gak mungkin dong gembar gembor kemana-mana kalau aku mandul. Itu salah satu cara dia untuk menerima keadaanku. Kalau kamu mau tahu lebih spesifiknya kenapa aku bisa mandul, kamu tanya aja ke Starky."

Rhea tersenyum miring. "Gak perlu. Bukan urusanku."

Rhea kembali fokus pada kuku Nadira yang sudah ia hias menggunakan glitter. Nadira juga baru menyadari kalau pekerjaan Rhea sudah hampir selesai. Dia menatap kagum kuku-kukunya yang kini terlihat semakin cantik.

"Kenapa kamu omongin ini ke aku?" tanya Rhea tiba-tiba.

"Hm... karena sama kayak kamu yang bisa lepasin Starky demi kebahagiaan dia, aku juga mau melakukan hal yang sama." Nadira menjawab dengan raut sendu, namun tetap memaksakan senyum. "Aku gak pernah benar-benar bisa memiliki Starky karena dengan kamu, dia sudah memiliki Shane yang berharga banget untuk dia. Tentu aja Starky gak akan pernah sanggup ngelupain Ibu yang sudah melahirkan putranya, kan?"

"Kalau kamu kira aku bakal seneng dan balik sama Starky karena kamu udah ngomongin semua ini, kamu salah."

Nadira menggedikkan bahunya. "Aku gak berharap juga kalian balikan secepat itu. Ya at least tunggu lah sampai aku bisa move on."

Rhea memutar matanya kesal. "Bukan itu maksud aku," ucapnya.

Nadira terkekeh. "Iya, aku paham. Tapi siapa tahu nantinya kamu berubah pikiran. Atau kalau emang kamu udah bener-bener gak mau, ya udah berarti kita seri. Sama-sama gak dapetin Starky."

"Dia bisa nerima kamu apa adanya," kata Rhea tanpa menatap Nadira.

"Aku yang gak bisa nerima diriku apa adanya. Selamanya aku akan minder, terus-terusan membanding-bandingkan diri aku sama kamu dan itu nyakitin. Jadi, aku memilih mundur."

"Kalau ujung-ujungnya mundur, rugi dong udah dapet dosa karena bikin orang cerai," ucap Rhea kalem.

Nadira mengedikkan bahunya. "Rasa percaya diriku merosot akhir-akhir ini."

"Yah, padahal udah perjuangan banget kamu. Sampai dijulidin orang sana sini kan karena jadi orang ketiga dalam rumah tanggaku," ujar Rhea sinis, tapi Nadira tampak tidak peduli.

"Ya terus aku harus gimana? Waktu itu Starky juga gak bisa ngelepasin aku. Dia baik, cakep, kaya, mapan. Gak ada alasan untuk aku nolak dia."

Rhea melepaskan jemari Nadira. "Udah beres."

Nadira menatap hasil kerja Rhea dengan berbinar-binar. "Cantik banget!"

Rhea tersenyum. "Karena orangnya juga cantik."

Nadira menukikkan alisnya. "Kamu akui aku cantik?"

Rhea mengangguk. "Kalau aku bilang kamu jelek, itu berarti aku terlalu minder sampai-sampai harus berbohong."

"Thanks untuk pujian dan kuku-kuku cantik ini," ucap Nadira.

"Anytime," balas Rhea.

"Aku bayar di sana ya?" tanya Nadira sembari menunjuk ke arah meja kasir.

"Di Circe, hanya pelayanan profesional yang dikenakan tarif. Seniman kuku kami sebenarnya si Rana, tapi dia nggak mau ngelayanin kamu jadi aku gantiin. It's for free."

"Gak bisa gitu dong. Aku harus tetap bayar untuk hasil secantik ini."

"Beneran gak usah. Anggap aja hadiah untuk pembatalan nikah dari aku."

Nadira malah tertawa. Dia terlalu banyak tertawa hari ini sehingga Rhea sadar kalau itu adalah cara wanita ini menutupi lukanya.

Diandra lewat dengan membawa wadah cat rambut yang sudah selesai dipakai. Dia melihat Nadira yang tertawa tanpa rasa malu padahal semua pegawai di sini menatapnya sinis.

"Seng (tidak) ada malu," ucapnya bercampur dengan bahasa daerahnya.

Rifa yang mengerti langsung mengangguk setuju. "Ho'oh. Ora duwe isin blas."

Nadira mendengar semua itu karena Diandra dan Rifa mengucapkannya dengan suara lumayan keras. "Mereka lagi ngatain aku ya?"

Rhea mengangguk. "Iya. Katanya kamu gak tau malu."

Lagi-lagi Nadira hanya mengangkat bahunya dengan cuek. "Nasib pelakor ya. Udah kena karma pun masih kena sanksi sosial. Aku jalan dulu deh. Bye, Rhea."

Rhea melambaikan tangan pada Nadira yang langsung berbalik badan dan melangkah keluar dari salon. Dari belakang, Rhea bisa melihat betapa rapuhnya wanita itu. Rhea bukannya mulai menyukai Nadira. Dia benar-benar membenci Nadira atas perceraiannya dengan Starky. Akan tetapi, rasa iba yang muncul dari dalam Rhea merupakan bentuk simpatinya sebagai sesama perempuan.

Rhea tidak benar-benar tahu apa yang pernah atau tengah dialami oleh Nadira ataupun Starky.

*******

Gengs, maaf ya aku slow update karena selain kemarin2 sibuk lebaran, aku jg baru sembuh 😢
Jadi maaf yaa kalau masih ada kesalahan penulisan karena ini ngeditnya semampunya aja.
Info tambahan~~
Aku nambahin satu lagi special chapter Three Years di KaryaKarsa.
Tapi gak wajib dibaca kok karena itu hanya kisah2 ringan tentang masa remaja Shane. Cuma untuk yg berminat aja
Tenkiyuu 🥰

Three YearsWhere stories live. Discover now