Banyu mencubit pelan pipi Shane. "Sama-sama, Shane."

Shane beralih pada Papanya. Dia memeluk Starky begitu erat meskipun dia hanya bisa menggapai sebatas pinggang pria itu. "Terima kasih, Papa."

Starky berjongkok untuk menyelaraskan tingginya dengan Shane, lalu memeluk erat anak itu. "Sama-sama, anak Papa."

"Hati-hati di jalan pulang," pesan Rhea.

Starky mengangguk. "Iya."

Setelah Rhea dan Shane beranjak, kini tinggal Starky yang masih berdiri di pelataran ruko bersama Banyu. Keduanya sempat terdiam sejenak sampai Rhea dan Shane benar-benar tidak terlihat lagi.

"Lo serius suka sama Rhea?" tanya Starky membuka percakapan.

Banyu menatap Starky tanpa ekspresi. "Kenapa lo nanya-nanya?"

"Gue cuma mau memastikan," jawab Starky.

Banyu menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Kayaknya lo udah gak punya hak deh untuk memastikan hal kayak gini. Emangnya Rhea pernah nanya-nanya hal kayak gini ke Nadira?" tanyanya meremehkan. Sejurus kemudian, Banyu menutup mulutnya dengan salah satu tangannya. "Ups, gue lupa. Gak perlu dipastikan ya karena kalian udah terang-terangan."

Starky tetap tenang, sama sekali tidak tersulut emosi akan ejekan Banyu. "Dia ibu dari anak gue. Karena itu gue peduli. Dia udah cukup tersakiti karena gue, jadi gue harap dia gak akan disakiti lagi."

Banyu menepuk pundak Starky. "Tenang, gue gak bakal sakiti dia kok," ujarnya.

"Banyu, apa yang pernah terjadi di masa lalu gak ada hubungannya dengan Rhea," ucap Starky.

Banyu menukikkan alisnya sesaat, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Yang mana ya? Oh!" dia menjentikkan jarinya seakan baru mengingat sesuatu. "Kejadian yang bikin gue merasa nama lo benar-benar cocok sama kepribadian lo. Great Starky. Bintang yang hebat, selalu bersinar menarik perhatian semua orang."

Starky masih tidak bersuara, dia hanya menatap lurus-lurus ke mata Banyu. "Kalau lo curiga sama gue, kenapa lo berani banget nitipin anak lo di gue?"

"Karena gue tau lo orang baik," jawab Starky.

Banyu mendengus. "Kalau gitu, gak ada lagi kan alasan lo untuk ngebahas hal ini sama gue?"

Starky menghela nafas. "Gue balik sekarang. Sekali lagi, makasih udah jagain Shane."

Setelah berucap demikian, Starky melangkah ke arah mobilnya. Akan tetapi belum sempat dia membuka pintu mobil, suara Banyu terdengar memanggilnya.

"Great, lo harus tau kalau gak semua yang lo suka bisa lo dapatkan."

***

Hari Minggu salon baru dibuka jam satu siang, menunggu Diandra dan Pinkan pulang ibadah. Selain itu, hari Minggu pelayanan hanya untuk pelanggan yang sudah melakukan reservasi, jadi tidak akan terlalu banyak yang datang. Karena itu, hari ini Rhea bisa agak bersantai. Setelah beres-beres salon di pagi hari, dia menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Shane kemudian tertidur sampai jam sepuluh.

Rhea baru terbangun saat Rana, Arum, Kayla dan Rifa datang. Keempat karyawannya sedang di lantai bawah, sementara Rhea masih di lantai dua menghabiskan waktu bersama Shane.

"Pelangi pelangi...

Alangkah indahmu...

Merah, kuning, hijau..."

"Kok cuma tiga? Warna pelangi kan ada tujuh."

Rhea mendengus. Dia sudah tahu pertanyaan semacam ini akan keluar dari anaknya yang super kritis dalam berpikir.

"Karena ini lagu anak-anak. Kalau ketujuh warna disebut, kepanjangan lagunya. Susah dihafal nanti," jelas Rhea. "Shane mau dengar cerita tentang pelangi gak?"

"Cerita apa?" tanya Shane.

"Jadi, dulu itu ada tujuh bidadari yang turun ke bumi. Terus salah satu bidadari ada yang sangat menyayangi bumi. Karena itu dia memutuskan tinggal di bumi untuk membantu para manusia. Nah, karena dia adalah putri kesayangan Raja Awan, Raja menjadi sangat murka dan menurunkan badai petir ke bumi."

Sampai di sini, Shane mulai menukikkan alis, pertanda cerita Mamanya tidak masuk dalam akalnya. Tapi Rhea tidak peduli dan terus bercerita.

"Akhirnya dengan sedih, si bidadari kembali ke langit agar manusia tidak menjadi korban kemarahan Ayahnya. Para manusia yang sudah menyayangi si bidadari sedih banget karena akan ditinggalkan sama bidadari yang baik hati. Bidadari berjanji bahwa sesekali dia dan saudarinya yang lain akan mengunjungi bumi. Mereka cukup melihat pertanda kedatangan mereka dengan tujuh warna yang turun dari langit. Dan itulah asal usul terjadinya pelangi."

Sampai cerita Mamanya selesai, Shane masih menukikkan alis. "Ma, pelangi itu terjadi karena pembiasan cahaya."

Rhea meringis. "Kan itu dongeng versi Mama. Siapa tau kamu mau dengar."

"Mama kebanyakan baca buku fantasi."

Rhea tertawa. Tiba-tiba saja dia menjadi begitu gemas pada anaknya itu. Dia mengunyel-unyel pipi Shane sehingga bocah itu mengerang kesal.

Aktivitas mereka terhenti saat tiba-tiba Kayla muncul dengan raut jengkel. "Kak. Ada tamu gak diundang."

Rhea mengernyitkan keningnya. "Siapa?"

"Nadira," jawab Kayla. "Seenaknya aja dia datang."

Rhea mendekap bahu Shane. "Kamu di sini aja ya lanjutin rakit action figure-nya. Mama turun dulu."

"Usir aja dia, Ma," celetuk Shane.

Rhea meringis. "Siapapun yang datang secara baik-baik gak boleh diusir, Nak."

Shane membuang muka, memilih memperhatikan jejeran action figure-nya. "Dia gak pernah datang baik-baik. Abis nyuri Papa, sekarang dia mau nyuri apa lagi?" gerutunya.

"Shane," tegur Rhea.

"Iya, iya."

Rhea memberi kode pada Kayla untuk turun bersama. Rhea tahu tentu kedatangan Nadira bukan semata-mata karena urusan salon.

Three YearsWhere stories live. Discover now