Sosok Khatulistiwa berdiri lengkap dengan ponsel yang menempel di telinga. Hujan melebarkan matanya, tangannya cepat membuka jendela dan disambut Khatulistiwa dengan cengirannya.

"Malam, Sayang." sapanya tanpa dipersilakan masuk yang mana berhasil membuat Hujan berjenggit.

"Bang Katu, ngapain ke sini? Kalo pak Awan tau, bisa bahaya." bisiknya melirik Glen yang terlihat tidak terganggu oleh aktivitas di sekitarnya.

Hujan kembali menaruh tatapannya pada Khatulistiwa, dalam keadaan remang-remang, Hujan masih mampu menangkap adanya lebam yang menghiasi beberapa sisi wajah Khatulistiwa.

"Ini kenapa Bang?" tanyanya menyentuh wajah Khatulistiwa dengan dua tangannya. Memutarnya ke kiri dan ke kanan, Khatulistiwa membiarkannya.

"Biasa, laki-laki." jawabnya santai yang malah bersambut pukulan di lengannya dari Hujan.

"Jangan dianggap sepele, Bang. Ini udah dua kali aku liat Bang Katu luka-luka." omelnya namun masih menjaga intonasi suaranya agar tidak menganggu tidur Glen.

Hujan bergerak menuju nakas, tempat kotak obat berada.

"Terakhir Rain liat Abang kek gini. Janji." katanya yang dibalas Hujan deheman.

Keduanya kembali hening. Hujan yang fokus mengobati wajah Khatulistiwa, sedangkan Khatulistiwa sibuk mengamati wajah manis milik sang kekasih.

"Nikah yuk." ajakan tiba-tiba Khatulistiwa sesaat membuat Hujan terkejut. Sedetik kemudian kepalanya menggeleng tidak habis pikir.

"Pulang dari sini, Bang Katu langsung istirahat." katanya tanpa meladeni kalimat Khatulistiwa beberapa saat lalu. Hujan yang ingin bangkit menaruh kotak obat, terhenti saat Khatulistiwa menahan lengannya.

Bukan hanya itu, tubuh Hujan ditarik menyebabkan ia ter.duduk di pangkuan Khatulistiwa. Tak ayal, Hujan melotot horor.

"Abang serius. Liat kamu dari jarak begini aja Abang udah mau gila ditambah kita yang jarang ketemu. Abang kek gak ada semangat hidup. Seenggaknya, dengan miliki kamu seutuhnya, Abang bisa tenang." akunya menyembunyikan wajahnya di lipatan leher Hujan. Hembusan napasnya cukup menggelikan, tetapi Hujan menahannya.

"Bang, perihal membina rumahtangga itu bukan hanya sekedar ingin memiliki. Tetapi bagaimana susunan ke depannya ketika rumahtangga sudah berjalan. Cinta tidak cukup untuk mengkokohkan sebuah rumahtangga, tapi juga diperlukan tanggungjawab, kesiapan mental, dan rancangan masa depan kala rasa jenuh menghampiri sepasang suami istri. Itu semua perlu, karena...." karena aku pernah mengalaminya. Batin Hujan melanjutkan.

Ditatapnya Khatulistiwa lalu memeluknya. "Kalau dirasa Abang udah siap dari segala sisi pun begitu aku. Maka kita bisa memulai."

Khatulistiwa melingkarkan tangannya di pingganh Hujan kemudian mengangguk. Seutas senyum terbit di bibirnya. Dia tidak menyangka Hujan memiliki pemikiran luas mengenai pernikahan.
Apa mungkin dia mengambil contoh dari pernikahannya dulu?

Seketika Khatulistiwa ingin tau masa lalu Hujan.

"Untuk Abang udah siap kok. Tapi kalo dari kamu nya yang belum, Abang akan sabar nunggu. Tapi jangan lama-lama, yang ada Abang bawa lari kamu." tuturnya sambil mencium sisi kepala Hujan dalam.

"Makasih, Bang." ucap Hujan meleraikan pelukan keduanya.

Berbincang sejenak, Khatulistiwa memutuskan balik mengingat besok dia harus kembali berjuang bersama tumpukan kertas.

"Hati-hati. Lain kali jangan muncul kayak tadi. Aku hampir ngira yang ngetuk penjahat atau pembunuh."

Mendengar ucapan terakhir Hujan, Khatulistiwa meringis kecil.

Dia memang pembunuh, tetapi sudah tobat sejak dua jam lalu.

"Iya. Abang pulang dulu. Mimpi manis." sebelum keluar dari jendela, Khatulistiwa sempatkan menarik kepala Hujan lalu mencuri satu ciuman dari wanitanya.

Tak ayal tindakannya mendapat pelototan.

"Bye, istriku." pamitnya melempar ciuman jauh kemudian dengan gesit melewati pagar rumah Awan yang tinggi menjulang. Hujan bahkan heran, bagaimana Khatulistiwa menaikinya padahal di sekitar tidak ada pohon atau alat yang membantu pria itu naik.

Menutup jendela kamar Glen, Hujan memutuskan bergabung bersama Glen.

Hal yang tidak disadari keduanya, seseorang sudah mengamati interaksi keduanya tepat setelah Khatulistiwa keluar dari kamar melalui jendela.

Awan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana piyamanya, niat hati ingin menghirup udara malam, dirinya malah mendapati tontonan yang membuat perut serta dadanya bergemuruh.

"Cukup bagus." gumamnya berdiri menatap jendela yang sebelumnya sudah Hujan tutup.

Sepertinya aku harus menggunakan cara lain. Batin Awan lengkap dengan seringai tipis.

💍💍💍

Mulus tanpa cela.

Gimana untuk dua tokoh pria di cerita ini.

Keknya hambar banget ya kalo cerita Arrinda gak ada cowok brengseknya.

Tapi Bang Katu udah tobat demi yayang. Tinggal Awan aja nih yang masih transparan.

Untuk yg bertanya-tanya kenapa Khatulistiwa gitu, sebelumnya aku udah spill di beberapa part sebelumnya. Dari sana kalian bisa nilai, Khatulistiwa tak selurus yang kalian kira.

Next cepat?

600 vote serta kencangin komen kalian.

Bisa?

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘


(,) sebelum (.)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt