Chapter 134

667 62 0
                                    

"Ya?"

Dorothea hanya bisa menatap kosong. Terlalu takut untuk menebak apa maksudnya.

"Itu adalah rencana yang ditentang oleh Yang Mulia Carlisle. Padahal sangat penting bagi kemenangan kami."

"Ayah mengatakan bahwa ayah melanjutkan rencananya?"

"Ya. Dan dengan melibatkan Cecilia Dupret di dalamnya. Aku menciptakan kelemahan pada dirinya dengan berpikir bisa menjatuhkannya pada saat-saat genting."

Dorothea terkejut dengan keberanian ayahnya.

Namun Giles mengatakan sesuatu yang lebih membingungkan lagi.

"Dorothy. Setelah semua yang telah kulakukan untukmu, sekarang saatnya kamu menjalankan peranmu."

"Peranku? Apa maksudnya?"

"Lakukan sesuatu untuk memenangkan hati Yang Mulia Carlisle! Entah itu memanjakannya atau membantunya dalam pekerjaannya!"

Dorothea merasakan nafasnya tercekat di tenggorokan.

Dia tidak menginginkan semua itu lagi, Putri Mahkota atau Permaisuri.

Dorothea tahu betul bahwa dia tidak bisa hidup dengan tenang dan membaca buku, di tengah-tengah arena kekuasaan yang tidak berperasaan ini.

Tapi dia juga tidak bisa menolak perintah ayahnya. Pendapatnya mutlak. Tidak hanya untuknya, tapi juga untuk semua anggota keluarga Lapelt.

"Ya. Saya akan mencoba."

"Count Pervaz mungkin akan segera mati, jadi sekarang adalah kesempatanmu. Pastikan kau mendapatkannya."

"Apa? Ayah pikir Count akan mati?"

"Aku tidak tahu detailnya. Jangan memikirkan hal yang tidak perlu. Apakah kamu mengerti?"

Dorothea diam-diam terkejut ketika dia mengingat Asha, yang blak-blakan tapi entah bagaimana penuh kasih sayang.

Semakin sering bertemu dengannya, semakin Dorothea dapat memahami sifatnya yang adil, sederhana, dan jujur. Jadi, dia adalah seseorang yang lebih Dorothea sayangi daripada Carlisle.

'Menggunakan kematian seseorang seperti itu sebagai sebuah kesempatan?'

Sepertinya cita-cita dan moral yang diajarkan dalam buku tersebut sedang runtuh. Bagi Dorothea, yang satu-satunya penghiburan adalah buku, dunia terasa seperti hancur berantakan.

* * * * *

"Haa..."

Carlisle meminta Nina untuk meninggalkannya sendirian dengan Asha lagi hari ini, dia memegang tangannya erat-erat dan berkonsentrasi.

Setelah lama memejamkan mata dan berkonsentrasi, ia menghembuskan napas dengan sedikit lelah dan meletakkan tangannya di tengkuk Asha untuk memeriksa denyut nadinya.

"Lebih baik daripada sebelumnya."

Meskipun dia merasa hampa di seolah seluruh energinya telah terkuras, Carlisle tidak bisa menahan senyumnya.

Salah satu rahasia kecil tersembunyinya sebagai anak yang terlahir dengan berkah Dewa adalah dia memiliki kekuatan suci.

Dan rahasia kedua adalah kekuatan sucinya tidak terbatas pada pertempuran. Tentu saja, itu hampir tidak bisa disebut sebagai rahasia 'kedua', karena hanya sedikit orang yang tahu bahwa dia memiliki kekuatan suci.

'Mungkin tidak sebagus pendeta penyembuh, tapi setidaknya ini akan mengulur waktu sementara aku mencari pendeta penyembuh.'

The Age of Arrogance / City of Arrogance (Naver Series Novel)Where stories live. Discover now