Chapter 4

475 45 0
                                    

"Decker, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Jairo?"

"Dengan kecepatan seperti ini, mungkin sekitar seminggu? Tapi kuda-kuda kita akan lelah nantinya.... jadi paling lama sekitar sepuluh hari."

"Jaraknya cukup jauh. Syukurlah, ada banyak rumput untuk dimakan oleh seluruh kuda kita."

Asha bergumam iri sambil memandangi lapangan yang ditumbuhi rumput, tidak seperti Pervaz.

Cuaca di Pervaz mungkin dingin, tetapi jika bukan karena perang, sangat memungkinkan bisa melihat jenis tanaman hijau ini selama musim semi dan musim panas. Sayangnya, Asha belum pernah melihat Pervaz dalam kondisi seperti itu sejak dia lahir.

'Tapi sekarang perang telah usai .... bunkankah memungkinkan untuk bertani setidaknya selama dua atau tiga tahun?'

Suku lain mungkin akan menyerang dalam dua atau tiga tahun, tapi mereka bisa memiliki momen damai yang singkat untuk saling menjaga satu sama lain.

Hampir tidak ada peralatan besi yang tersisa untuk bertani, tetapi ladang telah basah oleh darah manusia dan minyak, sehingga tidak perlu membajak ladang atau menambahkan pupuk kandang. Mungkin di tahun berikutnya akan ada panen besar.

'Ladang yang penuh dengan makanan.'

Membayangkannya saja sudah membuat mulutnya berair dan dia tersenyum gembira.

Bukan hanya bayangan memanen saja yang membuatnya kegembiraan. Dia senang membayangkan orang-orang di wilayah itu bekerja dengan giat sambil tersenyum lebar di ladang.

Masyarakat Pervaz berhak mendapatkan kehidupan yang bahagia. Lebih berhak daripada orang di mana pun di Kekaisaran.

Meskipun mereka tinggal di negeri di mana kematian selalu menghantui mereka, mereka tidak melarikan diri. Tentu saja, mereka tidak punya tempat untuk melarikan diri, tapi mereka bersatu untuk melindungi Pervaz.

Baik laki-laki atau perempuan, selama mereka memiliki anggota tubuh yang utuh dan tidak ada luka, mereka memegang senjata dan berperang, dan para lansia membesarkan anak-anak bersama-sama.

Meskipun mereka pasti cemas, mereka percaya pada tuannya dan mengikuti perintahnya, dan mereka tidak membenci tuannya dalam situasi di mana setelah memenangkan perang tetapi mereka tidak memperoleh apa pun.

'Jadi aku harus ..... Aku harus kembali setelah mendapatkan sesuatu.'

Asha mengepal dan melepaskan tangannya yang terbungkus kain erat dan diam-diam menetapkan hatinya.

Dia akan melakukan apa pun untuk menjadikan Pervaz, yang ayah dan saudara laki-lakinya berusaha keras lindungi, menjadi tempat yang layak huni.

"Asha, jangan melamun dan makanlah sedikit."

Decker-lah yang menyadarkan Asha yang dari lamunan.

Dia memberikan Asha sepotong roti gandum hitam berkualitas rendah yang dicampur dengan sedikit sekam.

Di wilayah yang sedikit lebih kaya, roti diberikan ke anjing untuk dimakan, tetapi bagi Asha dan teman-temannya, itu adalah roti yang mengharukan karena mereka sudah lama tidak melihatnya.

Roti yang tidak busuk, yang bisa mereka sobek dan dimakan.

"Bukankah sebaiknya kita ..... menyimpan rotinya?"

"Ayo kita makan saat rasanya paling enak. Karena ukurannya besar ini akan menjadi beban."

Asha menerima roti itu berkat alasan yang disengaja Decker bahwa itu akan menjadi beban.

Aroma gurih gandum tercium dari roti yang baru di panggang yang dia gigit, merangsang nafsu makannya. Ia merasakan giginya yang tadinya dirusak oleh dendeng yang keras, dengan gembira menyambut tekstur lembut roti tersebut.

The Age of Arrogance / City of Arrogance (Naver Series Novel)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora