Kak Bianca dan kak Candra pun melepas pelukan mereka sambil tertawa

"Diem, deh" sahut kak Candra

"Oh ya, aku mau kenalin kalian ke adik sepupuku" ucap kak Bianca lalu memanggilku. Dengan rasa yang campur aduk, aku pun menghampiri mereka

"Ini Tyana, adik sepupuku" kata kak Bianca mengenalkanku

"Oh, jadi ini yang namanya Tyana" ucap kak Candra sambil menjabat tanganku

Kemudian, kak Bianca melempar pandangan ke Jefrico sambil mengenalkanku. Tangan dan pandangan kami pun bertemu

"Jefrico." ucapnya dengan senyum yang berhasil mengalihkan duniaku

"Tyana." balasku memperkenalkan diri, sesaat setelah terpaku olehnya.
Rasanya energi positif pemuda ini mengalir dari tangan ke seluruh tubuhku. Ia bercampur dalam darah dan melewati semua pembuluh darahku. Jantungku yang sedari tadi berdegup tanpa keteraturan tempo, kini menjadi semakin tak karuan

-

Kami duduk di kursi meja makan sambil menikmati makanan lezat buatan kak Bianca. Beberapa kali, aku mencuri pandang kearah Jefrico yang tepat ada di depanku. Sesaat, dia tampak begitu menikmati makanannya. Sesaat kemudian, dia tampak sibuk dengan smartphone nya sambil mengumbar senyum

Lidahku tak bisa membedakan rasa saat menatapnya. Semua terasa manis. Tak hanya itu, urat-urat disekitar bibirku juga mengalami keanehan. Mereka terus menerus merekahkan senyum

Jantungku juga berdegup tak menentu. Bukan karena penyakit, melainkan karena hal sepele seperti menatapnya. Tuhan, apa aku sungguh jatuh cinta? Perasaan aneh ini terus saja menerorku

Tiba-tiba, deru mesin sebuah mobil kembali terdengar. Pandangan kami terlempar kearah sumber suara. Beberapa saat kemudian, smartphone Jefrico terdengar

"Sebentar ya, tamuku sudah datang" ucapnya sambil mengangkat panggilan teleponnya dan berjalan keluar. Kami bertiga pun menatap punggungnya yang menjauh, lalu saling bertemu pandang dengan pertanyaan yang sama tentang siapa yang Jefrico maksud. Apakah orangtua nya datang? Atau mungkin kakaknya yang datang? Apa adiknya yang datang? Atau, jangan-jangan..








💚🌹🍑💚



Beberapa saat kemudian, terdengar perpaduan suara Jefrico dan seorang perempuan yang sedang berbincang. Suara itu terdengar semakin keras bersaman dengan langkah kaki yang juga semakin mendekat

Sesaat kemudian, Jefrico muncul dengan wajah penuh kebahagiaan. Di belakangnya, berdiri seorang perempuan yang tak asing bagiku. Aku pernah melihatnya disalah satu stasiun TV yang kala itu dia diundang menjadi tamu dengan berbincang tentang dunia modeling nya, Roseanne Alatta.

Dia terlihat menarik dengan sweater dan rok pendek berwarna maroon. Rambut pirang panjangnya tergerai indah. Ia tersenyum dan menyapa kami. Dengan gembira kak Bianca dan kak Candra menyapanya. Sementara aku, diam membeku

-

"Jadi, Jef?" tanya kak Bianca pada Jefrico

"Yaa,, gituu." jawabnya sambil tersenyum malu-malu

"Terus, udah resmi, nih?" tanya kak Candra yang membuat jantungku berdegup kencang menantikan jawaban dari pemuda yang duduk di depanku ini

Jefrico dan model itu bertatapan lalu tertawa malu-malu. Wajah mereka mengisyaratkan sesuatu yang sangat aku benci

"Kan, kita menang, jadi yaa.. Udahlah" jawab Jefrico agak rancu

Hatiku terhantam mendengarnya. Langit dunia romansa yang awalnya cerah dengan hangatnya sinar sang surya, kini berubah menjadi tempat berkumpulnya awan yang membawa kegelapan

Kilat dan petir kejar-mengejar, tanah yang kupijaki mendadak terbelah. Tubuhku pun jatuh di dalamnya. Banjir bandang menangkap dan menghanyutkanku. Setelah itu, semuanya kosong

Aku melempar tatapan kearah sendok dan garpu yang terdiam di genggaman erat tanganku. Mata yang awalnya tak bisa lepas dari senyumnya, kini tak sanggup melihatnya. Hatiku hancur. Air mataku terjatuh, ikut membumbui nasi dan ayam panggang di piringku. Bukan karena bawang, melainkan rasa sakit yang mendadak datang

Tak ingin orang lain mengetahui perasaanku, aku pun pergi meninggalkan meja makan. Kak Bianca memanggilku beberapa kali. Tanpa jawaban apapun, aku terus melangkah menaiki tangga lalu masuk dan mengurung diri dikamar

"Tya, Tyana.." panggil kak Bianca sambil mengetuk pintu kamarku

Aku mengatur napas agar suara isak tangis ini tak terdengar. Setelah sedikit teratur, aku pun menjawab panggilan kak Bianca

"Mama telepon, kak"

"Terus kenapa harus kunci kamar?" tanya kak Bianca

Aku terdiam sebentar memikirkan jawaban yang tepat

"Katanya, mama mau bilang sesuatu yang penting. Jadi, aku kunci kamar nya" jawabku setelah beberapa saat

"Oh, tapi kamu baik-baik aja, kan? Kamu nggak bohong, kan?" kak Bianca kembali memberikan pertanyaan yang sulit

"Iya," jawabku dengan penuh keterpaksaan

"Ya udah, nanti kalau udah selesai turun, ya" ucap kak Bianca lalu pergi

Aku berjalan menjauhi pintu, lalu duduk di kursi meja rias. Aku menatap wajah menyedihkan ini. Satu jam yang lalu, aku duduk disini dengan senyum yang terus menerus mengembang

Sekarang, air mata membasahi wajahku dan menghapus senyuman itu. Kurang dari empat jam aku merasakan indahnya cinta dengan khayalan dunia romansa yang penuh dengan rasa bahagia

Kurang dari empat jam rasa itu singgah dan mengalirkan rona diseluruh pembuluh darah. Kurang dari empat jam khayalan itu mengiangkan suatu cerita fiksi tentang kemungkinan yang bukan lagi menjadikan aku dan kamu, melainkan kita. Semua lenyap

Ya, keberuntungan tidak lagi berpihak kepadaku. Laju udara hanya sejenak membawa sejuk, tanpa kutahu badai pasir telah menunggu. Aku sudah terlanjur terbuai, dan keterkejutan memakuku tanpa memberi kesempatan untuk menghindar

Menyumbat semua indra, dan meninggalkanku dalam keadaan tanpa daya. Lalu apa? Dari sisa bagian pupil yang masih bercelah, terpampang wajahmu dan dia yang merekah. Air mataku tiada bisa mengalir, dan dalam sekejap, pandanganku tertutup rapat

Aku dan kau? Suatu keinginan yang mungkin selamanya menetap dalam angan, dan berhenti pada sebuah kata akan. Tentang seperti apa bagian selanjutnya, hanya waktu dalam rangkaian fenomena yang punya kuasa





.
.
.
.
TBC
.
.
.
.





Jangan lupa vote & komen 🖤

See you next chapter ♡
.
Jaljaeyong 👋🏻

With You [JaeYong | GS] ✅Donde viven las historias. Descúbrelo ahora