Eight : {Wich one Grandma?}

106 6 0
                                    

Aurellin's POV

Tok tok tok.

Hhh, Rebecca ada apaan lagi?

Tumben ketok pintu? Habis ketabrak becak motornya siapa ya Rebecca, kayaknya kudu musti berterimakasih sama tukang becak motornya.

"Masuk. Gak dikunci" ucapku dengan malas dan memutar bola mata malas. Duh, aku bener bener males.

"Lyn," panggilnya.

Suaranya Re, agak aneh. Kayak gimana gitu. Kecowok cowok'an suaranya.

"Hm?" Tanyaku masih dengan berkutat dengan Game di laptopku.

"Maafin Daddy ya nak." Ucapnya. Lalu mengelus kepalaku sayang.

Nah? Daddy? Berati bukan Rebecca?.

Reflek aku menoleh Dan mendapati papa sudah duduk di pinggiran kasurku.

"Iya Dad. Lagi pula bener mom. Aku emang udah keterlaluan kok. Relin juga salah" ucapku masih dengan menatap layar laptopku.

"Kalo gitu baikan?" Tanya Dad sambil mengacungkan jari kelingkingnya,

Pingky promise.

"Iya baikan." Ucapku dengan senyum canggung dan mengaitkan tanganku ke jari kelingking Dady.

Dejavu. Kapan aku pernah kayak gini ya? Rasanya kok pernah beginian.

Otakku masih berpikir dengan sendirinya. Aku pengen nanya sama Daddy. Olyn itu siapa? Kok namanya mirip sama anak kecil yang dimimpiku waktu itu ya?

Tapi, apa dad bakalan nerima pertanyaan ambigu-Ku ini?.

Rasanya aku ragu.

"Dad" panggilku tanpa menoleh padanya, mencoba menetralisir rasa gugupku dengan masih menatap ke layar laptop.

"Lyn" panggil Dad bersamaan denganku waktu aku memanggilnya,

"Dad duluan" ucapku lalu tersenyum menatapnya.

Dad tersenyum kearahku, senyumnya manis. Meskipun dad udah kepala empat, tapi bekas kegantengannya dulu masih nyisa banyak di mukanya. Lah, aku malah jadi promosi Daddy ya?

"Gimana lombanya nak?" Tanyanya padaku, dia kembali mengampiriku yang duduk di kursi belajar dan mengelus rambutku lagi.

"Puji tuhan. Dapet juara Dad" ucapku dengan senyum menerkah.

"Oh iya? Hebat dong anak Dad." Ucapnya lalu kembali duduk di pinggiran kasurku.

Aku berjalan mengikutinya. Aku duduk disampingnya, tepat disampingnya.

"Iyaa, sayang deh Dad gaada disana. Padahal pengenya lagunya buat Dad. Tapi Dad gaada" ucapku lalu tersenyum kecut dan menatap mata kakiku. Aku menggerak gerakkannya kesana dan kemari. Aku takut, takut kalo Dad marah lagi.

"Maafin Dad yaa, Lain kali kalo ada Lomba lagi bilangnya jauh jauh hari, biar Dad bisa cancle meetingnya Dad" ucapnya pelan.

"Dad, boleh gak Relin tiduran. Pusing Dad." Ucapku memelas.

"Iyaa sini sini sayang" ucapnya lalu menepuk pelan pahanya.

"Kamu sudah minum air putih yang banyak?" Tanya Dad sedikit dengan nada cemas.

"Iya, nanti." Ucapku dengan menatap muka Dady Ku yang tersenyum menatapku, meski tak dipungkiri ada sorot kekhawatiran di matanya.

"Kok nanti, sekarang aja." Ucapnya dengan nada sedikit memerintah.

"Nanti Dad. Jarang jarang Relin bisa manja sama Dad kayak gini" ucapku lalu tertawa lembut.

"Dasar kamu yaa" ucapnya lalu menarik hidungku yang labil dengan lembut. maksudku hidungku yang nggak terlalu pesek dan terlalu mancung. Jadi, itu yang aku sebut labil.

Im Yours (On Editing)Where stories live. Discover now