Bab 9

2.6K 364 29
                                    

Selesai makan siang, Diandra ingin segera pulang tapi Lestari menahannya. Demi menghormati orang tua yang baik hati itu, ia menurut. Tinggal lebih lama di rumah mertua yang sama sekali tidak menyukainya. Tidak masalah untuknya kalau harus dibenci Merry dan dua anak gadisnya, tapi sekarang ada Gema dan ia merasa sendirian serta sengsara. Bagaimana tidak, setiap perkataan yang keluar dari bibire mereka berniat untuk menjatuhkannya. Dari mulai menyindir soal fisik, sampai soal uang. Mereka menganggapnya tidak punya kecantikan sekaligus kekayaan untuk dibanggakan.

Gema menyudutkannya di dekat meja makan saat ia baru saja menidurkan Keyano di kamar Lestari dan hendak ke dapur untuk mengambil minum.

"Lo pasti takut karena Kak Tommy ada niat buat ke USA."

"Kenapa aku harus takut?" jawab Diandra sambil lalu.

"Dia mau cari mantan kekasih tercintanya. Lo nggak tahu kalau mereka udah bersama bertahun-tahun!"

"Terus, apa masalahnya?" Diandra mengambil air dari kulkas dan hendak berlalu saat Gema menghalangi langkahnya. "Lo pura-pura polos atau emang bodoh beneran? Bayi yang sekarang lo asuh itu, anak mereka bukan? Ngaku lo!"

Membuka tutup botol, Diandra meneguk langsung. Menghadapi Gema harus dalam posisi siap tempur dan tidak boleh kurang minum. Kalau tidak, ia pasti dehidrasi. Tipe-tipe perempuan seperti Gema tidak akan puas hanya dengan satu jawaban pendek. Terlalu berlebihan menjawab pun salah. Menatap gadis dengan pakaian yang sedikit terbuka itu, ia mengangkat bahu.

"Aku nggak peduli hubungan mereka dulu seperti apa. Kalau memang suamimu masih mencintai kekasihnya, nggak masalah kalau dia pergi mencarinya."

"Hah, lo nggak cemburu?"

"Buat apa? Memangnya yang bisa cari gebetan hanya laki-laki? Sorry to say, tapi kalau suamiku selingkuh, aku akan melakukan hal yang sama."

Gema terbelalak. "Bitch!"

"Yes, i'm!" jawab Diandra cepat. Lalu menambahkan dengan senyum terkembang. "tapi setidaknya aku nggak akan nangis di kaki laki-laki hanya untuk memohon cinta. Ngapain capek-capek ngejar orang yang jelas-jelas hatinya bukan buat kita. Saranku, kamu mulai mikirin itu Gema. Jangan bertengkar denganku hanya karena Tommy, karena aku tidak akan melakukan apa pun untuk laki-laki yang tidak mencintaiku!"

"Oh, lo ngaku kalau Kak Tommy nggak cinta sama lo?"

Diandra memutar bola mata, cukup kesal dengan pikiran Gema yang menurutnya sangat lambat. Tidak mengerti harus menjelaskan seperti apa agar gadis di depannya mengerti.

"Terserah apa katamu, tapi sekali lagi aku tekankan, kalau aku nggak akan berebut laki-laki dengan perempuan. Kecuali, laki-laki itu cinta mati sama aku, tapi perempuannya ngeyel, itu aku akan berjuang juga sampai mati. Tapi, kalau dari awal laki-laki nggak ada effort, nggak kelihatan suka sama kita, ngapain cob akita repot-repot berjuang. Kayak di dunia cuma ada satu laki-laki aja, cih!"

Meninggalkan Gema yang berdiri bingung, Diandra kembali ke kamar Lestari. Tidak menyadari kalau perkataannya didengar oleh seseorang yang berada di balik pintu dapur. Tommy tidak sengaja mendengar percakapan antara istrinya dan Gema. Ia menghisap rokok dengan pikiran carut marut. Tidak merasa nyaman hanya karena Diandra mengatakan yang sebenarnya.

Istrinya akan selingkuh kalau ia selingkuh. Diandra tidak akan berjuang untuknya kalau dirinya memang tidak bisa diharapkan. Tidak akan memberikan hati pada laki-laki yang mendua. Begitu tegas setiap perkataan yang terucap, membuat Tommy bertanya-tanya. Kenapa Diandra biasa berubah sikap? Apakah selama ini perempuan itu menyembunyikan jati diri demi pernikahan? Dan bisa dikatakan, ia menghancurkannya. Menyesap rokok sampai habis, pikiran Tommy tertuju pada Reena yang cantik dan molek, lalu pada Diandra yang terlihat lembut tapi ternyata berhati keras.

paper CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang