IS IT FINE (?) pt 2

Start from the beginning
                                    

Seokjin adalah manusia bodoh. Mengapa bodoh? Karena terlalu naif jika kita mengatakan ia polos . Jika pria lain pasti akan langsung sadar bahwa gadis cantik yang selalu bersama sahabatnya itu sangat menyukainya. Tapi Seokjin terlalu bodoh untuk mengakui perasaan itu.

"Kenapa Jin?"

Melihat Seokjin yang seperti ragu-ragu, Namjoon segera menegur.

"Oh, enggak."

"Ayo Jin, keburu malam."

Seokjin hanya dapat mengangguk pasrah. Dengan malas ia mulai membaca materi yang telah digarap rapi oleh Namjoon. Tentu saja ia berusaha abai dengan atensi gadis di sampingnya yang selalu berusaha mencari-cari perhatian Seokjin.

Ia mencoba membaca secepat mungkin tanpa melewatkan satu kata pun. Jantungnya sudah berdebar tak karuan. Belum lagi ponselnya mati. Ia jadi tak bisa menghubungi Jungkook. Apa istrinya itu akan menunggunya untuk makan malam? Ataukah Jungkook akan marah karena ia datang terlambat? Atau apa?? Seokjin tak tau... ia hanya berandai-andai. Pikirannya kacau dan tiap materi serasa tak mau memasuki otaknya.

Dua jam sudah Namjoon menyampaikan isi dari materi dan meminta pendapat tentang bagaimana finishing yang harus digarap agar makalah mereka menjadi sempurna. Dengan sisa-sisa kepandaian yang ia punya, Seokjin akhirnya menemukan satu titik pusat yang dapat menjadi pemecah masalah disana. Namjoon pun terlihat puas dengan jawaban yang Seokjin berikan. Segera ia memainkan jarinya di atas huruf-huruf yang berjejer. Mengetikkan kata demi kata sesuai yang Seokjin sampaikan. Dan selesai.

Masih pukul delapan malam. Pikir Seokjin belum terlambat untuk makan malam namun sesuatu yang buruk terjadi. Saat berjalan meninggalkan perpustakaan, tiba-tiba saja tubuh Jennie melemas. Wajahnya pucat pasi. Hal itu tentu tak disadari oleh kedua pria yang sudah dua jam lebih ini bersama dengannya. Sebelum tubuhnya ambruk, Namjoon dengan sigap menopang dengan lengan kanannya.

'Oh Tuhan, apalagi ini?'

Dikarenakan Namjoon tak bisa mengendarai mobil, ia meminta tolong Seokjin untuk mengantarkan ia dan sepupunya pulang. Rumahnya tak jauh dari universitas namun berlawanan arah dengan kedai milik Yoongi. Tentu hal itu membuat Seokjin luar biasa menahan amarahnya. Tapi ia tak cukup punya nyali untuk mengeluarkan emosi dalam dirinya. Ia memang penipu kelas kakap. Ketenangannya berhasil menipu siapapun yang berada di dekatnya sehingga membuat siapapun mengira bahwa ia tak masalah dengan apapun itu.

















*
*
*
"Kemana sih kak Seokjin?"

"Aku juga gak tau Mini. Ponselnya mati, aku jadi khawatir."

Melihat keringat dingin keluar dari pelipis sahabatnya membuat Jimin panik. Jungkook pasti sangat khawatir dengan Seokjin.

"Mungkin dia masih ada urusan di kampus Kook. Kita makan dulu aja yuk. Kasihan dedeknya kalau kamu gak makan."

"Mau nungguin kakak dulu aja."

"Enggak. Gak boleh! Harus makan sekarang! Kak Seokjin pasti marah deh nanti kalau tau kamu makannya nungguin dia. Makan ya..?"

Benar juga. Seokjin pasti marah jika mengetahui bahwa Jungkook telat makan hanya karena menunggunya. Seokjin pernah bilang kalau, 'Kamu dan baby harus jadi yang pertama. Baru nanti mikirin aku.'

Jungkook makan dengan tak tenang. Seharusnya Seokjin menghubunginya bukan? Apa ponselnya mati karena kehabisan baterai? Ya, pasti karena itu. Seokjinnya pasti baik-baik saja.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Jungkook merasa lelah. Dari pukul lima sore sudah ia duduk di bangku dengan alas bantal yang amat tipis. Ia lihat kakinya mulai membengkak sebab terlalu lama menggantung. Akhirnya ia meminta ijin pada Jimin untuk memakai kamar milik pegawai untuk merebahkan tubuhnya sebentar. Tentu saja hal itu ditolak mentah oleh Jimin. Ia membawa Jungkook untuk pergi ke kamar-nya. Memang benar ada dua kamar bersebelahan di lantai atas. Satu adalah kamar yang disediakan khusus untuk pegawai. Sementara satu lagi untuknya dan Yoongi beristirahat.

Jimin menuntun Jungkook berjalan perlahan menaiki tangga yang tak seberapa tinggi. Setelahnya ia memastikan Jungkook nyaman merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk.

"Aku tinggal ke bawah dulu gak apa kan? Aku mau lihat kak Yoongi dulu."

"Boleh. Maaf ya Mini, aku udah ngerepotin."

"Jangan ngomong kayak gitu Kook. Aku malah seneng bisa ketemu lama sama kamu hari ini. Udah kamu istirahat aja. Nanti kalau suamimu sampai, aku suruh langsung kesini aja ya."

"Huum."

Jungkook menyamankan tubuhnya dan tanpa terasa ia tertidur disana.
















*
*
*
"Thanks ya Jin udah mau anterin aku pulang."

"Sama-sama Joon."

"Bisa tolong tunggu disini bentar gak? Aku mau telepon dokter."

"Iya."

Selama Namjoon berada di ruangan lain, Seokjin menggigit bibir bawahnya dengan keras. Perasaanya sungguh tak nyaman namun ia tak punya nyali untuk mengungkapkan pada siapapun. Jungkook, hanya Jungkook yang akan mengerti keadaannya yang seperti ini. Karena itulah Seokjin sangat ketergantungan dengan Jungkook. Begitupun sebaliknya.

Entah mengapa waktu terasa berjalan begitu lambat. Namjoon yang tak kunjung kembali, membuat Seokjin semakin resah. Samar ia dengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Senyum seakan tak dapat Seokjin sembunyikan karena ia pikir Namjoon selesai dengan urusannya yang itu berarti akan cepat pula ia mendapatkan kesempatan untuk segera pergi.

Namun senyum itu seketika sirna saat langkah kaki yang ia nanti ternyata adalah langkah kaki dari gadis yang sebelumnya tak sadarkan diri dan membuat Seokjin berada di rumah ini sekarang. Wajahnya masih pucat. Namun ia terlihat memaksakan diri untuk berjalan dan mencari keberadaan sang kakak.

"Kak Namjoon~ "

"Je!"

Seokjin yang khawatir segera menghampiri gadis tersebut.

"Kak, Je mual."

Terlihat Jennie seperti menahan keinginannya untuk memuntahkan isi dalam perutnya.

"Muntahin!"

Secara spontan Seokjin meminta Jennie segera memuntahkan apapun yang ingin ia muntahkan. Seringkali Seokjin menghadapi Jungkook yang seperti ini sehingga tak tau dorongan darimana membuat Seokjin mengucapkan sepatah kata yang berhasil membuat Jennie segera memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya ke arah manapun ia tak peduli. Meskipun harus mengenai kemeja biru laut yang masih bersih dan rapi sebab Jungkook mencuci dan menyeterikanya dengan benar.

Huekkkk~ huekkk ~~

Tak merasa jijik atau bagaimana, Seokjin malah dengan sengaja mengarahkan telapak tangannya ke mulut gadis yang kini semakin erat memeluknya seperti yang pernah ia lakukan pada Jungkooknya dahulu.

"Jin, Je. Astaga. Jin sorry adek aku jadi muntah di kamu."

"Gak apa Joon. Kamu udah telepon dokternya?"

"Udah Jin, bentar lagi dokter kesini. Oh ya Jin tolong bawa adek aku duduk dulu. Aku ambilin baju ganti buat kamu."

Namjoon terlihat berlari menuju lantai dua sementara Seokjin berusaha menopang tubuh Jennie untuk ia bawa duduk di sofa yang tak jauh dari tempatnya berdiri.


























-tbc-

🐺 : Mau dihujat sama kalian 👀👀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🐺 : Mau dihujat sama kalian 👀👀 . Kangen dihujat habis2an sama kalian 👀👀 . Ayo hujat Seokjin 👀👀👀.

Stay With You ✅️Where stories live. Discover now