Part 25

11.7K 951 50
                                    

Pesta pertunangan Mark dan Haechan tinggal menghitung hari. Selama itu belum ada sedikit pun info tentang Chenle di dapatkan.

Persiapan pesta sudah matang, power Mama dan Bunda punya kenalan dimana-mana. Sekedar telfon langsung disediakan. Mark dan Haechan hanya menyiapkan diri saja.

Makin-makin jengkel pula Haechan. Rasanya bukan dia yang akan bertunangan, karena tidak ada sama sekali pendapatnya disitu. Pasrah, tapi dalam hati Haechan sudah berencana tidak akan membiarkan perjodohan ini menginjak ke jenjang pernikahan.

Intensitas Mark dan Haechan bertemu juga meningkat. Entahlah, semua sepertinya sudah diatur oleh Bunda dan Mama. Padahal tidak ada obrolan lain dari keduanya, kecuali tentang Chenle. Jika Haechan amati, sepertinya Mark fine-fine saja menjalaninya. Apa cuma dia yang uring-uringan?

"Kak, lu gamau nyoba gagalin tunangan ini kah? Bawa pacar pura-pura lah atau gimana gitu?" tanya Haechan di suatu hari, diminta untuk menemani makan siang Mark di cafe milik Haechan.

Eh apa itu, kenapa ada pandangan sinis dari Mark? batin Haechan kebingungan.

"Semua udah telat Chan." jawab Mark datar.

"Nggak ada yang telat Kak. Ah! Apa lu punya crush? Gue bantu deh. Yakin sih, seorang Mark Lee gabakal ditolak kalau ia ngajak nikah gebetannya."

"Kenapa nggak lu aja yang ngelakuin itu?!" Mark balik pertanyaannya, tanpa sadar membanting sumpit karena selera makannya mendadak hilang.

Terjengit Haechan, matanya mengerjap cepat berkali-kali.

"Oh iya ya, gue bisa cari di bf.rent gituu." gumam Haechan, mengusap dagunya berfikir.

Kesabaran Mark sudah benar-benar habis.

"Gue ga habis fikir sama lu. Seniat itu ya, mau bikin Bunda sama Mama kecewa?! Ga punya hati" sinis Mark, menancap ke hati Haechan.

"Nggak punya hati? Haha haha hahahahaha... nggak salah lu tanya itu ke gue Kak? Gue lebih kecewa juga disini. Siapa? Siapa yang suka dijodohin sama orang yang cinta sama gue aja nggak. Pernah nggak lu, Bunda, Mama sama semua deh. Mikirin soal pendapat gue? Ngelibatin gue untuk persiapan pesta ini aja nggak. Gue muak Kak!" balas Haechan penuh tekanan.

Mark gelagapan, salah bicara.

"Chan, maksud gue---"

"Udah Kak, gue capek banget." dengus Haechan, beranjak dari meja makan Mark dan masuk ke ruangannya sendiri.

Meninggalkan Mark yang terdiam kaku di meja. Sedangkan Haechan di ruangannya merutuki diri sendiri. Menelungkupkan kepalanya di meja, bersembunyi di balik lengannya.

Keduanya sama-sama merasa bersalah. Mark merasa bersalah sudah menuduh yang tidak-tidak, jika Haechan berfikir jika ia capek pasti Mark lebih capek.

Lalu bagaimana lagi, tidak ada solusi aman untuk mengakhiri perjodohan ini selain salah satunya nekat kabur atau memiliki pasangan. Tapi baik Mark dan Haechan masih waras. Ucapan Mark benar, keduanya tak sampai hati jika menyakiti dan mengecewakan Bunda dan Mama.

.
.
.

Perselisihan itu menjauhkan keduanya, Mark tak henti-henti menghubunginya. Maka makin getol juga Haechan menjauh, mencari alasan agar tak ada kesempatan bertatap muka. Haechan tidak siap, malu menemui Mark.

Terpaksa Mark memakai cara kotor, memanfaatkan Bunda dan Mama supaya menghadirkan Haechan ke rumah. Beralasan mengambil tuxedo, Haechan berhasil masuk ke perangkap dan Mark segera menahannya. Tanpa tedeng aling, membawa ke kamarnya juga.

"Kak?"

"Dengerin dulu, gue minta maaf banget sama ucapan gue waktu itu." potong Mark, memegang kedua bahu Haechan.

ReinkarnasiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu