Part 2

18.3K 1.4K 51
                                    

"Hiks... Daddy Mommy.."

Mark dan Haechan ditempat serentak terbelalak. Berbagai ekspresi dan seruan terkejut mulai melingkupi lapangan waktu itu. Kepala Sekolah yang merasa suasana makin tidak kondusif pun segera mengambil tindakan.

"Cek cek... Perhatian semuanya, khusus hari ini upacara kami selesaikan tanpa penutupan, dimohon untuk wali kelas mengkondisikan murid-muridnya ke dalam kelas dibantu oleh semua anggota OSIS." ucap Kepala Sekolah lewat mic lain yang diberikan oleh maintenance.

Semua pun berhamburan menuju kelas masing-masing, meninggalkan rasa penasaran tinggi bagaimana kelanjutan drama Chenle. Sedangkan Mark dan Haechan sudah berancang-ancang mundur, tetapi kalah cepat dengan Chenle yang meraih satu tangan keduanya dalam genggamannya.

"Hiks hiks jangan pergi.."

Salah seorang Guru BK pun sigap menghampiri ketiga murid yang masih bertahan di podium.

"Lepasin ya, Nak." ujarnya lembut kepada Chenle.

Namun dari awal Chenle sudah tidak memperdulikan apapun. Ia hanya fokus dengan Mark dan Haechan, yang berparas sangat mirip dengan mendiang kedua orang tuanya.

Dalam otak dan hatinya hanya kedua orang ini harus bersamanya, ia tidak ingin kehilangan lagi.

Gelengan kuat Chenle berikan, saat Mark dan Haechan menarik tangannya dari genggaman. Hatinya sakit, timbul rasa sedih yang mendorong Chenle untuk mengeluarkan tangisan.

"Jangan kumohon, jangan menolakku Dad-Mom... Huhuhu..."

Mendengar sesenggukan itu Mark dan Haechan menjari iba, tapi mereka juga risih. Lagian manusia mana yang akan iya-iya aja jika mendadak dipanggil Daddy dan Mommy padahal nikah aja belum.

Sebuah kode mata Guru BK lemparkan pada Mark dan Haechan. Tanda jika keduanya menuruti saja apa keinginan Chenle.

"Nggak kok nggak, Kak Mark dan Kak Haechan nggak akan menolak Chenle. Tetapi Chenle harus ikut Bu Rani dulu ya." bujuk Guru BK itu, sambil mengelus lembut punggung Chenle.

Chenle hanya menggeleng lagi, lalu tubuhnya bergetar dan genggamannya mengerat.

"Ti-tidak mau hiks... Daddy Mommy nanti pergi."

Wajah Chenle kian nampak memucat, reaksinya sama seperti orang ketakutan luar biasa. Peka, timbul rasa khawatir dalam diri Mark.

"Tenanglah. Kau jadi susah nafas kan." ucap Mark berusaha menenangkan, meski rasa kakunya sangat terasa.

Haechan terperangah menonton pemandangan langka yang dilakukan Mark.

"Haha. Yang bener aja lu Mark." ejek Haechan.

Pandangan sinis Mark lempar pada Haechan. Lalu pandangannya beralih kembali ke Chenle, yang bagi Mark seperti anakan kucing yang menatap interaksi Indukannya. Mark mengutuk batinnya.

"Turuti kata Bu Rani ya. Ga enak kalau kita ngobrol disini, malah jadi tontonan." sikap tenang dan wibawa inilah, yang menjadi alasan Mark kenapa ditunjuk sebagai Ketua.

Chenle mengerjap satu kali, isakannya masih ada.

"Sama Daddy dan Mommy?"

Haechan mendengus, "Dek, kita tuh bukan----"

Tangan kanan Mark lekas menutup mulut Haechan, karena dirinya tahu ucapan pedas akan keluar dari mulut neraka tersebut. Jika tidak dalam posisi sesensitif ini, Mark akan membiarkannya seperti biasa.

Semua itu tak luput dari pandangan Chenle.

"Mpphhh mmpphhh..." Haechan memberontak, ingin melepas bekapan Mark tapi tidak berhasil.

ReinkarnasiWhere stories live. Discover now