7# SPLASH; Perkelahian Rizal dan Elang

0 0 0
                                    

Kala mendengar kabar dari temannya, Rizal melupakan tujuan awal berada di tepian lapang.

Ia lebih mengutamakan berbalik badan, bergegas lari mengekori sang pelapor yang sudah lebih dulu terbirit ke arah kebun belakang sekolah.

Satu-satunya hal baik mengenai lelaki itu memang sikap setia kawan. Rizal tak pernah meninggalkan orang yang ia anggap teman.

Usai bebas dari Rizal, rasa penasaran justru mendorong Arief, Lea, Sarah dan Winda untuk turut serta menyusul Rizal. Mereka berempat pun akhirnya berbondong menuju tempat yang dimaksud teman Rizal tadi.

Terang sekali ada keributan di kebun belakang sekolah, terbukti dengan adanya kerumunan siswa-siswi di sana.

Sebagian besar bersorak bak sedang menonton pertandingan gulat, jadi suporter sejati tanpa mengganggu alur adu jotos.

Sementara beberapa di antaranya berupaya melerai dua orang yang saling baku hantam menggunakan tangan kosong di atas lahan berumput kekuningan. Siapa lagi kalau bukan Elang dan Bobi.

Ada pula beberapa oknum saling mengumpulkan uang. Aji mumpung, bak menyaksikan pertandingan dua jagoan, mereka malah mencari keuntungan dengan bertaruh tentang siapa yang akan tumbang lebih dulu.

Beberapa lelaki berwajah tegas berhias atribut Pengurus OSIS pada seragam datang menerobos kerumunan.

Kewibawaan OSIS jelas terpancar walau hanya dari langkah kaki mereka. Terbukti, ketika sadar ada Pengurus OSIS datang, beberapa orang yang tadinya bersorak mendadak diam.

Ditambah siswa-siswa teladan itu kini tengah berupaya membubarkan kerumunan terlebih dahulu. Jangan sampai perkelahian dua orang itu berlanjut dijadikan judi sabung menilik betapa antusias mereka saat bersorak.

Berseberangan dengan Pengurus OSIS, Rizal yang baru tiba tanpa aba-aba langsung menarik seragam Elang dari belakang dan tak segan menghadiahkan pukulan telak ke wajah si lawan.

Membuat lelaki jangkung itu terhempas seketika karena mendapat serangan tak terduga. Sedang siswa lain yang sudah babak belur sempoyongan menghampiri Rizal, bersembunyi di balik punggung kawan sesama perusuhnya tersebut.

“Berani-beraninya lo ngusik temen gua!” Rizal menodongkan telunjuk ke wajah Elang yang masih duduk di tanah dengan wajah telah berhias beberapa memar.

Orang yang ditunjuk mengelap darah dari ujung bibir, akibat ulah Rizal barusan. Ia angkat dagu penuh keangkuhan, sorot mata tajam tanpa rasa takut ia layangkan sebagai ancaman.

Dadanya terengah, tampak berat saat bernapas. Namun, ketika tubuh limbung itu bangkit kembali, ia terkekeh seram meremehkan Rizal.

“Lo pikir gua gak berani? Heh! Cuman hadapi kecoak gudang kayak kalian, gak perlu pake nyali gede kali.”

Tak berniat memberi jeda terlalu banyak, ia langsung menyongsong Rizal dengan kepalan tangan, berniat membalas pukulan Rizal.

Begitu juga Rizal di sana yang sudah siap melayangkan pukulan kedua untuk Elang. Dua orang penuh amarah itu saling melempar tatapan tajam nan beringas.

Lupa umur dan tempat, kalau mereka hanya dua bocah ingusan di sekolah. Suasana kembali riuh, lembaran uang bergilir kembali. Dua orang itu dipertaruhkan dengan nilai jauh lebih besar ketimbang tadi.

Sebelum keduanya bentrok, para pengurus OSIS bergegas maju menarik Elang dan Rizal bersamaan agar saling menjauh. Mereka tahu dua orang itu musuh bebuyutan, dan bisa jadi masalah besar kalau terus dibiarkan.

“Udah cukup, Lang.” Seorang siswa—dengan handband biru putih khas Pengurus OSIS—berkulit putih terang berkata dengan nada terlampau halus seraya memegangi pergelangan tangan Elang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untaian Melodi Hujan: DOWNBEATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang