2. The Anchor

3 2 0
                                    

Bell pulang sekolah telah berbunyi dua jam yang lalu, namun aku tidak bisa segera pulang. Hujan turun dengan lebat membahasai seluruh area sekolah. Aku hanya menghela nafas kasar berdiri di pelataran sekolah yang kini sudah sepi. Hanya satpam yang berjaga di posnya, aku bersyukur tidak benar-benar sendirian.

Sudah kupesan taksi online berkali-kali melaui ponselku, namun tak ada yang menerima. Orang tuaku sedang di luar kota, mana mungkin aku minta mereka menjemputku sekarang. Alicia sudah pulang sejak isitirahat kedua, dia kurang enak badan. Aku melihat jam tanganku yang sudah menunjukan pukul 6:15.

"Sampai kapan mau kau mau berdiri di sini?" Seorang lelaki dengan sweater hitam yang membalut tubuhnya menghampiriku.

Aku terkejut, spontan mendorong tubuhnya menjauh dariku.

"Jacob!?" Ucapku ketika sudah mengenali wajahnya.

Dia tersenyum. "Maaf."

"Kenapa kau masih di sini?" Tanyaku.

"Aku hanya berlatih piano di ruang musik. Aku tak sadar sudah sesore ini. Mau ikut denganku? Aku bawa motor hari ini. Daripada kau di sini hingga larut malam." Tawarnya sambil mengeluarkan kunci motor dari ranselnya.

Sebenarnya aku ragu. Namun setelah mendengar kalimat terakhirnya, aku segera mengiyakan tawarannya.

Aku mengeluarkan sweater coklat dari ranselku dan kami segera meninggalkan sekolah.

Perjalanan kami dihiasi dengan petir dan kilat yang selalu terdengar. Aku mengarahkan Jacob menuju rumahku. Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya kami sampai.

Kami turun dari motor dan aku segera merogoh tas ranselku, mencari kunci pagar dan kunci rumahku.

Sialan, aku tak menemukannya.

"Coba cari di sakumu." Ucap Jacob yang menyadari hal itu.

Aku merogoh saku baju dan rok sekolahku, namun nihil, tak ada dimana pun. Aku mencoba mengingat dimana aku meletakan benda berharga itu.

"Ah sangat bodoh, aku meninggalkannya di bawah laci!"

"Kau ada kunci serep yang mungkin kau letakan di sekitar rumahmu?" Tanya Jacob.

Aku menggeleng.

Jacob menghela nafas. "Sekolah sudah pasti tutup sekarang, penjaga sekolah  tidak akan membukakan gerbang atau mungkin dia sudah pulang, aku yakin itu."

"Lalu nasibku bagaimana?" Aku berdecak frustasi.

"Bagaimana dengan rumah keluargamu yang lain? Mungkin paman atau bibimu tinggal di sekitar sini?" Usul Jacob.

"Tidak ada, keluargaku yang lainnya tinggal di luar kota. Apa aku menginap di Rumah Alicia saja ya?" Dia pasti membolehkanku menginap semalam, pikirku.

"Yang benar saja. Alicia 'kan sedang tidak di rumah."

"Maksudmu?! Kau tahu dari mana?" Aku melototkan mataku pada Jacob.

"Dia sekarang sedang bekerja, bermain biola di the Anchor, club kecil di Palm street." Jelas Jacob.

"The Anchor? Palm Street? Aku tidak pernah dengar. Kau membohongiku? Kenapa dia tidak pernah bilang padaku?"

Aku tau Alicia pandai bermain biola sejak kecil, tapi aku tidak pernah tau dia bermain biola di club, apalagi ayahnya tak pernah setuju jika Alicia bermain biola. Club macam apa yang menampilkan permainan biola? Segelintir pertanyaan menghiasi benakku.

"I can take you there." Ucap Jacob, seakan ingin membuktikan perkataannya.

"Aku tidak mau ke club-club seperti itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELEANOR BREENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang