Detik Menyeret Luka

2.5K 123 2
                                    

Rangkaian harapan terus terpati, detik dan menit berlomba-lomba menggapai waktu, meninggalkan masa lalu tak kan pernah kembali.

Kebaikan dan kejahatan penentu kehidupan manusia selanjutnya, membiarkan semu berwarna dengan perbuatan manusia, entah penyesalan atau kebahagiaan.

Untaian doa terus dipanjatkan, mengulang keinginan dengan mengetuk pintu langit di sepanjang keterpurukan, berharap Tuhan mendengar keputusasaan di tengah penyesalan.

Satu hari telah berlalu, semenjak Juan dilarikan ke rumah sakit. Kehidupan mereka berubah 180 derjat mengetahui kondisi kesayangan mereka. Banyak penyesalan menyeret di tiap detik, menghancurkan hati yang sekeras batu dengan fakta menjungkirbalikkan keegoisan mereka.

Juan anak kandung Citra dan Fahri, bukan anak yang ditukarkan oleh musuh, membuat mereka mengabaikan si bungsu, dan sekarang luka yang selama ini diberikan kepada Juan sudah di ambang batas.
Tak sedikitpun kondisi Juan berangsur membaik, Reza dan suster hilir mudik menstabilkan tubuh yang rapuh.

Baru beberapa menit yang lalu Reza memperbolehkan mereka masuk ruang ICU, itu pun dibatasi hanya dua orang saja. Alhasil hanya Fahri dan Citra yang masuk, mempersiapkan diri sebelum semakin hancur melihat kesayangan mereka bertaruh nyawa di dalam sana.

Pakaian steril telah dipakai, tinggal kesiapan mereka sebelum masuk ke dalam. Fahri dan Citra mematung di depan pintu-pembatas ruang ICU.
Fahri mengumpulkan tenaganya memegang handle pintu, meremas tangan Citra sebelah kirinya, menatap wajah lelah istrinya, seakan mengatakan, semua akan baik-baik saja.

Fahri menekan handle pintu, gendang telinga mereka langsung disapa nyaring EGK, bau antiseptik memenuhi ruangan. Semakin Fahri melebarkan pintu, terpampang jelas ruangan di depan mereka dipenuhi alat-alat medis mengerikan.

Citra hampir terjatuh jika Fahri tidak menahannya. kakinya begitu berat melangkah ke dalam, air matanya semakin deras mendekati brangkar.

Fahri berusaha menguatkan, memapah sang Citra menahan isakan.
Suster yang sedang berjaga di dalam, tersenyum sendu melihat orang tua pasien tampak kacau mendekati buah hati mereka.

Dengan inisiatif, suster mengambil kursi, lalu mempersilahkan Citra duduk di sebelah brangkar.

“Sekarang waktunya membersihkan pasien. Kebetulan Nyonya dan Tuan di sini, kalian boleh melakukannya,” ucapnya, diangguk cepat oleh orang tua pasien.

Dengan senang hati Fahri dan Citra menerima kain waslap, memasukan ke dalam baskom berisi air hangat yang telah disiapkan suster, lalu meremasnya dan mengusapnya dari tubuh atas Juan, sesuai arahan suster.
Fahri dan Citra tak bisa menahan air mata, untuk pertama kalinya mereka memandikan kesayangan mereka, walaupun hanya mengelap tubuhnya saja.

Selama ini, mereka tidak pernah mengurusi Juan, jangankan mengurus Juan, mereka tidak peduli sekalipun anak itu pingsan di depan mereka.

Mereka begitu marah dan sedih karena menganggap telah membesarkan anak musuhnya, sementara anak kandungnya menderita di luar sana.

Fahri dan Citra beralih ke bagian tengah Juan, mengusap leher dan dada Juan tanpa menganggu alat-alat menempel dan menancap di tubuh ringkihnya.

Dapat mereka rasakan, dada Juan bergerak lambat, menyesuaikan dengan oksigen yang masuk melalui selang ventilator di mulut kecilnya.
Dada mereka diremas kuat seakan merasakan kesesakan Juan.

Dada itu menampakkan struktur tulangnya saking kurusnya anak bungsu mereka, membuat hati mereka tercabik-cabik membandingkan dengan anaknya yang lain.

Tak pernah mereka sadari, Juan pasti begitu kelaparan di dalam ruangan sempit itu.

Pernah suatu hari, Fahri begitu marah melihat Juan tidak sengaja menjatuhkan secangkir kopi ke dokumen pentingnya, menyeretnya kasar ke dalam ruangan hukuman, menguncinya berhari-hari tanpa makan dan minum.

Bukan satu dua kali Fahri melakukan itu, setiap Juan melakukan kesalahan dengan teganya ia mengunci Juan tanpa memberinya makanan dan minuman. Sekarang putranya begitu kurus, bahkan mengalami gizi buruk.

Citra mengusap lembut ketiak sampai tangan Juan, teringat tangan terkulai itu sering ia pukul dengan rotan, lantaran begitu kesal karena Juan sering muncul di hadapannya. Banyak bekas di tubuh rapuh itu, membuat rasa bersalah Citra menjadi-jadi.

Kesesakan mereka bertambah melihat perut Juan kembung dan tegang bila disentuh. Ini tidak seimbang dengan tubuh kurus Juan. Mereka kembali teringat penjelasan Reza, itu disebabkan karena penyakit Juan telah berkembang.  

Setelah membersihkan bagian tengah Juan, mereka melihat suster sedang memeriksa popok Juan, tampak sudah penuh.

“Boleh kah saya saja yang menggantinya?” tanya Citra.
Suster mengangguk, memberi ruang kepada Citra, disusul Fahri ikut mengganti popok Juan.

Mereka kembali menahan sesak, ketika popok dibukak perekatnya, terpampang jelas tinja Juan memenuhi area penampungan.

Bukan itu fokus mereka, melainkan darah ikut keluar bersama tinja Juan.
Citra menutup mulutnya, tidak kuasa menerima rusaknya tubuh putra bungsunya sekarang. Sementara Fahri memalingkan muka, tidak sanggup melihat pemandangan mengiris hatinya.

Suster yang melihat reaksi mereka, menghembuskan napas. “Ini karena sistem metabolisme bermasalah, memicu cairan feses pasien bercampur darah, juga diare  yang tak kunjung berhenti. Kalau Tuan dan Nyonya tidak sanggup membersihkannya, biar saya saja yang melakukannya.”

Fahri dan Citra sontak tersadar, mereka terlalu berlarut dalam kesedihan, seolah mundur menebus kesalahan mereka.

“Kami sanggup, Dok,” ucap mereka serempak. Bagaimanapun mereka harus membiasakannya, karena ke depannya bisa jadi lebih dari ini.
Suster mengangguk, membiarkan Fahri dan Citra membersihkan area kemaluan Juan.

Fahri terus mengusap dubur Juan yang terus mengeluarkan cairan feses, sementara Citra memberikan tisu kepada suaminya. Tangis mereka hampir pecah melihat cairan feses Juan terus keluar, rasanya begitu sakit membayangkan kesakitan anak bungsunya itu.

Tak membuahkan hasil, suster memberikan popok agar tidak terlalu lama, dengan sigap Fahri dibantu suster mengangkat pinggang kecil Juan, dan Citra menegakkan kedua kaki Juan lalu meletakkan popok yang direntangkan agar cairan feses itu tidak mengotori brangkar.

Setelah selesai, mereka beralih mengusap kaki kanan dan kiri Juan. Paha Juan begitu kurus tak seperti paha orang umumnya, menohok hati Fahri dan Citra.

Kesalahan mereka menelantarkan Juan dan juga menyiksanya menjadi boomerang bagi kehidupan mereka.

Mereka tidak suka karma seperti ini, mereka lebih memilih Juan hidup bahagia tanpa mereka, dari pada menyadarkan mereka dengan menyakiti Juan kesayangan mereka.

Begitu menyakitkan sampai mereka merasa hidup mereka akan berakhir jika Juan memilih menyerah. Poros hidup mereka tergantung pada Juan, jika Juan memilih menyerah mereka akan ikut bersamanya.




TBC



A

da yang tunggu Juan?

 

Batasan LukaOnde histórias criam vida. Descubra agora