0'04 : LEMBAR KEEMPAT

Start from the beginning
                                    

Harvey lantas menatap Dyxzie ketika namanya di panggil, kedua mata mereka bertemu, seakan di hipnotis, Dyxzie merasakan sesuatu yang aneh saat dia menatap Harvey.

"Salam kenal, Dyxzie. Polisi dari Kespor."

*****

Karrie berada di Taman rumah sakit sekarang, dia mencari angin malam yang segar, langit yang penuh bintang juga menjadi alasan Karrie untuk keluar, dia menyukai langit dengan segala keindahan nya.

Seolah diperhatikan sesuatu, Karrie menoleh ke kanan dan juga kiri, orang-orang masih banyak yang berlalu lalang, tapi kenapa rasanya hanya dia yang tersisa disini sendiri?

"Suasana nya kok tiba-tiba gak enak banget ya?" ujar Karrie mulai merasa ada kejanggalan, dia berdiri dan memilih untuk kembali ke ruangan Jeo.

Tapi ketika melihat siluet seseorang di ujung lorong, Karrie sontak berhenti, mata nya tertuju menatap orang di ujung sana, seseorang yang memiliki tatapan tajam yang membuat Karrie ikut terhipnotis. Karrie mengepal tangannya dengan kuat, rasa sakit di kepalanya tiba-tiba muncul setelah lama menghilang, sakit yang amat menyakitkan.

"KARRIE!" teriakan yang entah datang dari mana membuat Karrie tersadar namun tidak dengan sakit di kepalanya.

Astra mengepal tangan dengan kuat, jika semua orang terhipnotis dengan orang di depan sana, Astra tidak akan pernah. Astra tau apa trik yang digunakkan orang itu, Harvey. Orang yang menggunakan hipnotis sebagai kekuatan nya.

Astra segera menarik Karrie untuk duduk, "Lo tenang, lo aman sama gue." ujar Astra, dia memberikan air kepada Karrie.

Menunggu Karrie merasa tenang, Astra mengabarkan Tama untuk mencari Harvey di luar, mereka memang harus berbicara.

"Gue harap lo gak ingat apapun, Karrie." Astra berucap dalam hati, tatapan nya tidak lepas dari Karrie yang masih berada di sampingnya itu, sesekali Astra mengusap punggung Karrie untuk menenangkan.

*****

"Harvey!"

Harvey berhenti melangkah, dia menoleh dengan cepat kepada Tama, dia sudah menebak hal ini akan terjadi, jadi Harvey tidak terkejut jika Tama ada disini menyusul nya.

"Ada apa dengan Karrie?" tanya Tama.

"Harusnya lo yang tau jawabannya, kak. Dan gue yang tanya, ada apa dengan kak Karrie?" kata Harvey balik bertanya.

"Gue gak lagi bercanda," tukas Tama, dia malah dibuat bingung oleh ucapan Harvey.

"Lo penyebab nya, Kak." ujar Harvey.

"Jangan nuduh gue, semua orang tau kalo lo itu orang yang manipulatif, lo nyusun rencana ini semua buat bales dendam, kan?" Harvey tertawa mendengar ucapan Tama, laki-laki yang lebih muda dari Tama itu menyimpangkan tangan di atas dada.

"Ngapain bales dendam? Kan Jeo udah ngajarin gue buat gak bales dendam, sekarang gue tanya sama lo, lo ngapain ada di pihak mereka? lo mau jadi alat bales dendam mereka?" ujar Harvey, dia berjalan mengelilingi tubuh Tama.

"Lo bukan Harvey, dia udah mati." kata Tama tiba-tiba.

"Iya, Harvey yang pernah lo bakar hidup-hidup itu udah mati, kak. Harvey lugu yang di jadiin alat semua orang itu udah mati." balas Harvey penuh penekanan.

"Gue udah terima penolakan berkali-kali dari orang, mereka selalu bilang gue untuk gak jadi orang pendendam, tapi mereka sendiri yang udah jahat sama gue, tinggalin gue, gue berhak marah kan? gue berhak jahat kan? gue berhak ngambil kembali apa yang harusnya gue punya kan, kak?" Harvey berbicara dengan suara bergetar dan sialnya itu membuat Tama merasa kesedihan nya.

"Lo gak berhak, Harvey. Seharusnya lo sadar dari mana lo dibesarkan, kepribadian lo buruk, lo antagonis sejak kecil, dan sekarang lo minta hak yang seharusnya bukan punya lo dengan cara ngerebut? lo gak berhak buat dapetin itu, inget apa yang udah lo perbuat sampe ayah ibu lo terbakar, dan apa yang udah lo perbuat sampe adik lo mati karena tenggelam." itu Astra, dia yang menjawab pertanyaan Harvey dan mengembalikan kesadaran Tama yang terhipnotis.

[ FLASH BACK ]

"AYAHHH!! IBU?!!!" Harvey berlari ke dalam rumah dengan perasaan yang amat sakit, bagaimana dia tidak sedih ketika melihat rumahnya sudah di lahap oleh api.

"Kamu?! Kamu ngapain?" Harvey menarik adiknya yang berada di dekat dapur untuk menjauh agar tidak terkena api, Harvey memeluk adiknya sangat kuat.

"Aku mainin korek di dekat minyak itu, tiba-tiba apinya besar, aku takut.." ujar adiknya Harvey dengan nada bergetar sambil menunjuk minyak tanah di dekat kompor

"Ayo kita keluar, kita cari bantuan." ajak Harvey, bagaimana pun dia tidak bisa memarahi adiknya.

Setelah mereka berhasil keluar dan api sudah mulai larut, orang-orang sekitar mulai mendatangi Harvey dan adiknya.

"Harvey! Kenapa kamu sengaja bakar rumahmu? Memangnya kamu punya masalah apa?" tanya seorang warga dengan nada keras.

"Aku gak bakar rumahku sendiri.." jawab Harvey takut, dia masih berumur delapan tahun sekarang.

"Halah, polisi menemukan korek ini di dekat minyak tanah, apa lagi jika bukan sengaja kamu yang bakar?"

"Harvey tuh memang sejak kecil sudah menjadi kriminal, bagaimana jika dia besar nanti, pasti akan menjadi buronan polisi."

"Pasti karena dimarahi orang tuanya, makanya dia menjadi dendam seperti itu, dasar anak kecil merugikan!"

"Tidak akan aku biarkan anakku dekat dengan seorang kriminal,"

"Bisa-bisanya dia memiliki niat jahat, padahal dia masih kecil,"

Semua ucapan itu membuat Harvey sedih, dia hanya bisa memeluk adiknya berusaha menguatkan diri sendiri dan meyakinkan kalau dia tidak salah.

 ELGARA [ CHAPTER OF LIE ]Where stories live. Discover now