dua puluh empat; titik terang (1)

Start from the beginning
                                    

Hampir saja ia menyalakan mesin mobilnya kembali, namun urung karena tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Ia segera mengambil ponsel dari dashboard kemudian mengangkat panggilan masuk dari Kalyana.

“Halo Jen,”

“Iya halo, Aya. Ada apa?”

“Jen, dia kesini,”

“Siapa?”

“Ayahnya Kaia.”

Detik itu juga, punggung lebar Jendra terasa seperti diguyur seember air es. Ia hanya mampu terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja didengarnya. Sebelum berbalik arah pulang ke rumah atas keinginan sang istri.

○○○

Sejak hari itu, dimana dunia terasa dihancurkan secara berulang kali, Kalyana tidak lagi pernah menatap kedua bola mata teduh penuh tipu muslihat. Manik mata yang setiap saat memberikan kepercayaan kepada dirinya, yang membuatnya bergantung, yang membuatnya percaya, namun tidak pernah ia sangka, tatapan teduh yang pada awalnya menghangatkan hati, kini berbalik menjadi sesuatu yang ia benci.

Sesuai dugaan, lelaki ini datang menghampirinya. Mencari keberadaannya dan Kaia. Memastikan bahwa ia dan putrinya masih hidup dengan baik, meskipun luka yang ditinggalkan oleh lelaki tak bertanggung jawab akan selamanya menjadi satu hal yang sulit sembuh.

Kalyana peduli tentang luka tersebut, sebab ia menjadi satu-satunya yang tersakiti disini, lantas bagaimana dengan lelaki di depannya? Akankah dia peduli? Cih, bicara tentang peduli, tentu saja jawabannya tidak sama sekali.

Jika memang lelaki ini peduli kepadanya, lalu apa yang ia lakukan hari ini? Mengapa ia datang menampakkan diri setelah semuanya sudah mulai membaik?.

“Untuk kesekian kalinya, aku bertanya, bagaimana kabarmu Kalyana?”

“Dan jawabanku masih sama, bagaimana menurutmu?”

Marvin mengangguk singkat, kemudian menatap keluar jendela dimana dirinya tak sengaja menangkap kehadiran seseorang lain yang hendak masuk ke dalam rumah. Persis seperti yang tempo hari ia lihat di sebuah cafe, lelaki dengan setelan jas hitam lengkap, masuk dengan langkah lebar.

Ia berhenti kala kedua netranya menangkap kehadiran Marvin di dalam rumahnya, bersama dengan sang istri, Kalyana. Jendra mengembuskan napasnya kasar, ketika dirasakan emosi mengepul dan memuncak memenuhi ubun-ubun nya.

“Siapa dia?” Marvin menunjuk keberadaan Jendra, Kalyana menepuk sisi sebelahnya yang kosong. Membiarkan Jendra duduk disampingnya dan mampu membuat Marvin kehilangan kata-kata sejenak.

“Anda bertanya siapa saya?”

Jendra menjulurkan tangannya dengan sengaja, Marvin tidak menyambutnya dengan baik. Yang ia lakukan sebaliknya adalah melirik ukuran tangan itu tanpa menjulurkan tangannya.

“Jendra Abirama, suami Kalyana, ayah dari Kaia Abirama dan Kireina Abirama,” ucap Jendra penuh penekanan di setiap katanya.

Tak pernah ia temui sebelumnya sosok seorang Jendra Abirama berbicara penuh tekanan seperti itu. Tentu saja, bagaimana cara Jendra berucap dan bertindak kali ini, berhasil menarik kesan baru, membuat Kalyana meneguk ludahnya dengan susah payah.

Percakapan diantara dua laki-laki dewasa tersebut hampir tercipta, jika saja pintu rumah tidak kembali diketuk oleh seseorang dari luar. Kalyana hampir saja berdiri untuk menyambutnya, namun tiba-tiba saja tamu tersebut masuk begitu saja ke dalam rumah.

Marvin ikut menoleh, melihat siapa gerangan sosok laki-laki yang baru saja masuk ke dalam rumah Kalyana. Manik matanya bertemu dengan manik mata setajam pisau, membuatnya meneguk ludah dengan susah payah kala tak sengaja bertemu tatap dengan orang tadi.

RUMORWhere stories live. Discover now