part 32

217 5 0
                                    

* * *

*

Hawa dingin menyapa kulit pemuda manis yang berjalan tak tentu arah. Ia hanya pasrah mengikuti kemana langkah kaki linglung itu membawa tubuh lelahnya pergi. Tidak ada tempat yang akan menjadi tujuannya.

Ia mendekati sebuah kursi tunggu dan duduk disana untuk mengumpulkan tenaganya.

"aku lelah" racau anak itu. Kakinya sudah letih, tidak sanggup lagi untuk dibawa melangkah.

"aku benar-benar lelah, aku tidak bisa lagi melanjutkan langkahku, kemana aku akan pergi?"

Sudah satu jam lebih ia berjalan dibawah sinar redup rembulan malam, cuaca dingin menyeruak menusuk kulit halus yang hanya dibungkus oleh sweater yang syukurnya berbahan tebal. Langkah tak pasti itu menyusuri jalanan kota yang mulai sepi. Rasa takut pada dirinya sudah hilang tidak jelas kemana. Lelah dan sakit, itulah yang di rasakannya sekarang.

Sakit fisiknya begitu menyiksa, sakit di batinnya terasa luar biasa lebih daripada apapun, luka lebam di tubuhnya menambah kesan menyedihkan di hidupnya, sangat menyakitkan.

Rasa sakit di perutnya menghilang semenjak ia bangun dari tidurnya pendeknya. Padahal sebelumnya ia menangis menahan sakit yang menjera perutnya. Mungkin tadi janinnya kaget menghadapi rasa sakit yang berlebihan karena hantaman kuat sekarang rasanya sudah baik-baik saja dia beryukur dapat kabur dari rumahnya, jika tidak, mungkin ia dan anaknya sudah mati. Nasibnya benar-benar tidak bisa ditebak, apa yang Tuhan persiapkan untuknya (?)

Tahu perihal tentang skenario Tuhan? Itulah yang biasa di sebut takdir oleh orang-orang. Memang skenario yang diciptakan Tuhan tidak ada satupun orang yang tahu, karena makhluknya hanya mampu menjalani kehidupannya entah itu berbuah manis atapun pahit. Beruntung jika ada seseorang yang siap dan siaga menemani setiap masalah yang terjadi secara bersama-sama. Jika kita hanya sendiri, tetaplah bersyukur, artinya Tuhan percaya kepada kita bahwa kita bisa mengatasi semua masalah yang terjadi sendirian.

Tuhan tau kita kuat menghadapi semua rintangan yang menghambat jalannya kehidupan walaupun sendiri.

*

*

*

Langkah terseok-seok itu kembali mengisi jalanan mencari tempat untuk berlindung.

"tidak mungkin untuk kembali pulang" batinnya.

"lalu harus kemana?" bola matanya berbinar penuh harap ketika otaknya mencerna keinginannya dan memberikan informasi penting pada nya.

"mungkin aku bisa meminta bantuan Jeno Hyung" gumamnya pelan.

Wajah penuh harap terpancar pada wajah kacaunya, senyumnya merekah.

"Jeno Hyung pasti mau mendengarkan ku, Jeno Hyung bukan tipikal orang yang menilai sesuatu tanpa tau kebenarannya" batinnya berucap penuh harap, harapan yang seakan bisa menjadi nyata pikirnya.

Netra indah seindah permata itu memerah menahan gejolak emosi dan rasa sesak yang teramat menyakitkan didadanya, kesunyian malam menjadi saksi betapa lelahnya tubuh yang terus berjalan dibawah temaram cahaya rembulan malam. Bahkan bintang-bintang yang sebelumnya hadir menemaninya pun sekarang sudah menghilang di balik awan.

Betapa menyedihkannya dirinya, diusir oleh Appa nya sendiri dengan keadaan lusuh dan air mata yang luruh. Tanpa rasa iba, laki-laki paruh baya itu memukul dan mengatainya, menyisakan rasa sakit di sekujur tubuh ringkih nya.

"kenapa Appa tidak mendengarku dulu sebelum bertindak kasar?"

"aku tahu dia marah dan kecewa tapi setidaknya dengarkan aku dulu" air matanya semakin mengucur membasahi pipinya.

Tanpa terasa perjalanan panjangnya berakhir, kini Jaemin berdiri di depan apartemen Jeno, apartemen yang dulu pernah menjadi tempatnya singgah dan bersenang-senang bersama Jeno.

Tangan kurusnya bergerak menggapai bel, memencet berkali-kali hingga sang pemilik keluar dengan setelan santainya. Sepertinya dia baru saja menyelesaikan acara mandinya, terlihat dari rambutnya yang masih basah.

"kau!?" desis Jeno dengan suara yang terdengar datar dan dingin.

"apa lagi yang kau inginkan? pergi dari sini"

Jaemin menunduk, menyesal rasanya datang kesini karena sikap Jeno sekarang. Ia tidak tahu bahwa Jeno akan bersikap seperti ini kepadanya, apa pilihannya untuk datang meminta bantuan Jeno pilihan yang salah(?)

"Hyung.. aku.. aku minta maaf" ada jeda pada kalimat yang ingin dilontarkannya "ini bukan kesalahanku, ku mohon dengarkan aku, aku.. aku bisa menjelaskan semuanya"

Jeno menatap remeh tubuh yang terlihat menyedihkan didepannya. Wajah manis yang dulu didambakan nya tertutupi oleh lebam luka.

"kau tidak dengar apa yang aku katakan padamu tadi?" ketusnya, namun Jaemin berusaha keras untuk memperoleh waktu dari Jeno agar dia bisa menceritakan semua akar permasalahan yang kini dihadapinya.

"aku tahu.. tapi.. tapi semuanya bukan salahku.. bukan aku yang salah" racaunnya dengan suara tangis yang mulai keluar.

Jeno melangkahkan kakinya memasuki apartemen nya mninggalkan Jaemin yang terisak di tempatnya berdiri.

Rasa sakit menggerogoti hatinya, kala melihat orang yang dicintainya menangis seperti ini, namun ia tidak bisa membohongi perasaanya sendiri. Kecewa(?) Marah(?) Benci(?) Semuanya ia simpan dalam dadanya hingga menimbulkan rasa sesak dalam hatinya.

Melihat pintu yang tidak ditutup oleh Jeno, seolah memberikan Jaemin akses untuk masuk. Langkah terseok-seok setengah berlari itu mengikuti jejak Jeno yang sudah berlalu jauh.

"Hyung tunggu aku" pintanya dengan suara lirih.

"aku akan menjelaskan semuanya"

Jeno menghentikan langkahnya, berbalik menatap sumber suara yang mengusik nya.

"apa yang perlu kau jelaskan?" nada bicara yang Jeno lontarkan membuat Jaemin takut, takut jika Jeno akan bertindak kasar kepadanya. Tujuannya datang kesini hanya untuk menumpang beristirahat, esok pagi ia janji akan pergi dari sini, namun sekarang yang dihadapinya diluar rencananya. Selalu saja begitu, semua hal yang sudah disusunnya dengan rapi berakhir dengan kenyataan yang menyedihkan.

"aku tidak melakukan itu Hyung kenapa kau tidak percaya padaku?" cicitnya dengan suara pelan.

Jeno yang mendengar penuturan itu melemparkan tawa remeh dan berjalan mendekati Jaemin. Jaemin reflek mundur beberapa langkah menghindari Jeno yang kian mendekat kearahnya.

"kenapa? kau takut?"

"kau tau? aku awalnya tidak percaya dengan apa yang terjadi, aku mengelak atas semua yang terjadi pada dirimu, kau yang hamil entah anak siapa, aku benar-benar tidak percaya" ucap Jeno menyampaikan isi hatinya.

"tapi setelah dipikir-pikir mungkin kau memiliki kekasih diluar sana yang aku tak tahu, dengan kau hamil seperti ini sudah cukup membuatku sadar dan menepis semua pikiran baikku untukmu, sepertinya percuma aku memberikan pembelaan padamu pada akhirnya kau akan tetap pergi bersama kekasihmu itu"

Jeno tertawa hambar, matanya memerah menahan tangis, kenapa rasa sesak menghantam dadanya (?) Sakit sekali rasanya jika harus membiarkan Jaemin pergi bersama orang lain.

"pergilah Jaemin, pergi dari sini aku tidak ingin menyakitimu"

Jeno berlalu meninggalkan Jaemin di ruang tamu apartemen nya. Langkahnya berjalan menuju balkon, tempat yang bisanya ia gunakan untuk menenangkan diri dari riuhnya permasalahan yang harus ditanggungnya.

*

*

*

My Destiny Is With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang