prolog

29.3K 177 1
                                    

Untuk yang baru mulai membaca novel baruku ini mungkin agak bingung dengan nama-nama dan karakter yang nggak semuanya saya tulis dengan detail, supaya tau dan nggak bingung, baca aja novelku yang berjudul "Antara Ratu dan Pemuas Nafsu" happy reading.

"Xavier Fulton?" Panggil sang dosen yang sedang mengabsen para muridnya.

Seorang wanita yang begitu cantik seperti Barbie yang memiliki tubuh yang indah sempurna mengangkat tangannya.

"Leavin Harrison"

Pria tampan yang duduk di sebelah Xavier mengangkat tangan, mereka adalah sepasang sahabat sejak lahir karena antar keluarga mereka memiliki hubungan yang sangat baik.

Mereka berdua sangat populer di kampus ternama di Amerika Serikat, selain berkat kecantikan dan ketampanan mereka berdua, keluarga mereka sangat kaya raya di dunia bisnis, entah itu makanan, minuman, dan di bidang properti besar di Amerika maupun di luar negeri lainnya.

"Apa mereka sepasang kekasih?" Tanya salah satu pria murid baru yang berbisik pada temannya sebelah kanan.

"Entahlah, mereka tidak pernah terbuka soal itu, kenapa? Apa kau suka pada Xavier?" Jawab temannya.

"Pria mana yang tidak menyukai wanita sepertinya" jawab murid baru itu.

"Jangan mengganggu mereka, keluarga mereka hebat yang tidak bisa kau bayangkan, bahkan tidak ada yang berani melawan mereka berdua meskipun itu dosen maupun kepala fakultas" jawabnya pada murid baru itu.

Di belakang mereka ada pria yang begitu tampan dengan dada bidang dan bahu lebar mendengar percakapan mereka bernama Lee Bert Ardolph keturunan Korea Selatan dari ibunya.

Mata elang Bert melirik Xavier dan Leavin dengan pandangan datar setelah mendengar percakapan dua pria di depannya.

Bel istirahat menyala.. Xavier dan Leavin tetap duduk di kelas memainkan ponsel masing-masing sembari menunggu seorang pria biasa menghampiri mereka, sedangkan semua murid berhamburan keluar dari kelas.

Tak lama pria bernama Lobus datang membawa banyak makanan yang diinginkan mereka berdua.

Leavin berdiri menghampiri Lobus yang berdiri di depan mereka dengan menunduk.

"Kubilang Pasta pedas! Bukan pasta keju!" Ujar Leavin sambil memukul kepala Lobus, tapi Lobus hanya diam saja tetap menunduk.

"Kau sengaja membuat kami kesal?" Tanya Xavier sambil menatapnya tajam.

"Kupikir kau anak yang jenius, ternyata kau tidak berbeda dengan anak idiot!" Cerca Leavin kembali duduk di sebelah Xavier.

"Maafkan aku, aku akan kembali membawa pasta pedas" kata Lobus sembari membenarkan kacamatanya, tidak sengaja mata Lobus menatap dada molek Xavier, dan mereka sadar akan hal itu.

Sudut bibir Xavier tersenyum jahil, dia berdiri menghampiri Lobus sebelum pria culun berkacamata itu pergi.

"Kau ingin ini?" Tanya Xavier sambil menempelkan kedua payudaranya di bawah dada bidang Lobus hingga payudaranya terlihat mencuat seperti ingin keluar, tepatnya di atas perut Lobus karena memang Lobus tergolong pria yang lumayan tinggi.

"Ti..tidak, maafkan aku, aku tidak bermaksud seperti itu" kata Lobus sedikit tergagap.

Xavier menjauhkan tubuhnya dan menatap di bawah sana tepatnya di celana Lobus.

"Tapi milikmu berdiri" ujar Leavin menatap di bagian celana Lobus.

"Sa..saya akan kembali dengan pasta pedasnya" jawab Lobus mengalihkan pembicaraan lalu secepat mungkin pergi dari sana, Lobus berjalan keluar ke arah belakang mereka, Xavier terus menatap Lobus hingga menoleh ke belakang dan tidak sengaja menatap sosok pria misterius yaitu Bert yang tengah duduk di bagian belakang atas sana menatapnya dengan santai, akan tetapi mata elangnya yang tampak seram dan nakal meski dia menatapnya dengan santai, Xavier merasa Bert tidak asing dan begitu tampan, dia pikir tidak ada murid di kelas selain mereka berdua.

***

"Bagaimana dengan kuliahmu?" Tanya Robin sang ayah yang sedang memasak untuk anaknya.

"Biasa saja" jawab Bert dengan tenang menyantap jus mangga di minibar dapur tempat ayahnya berkutat dengan masakannya.

"Bagaimana dengan Xavier? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Robin membuat Bert menghela nafas.

"Menarik untuk menjadi tontonanku" jawab Bert singkat tanpa memandang ayahnya.

"Jelaskan dengan detailnya nak" tegas Robin yang tidak sabar dengan semua jawaban anaknya yang sudah dewasa itu.

"Dia hanyalah wanita nakal yang tidak perlu di kasih ampun, hanya sedikit diberi perilaku kasar agar dia takut untuk berbuat nakal" jawab Bert yang tidak perlu menceritakan perbuatan apa saja yang di lakukan Xavier di kampus.

"Benarkah?" Tanya Robin memincingkan satu alisnya, dia selalu percaya dengan perkataan anaknya, karena tidak diragukan lagi, Bert tumbuh menjadi seorang pria yang tegas, kuat hati maupun fisik, dia cerdas dan juga kompeten. Bert selalu bersyukur pada istrinya yang tinggal di Korea sudah menjadikan anaknya tumbuh menjadi orang dewasa dengan pemikiran yang matang, dia bahkan selalu memuji dalam hati bahwa anaknya yang tumbuh begitu tampan dan gagah.

Bodyguard Penakluk Wanita NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang