Behind the Moon Shadow

19 3 9
                                    







"Aduh, gawat---kenapa aku bisa lupa untuk menyerahkan berkas sepenting ini ke meja Hirako-taichō, sih?"








Hinamori terus menggerundel dengan suara lirih sembari terus berlarian dengan sebelah tangan mendekap erat sebundel map di dada. Lelangkah kaki mungil berlapiskan tabi putih itu terdengar tergopoh-gopoh, derapnya menggema di sepanjang kelengangan koridor semi-terbuka yang menghubungkan salah satu perpustakaan yang berada di sayap selatan dengan bangunan utama tempat di mana ruang kerja-nya dan Shinji Hirako berada.

Tak henti-hentinya gadis asal Junrinan yang saat ini menjabat sebagai Gobantai-fukutaichō itu merutuki keteledoran-nya sembari terus berlarian memupus jarak menuju ruangan sang atasan demi mengantarkan dokumen itu kepadanya agar bisa segera ditanda-tangani. Ditepisnya sebutir peluh yang hendak meluncur jatuh dari pelipis sembari menjejakkan kakinya dan membelok, menyongsong tempat peraduan sang mentari.

Sontak, cahaya senja menyeruak dengan membabi buta. Menyilaukan mata. Sebelah lengan Hinamori pun refleks terangkat menghalau sinarnya yang menyerbu tiba-tiba.




"Hei, ayo, besok kita ke Go-chi---"






Tak menyadari apa yang ada di depannya, sebab tak awas, gadis mungil itu pun hampir bersitabrak dengan dua shinigami wanita tak berpangkat yang tengah asyik bercakap-cakap sembari berjalan kembali ke asrama mereka. Kalau saja refleksnya tidak di atas rerata shinigami biasa, tentulah Hinamori bakal jatuh dan terpental. Begitu lincahnya gadis Junrinan itu melakukan pivot seraya bersijingkat demi menghindari tabrakan dengan para bawahannya.




“A-aa, maaf,” ucap Hinamori seraya menghelan napas pendek dan mengangguk kecil kemudian lanjut berlari.



Otsukaresamadeshita!”










“T-tunggu, Hinamori-fukutaichō!”

“Hinamori-fukutaichō!”








Namun, sayangnya, balasan nyaris koor dari kedua shinigami wanita itu lesap begitu saja terbawa embusan angin petang. Sang Fukutaichō telanjur lenyap tertelan belokan.





.


Tsukiyo ni ukabu shiranami tada nagamete ita.

Wasurekake teta tooi kioku ga sunahama ni nagaretsuita.

Hoshikuzu chirasa natsuzora kodou wa takamari.


.







Seusai membelok, kedua manik karamel Hinamori pun seketika tersirap oleh elok pemandangan yang ada di depan. Derap yang tadinya menggema itu pun perlahan mulai bersisurut sampai pada akhirnya si gadis beringsut-ingsut menghentikan langkah kakinya dengan napas yang terengah sembari menatap taman yang lamat-lamat mulai didekap oleh bebayang.

Taman mungil dengan rerumpun bunga lilly of the valley itu menyambutnya berbarengan dengan selayang halus udara yang berembus lirih melatiskan lembutnya wangi manis bebunga itu---bunga putih yang menjadi lambang divisi tempat si gadis mengabdi; bebunga yang serupa lonceng-lonceng kecil yang sering kali dijadikan simbol dari pengorbanan serta cinta yang tulus nan suci. Dedaun dan rerantingnya saling berkemersik, tangkai bebunganya pun turut melambai-lambai, seolah memanggil-manggil si gadis agar lekas kemari.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 06 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

With You Next to MeWhere stories live. Discover now