34| Never like past

36.9K 2.9K 127
                                    

Kaki berbalut sneakers berjalan penuh semangat, sang pemilik begitu ramah menebar senyuman manis sepanjang koridor rumah sakit. Tangannya mengenggam erat totebag berlogo restoran ternama kesukaan sang pujaan hati. Angannya melepas semua lara yang pernah merenggut senyumnya.

Pintu yang semula tertutup lantas dibuka dengan begitu antusias oleh Aurora, manik hazel itu akhirnya bertemu dengan manik abu-abu yang menatapnya terkejut. Posisi Allaric yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit nampak bingung dengan Aurora.

Canggung melingkupi keduanya, Aurora dengan tatapannya yang tak lepas dari Allaric sementara Allaric yang sibuk memberikan tatapan bingung pada Aurora. Hening semakin menguatkan dinginnya ruangan berAC itu, hingga akhirnya langkah kaki Aurora berjalan mendekat pada Allaric.

"Aku pulang hari ini" ucap Allaric untuk memecah hening antara keduanya.

Aurora segera memeluk Allaric erat setelah meletakkan totebag di meja, mengabaikan perkataan Allaric sepenuhnya. Pelukan Aurora dibalas tak kalah erat oleh Allaric, meski ia tak tau apa yang membuat Aurora tiba-tiba memeluknya dengan begitu erat. Tiba-tiba saja tangis Aurora pecah, sedangkan Allaric hanya diam sambil memberikan usapan hangat pada punggung Aurora. Tak ada kata yang keluar dari bibir Aurora maupun Allaric, keduanya sibuk menikmati sunyi tanpa suara. Hanya isak tangis Aurora saja yang akhirnya menjadi alunan memilukan di ruangan tersebut.

Sementara pada Aurora, rasa bersalah itu menumpuk. Kesalahannya, kegagalannya dan keadaan masa lalu selalu ia limpahkan pada Allaric di kehidupan ini. Nyatanya, hubungan keduanya memburuk dulu pun karena dirinya yang bahkan enggan membuka suara pada Allaric, enggan sekedar bertanya atau bahkan menyapa laki-laki dalam pelukannya saat ini. Namun dengan lancang ia menyalahkan Allaric bahkan tanpa mengerti situasi yang terjadi.

Allaric mengusap punggung Aurora, membiarkan Aurora meluapkan segala emosinya. Ia membiarkan Aurora nyaman dalam pelukannya,  Allaric diam namun dalam hatinya begitu cemas dengan tunangannya. Dikecupnya pelipis Aurora dengan begitu lembut oleh Allaric, dalam pikiran Allaric sudah siap membunuh siapapun yang membuat Aurora terluka seperti ini.

Perlakuan Allaric itu berhasil menarik perhatian manik hazel yang menatap manik abu dengan air mata yang memenuhi matanya. Senyuman Allaric terbit seiring dengan tangannya yang mengusap lembut jejak air mata di pipi Aurora.

"Udah tenang, hm?" Tanya Allaric sambil menatap teduh Aurora.

"Maaf, Ar" bisik Aurora tanpa melepaskan pandangannya dari Allaric.

"Masih mau nangis? Ada yang sakitin kamu?"

Gelengan pelan dari Aurora menjawab pertanyaan Allaric, helaan napas lega sejenak terdengar dari bibir Allaric. Tangan kekarnya terulur merapikan anak rambut Aurora yang menutupi paras cantiknya, dengan begitu hati-hati Allaric mengusap pipi Aurora.

"Kamu kenapa? Tell me, aku ada salah?"

Aurora abai, ia justru memeluk leher Allaric erat, "Aku sayang kamu, Ar"

Allaric tertegun, tangannya yang semula mengusap punggung Aurora kini terhenti. Ledakan bahagia seolah memenuhi batinnya, diafragmanya seolah penuh dengan kupu-kupu yang terbang menggelitik batinnya. Pelukan Allaric mengerat, senyumnya semakin lebar. Rasa cemas yang sebelumnya memenuhi setiap sudut hatinya menguap entah kemana.

"Ra?" Bisik Allaric tanpa melepaskan pelukannya pada Aurora yang dibalas anggukan kuat dari Aurora. Senyuman Allaric semakin lebar.

"Maaf, aku terlalu lama bilang sama kamu. Terlalu lama bohong sama diri aku sendiri kalau aku cinta sama kamu, aku nggak mau kehilangan kamu" Aurora mengurai pelukan keduanya, mengusap rahang kokoh Allaric dengan senyuman termanis yang ia miliki.

IridescentWhere stories live. Discover now