09| Still Try

66.7K 6.5K 105
                                    

Kaki berbalut heels itu berjalan pelan kearah sosok laki-laki yang duduk menatap langit. Aurora tersenyum kecil menatap punggung Allaric, genggaman pada kotak medis di tangannya semakin erat. Rasanya hati Aurora tenang menatap Allaric yang tersenyum tipis pada langit. Bolehkah Aurora iri? Senyuman itu tak pernah ada untuknya, tapi kini begitu mudah bagi langit mendapatkan senyuman itu.

"Aric"

Allaric menoleh, memusatkan padangannya pada Aurora. Manik abunya menatap setiap inci pergerakan Aurora hingga akhirnya Aurora duduk dihadapannya. Jemari Aurora yang dengan cekatan membuka kotak dan menyiapkan kassa tak luput dari pandangan Allaric.

"Kalau sakit bilang, gue akan coba lebih pelan" ujar Aurora sambil fokus menuangkan cairan obat pada kain kassa.

Allaric hanya diam layaknya patung.

Aurora dengan penuh hati-hati mengobati luka Allaric, sesekali meniupnya pelan. Manik Allaric yang terus menatapnya membuat Aurora sejenak kehilangan fokus, debaran jatung Aurora seolah menggila karena ulah Allaric.

"Kenapa?" Tanya Aurora pelan tanpa menatap Allaric.

Allaric hanya menggeleng, kemudian mengalihkan pandangannya dari Aurora.

Aurora tersenyum kecil, "Oiya, gue liat di akun sekolah. Lo berantem sama preman dibantu cewek ya?" Aurora mengamati Allaric sejenak terdiam, namun tersenyum kecil setelahnya.

Denyut nyeri di hatinya tak dapat terelakkan lagi, pedih namun juga dingin. Aurora menunduk, tangannya meremat kuat kassa yang telah ia gunakan untuk mengobati Allaric. Senyum itu selalu untuk Vanilla, batin Aurora.

"Vanilla, dia vanilla"

Aurora menganggukkan kepalanya mendengar perkataan Allaric. Bahkan nama Vanilla pun dengan lantang Allaric sebut, tidak seperti namanya. Dengan penuh kesadaran, Aurora berusaha menekan semua perasaannya. Ia sejak awal telah memutuskan untuk mampu melepaskan Allaric, maka ini adalah langkah awalnya untuk mulai terbiasa dengan semua rasa sakit itu.

"Dari namanya aja cantik, pasti orangnya juga cantik?"

Allaric mengangguk pelan, kemudian menatap Aurora secara tiba-tiba.

"Kayak lo, dia cantik"

Tawa renyah Aurora meluncur begitu saja, namun sepertinya Allaric tak memahami arti tawa itu. "Nggak heran sih, lo aja sampai kayak orang kasmaran gitu. Pasti cantik"

'Apalagi kamu sampai beralih ke Vanilla, jelas Vanilla lebih dari aku' batin Aurora pahit

Allaric tersenyum kecil.

"Aric" Aurora memanggil Allaric namun tatapannya mengarah pada langit malam.

"Apa lo masih berusaha buat hubungan ini?"

"I do"

Aurora tersenyum lagi, "Apa nanti kalau ada orang baru hadir di antara kita, lo masih milih gue?"

"Jangan aneh-aneh"

"Bagian mana yang aneh, Ar?" Tanya Aurora sambil menatap manik abu Allaric, tatapannya hampa seolah tanpa rasa.

Allaric menatap Aurora dengan helaan napas panjang, "Gue bukan cowok kayak gitu" Aurora hanya membalas dengan senyuman tipisnya

'Bohong!' Teriak Aurora dalam hatinya

"Ar, ini kekhawatiran gue tiap saat. Tiap gue liat lo, pikiran ini yang selalu menghantui gue. Apa kita bakal bertahan? Disaat gue udah percaya penuh sama lo, tapi akhirnya gue nggak pernah dapet balasan yang sama-"

Aurora menghela napas sebelum akhirnya menlanjutkan perkataannya, "-kita udah sepakat untuk coba bertahan demi hubungan ini, tapi kalau akhirnya lo yang nggak bisa bertahan sementara gue udah taruh semua percaya gue ke lo. Gue harus apa? Siapa yang bakal gue salahin? Gue yang bodoh atau lo?"

IridescentWhere stories live. Discover now