CHAPTER 27 : °Confess°

56 7 5
                                    

Happy reading and enjoy! 💗

>>>

"Gue duluan ya, Nea. Teman costplay gue udah nungguin di Mall. Babay, muach!" Fanasya pergi bersama motor miliknya.

Nea hanya bisa diam melihat kepergian Fanasya. "Lah? Gue sendirian dong ngebagiin nih, gorengan."

Nea berjalan di trotoar seraya menjingjing keranjang pinknya. Meski sudah jam 2 siang rasanya tetap panas. Mengingat jika gorengannya terbuang sia-sia lebih baik ia bagikan saja pada orang jalanan.

"Hufftt." Nea menyebrang di zebra cross, menghampiri bapak-bapak yang duduk melamun di tepi jalanan.

"Bapak ini ada sedikit rezeki dari saya buat bapak. Dimakan, ya." Nea memberikan satu keresek berisi gorengan dan jangan lupakan ia rela ikut menghangatkan dahulu gorengan tersebut di kantin Bi Leni.

"Terimakasih, Neng. Bapak dari pagi belum makan apa-apa." Bapak itu tersenyum seraya membungkukkan badannya.

Entah kenapa Nea yang melihat itu hatinya lega. Kegelisahan yang ia rasakan kini sirna. Setelah gorengannya habis dibagikan kepada orang, Nea berencana pulang.

Nea berjalan seraya menikmati angin di sore hari. Hingga kenikmatan tersebut harus diputus begitu saja.

Langkah Nea berhenti mendadak saat mendapati Lita berjalan keluar dari mobil yang terparkir di tepi jalan.

"Apa yang kamu lakukan barusan, Nea?" Lita menatap anaknya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Aku ngasih jualan aku, Ma yang enggak laku. Salah?" kedua alis Nea terangkat. Kali ini tidak ada ketakutan yang Nea tunjukkan.

"Jelas itu salah, Nea."

Nea memalingkan wajahnya ke arah lain. Ini yang Nea tidak suka pada Mamanya. Setiap kali Nea berbuat baik, salah. Setiap kali Nea membantu orang yang kesusahan tetap saja salah dimata Lita.

"Mulai besok kamu tidak perlu berjualan seperti itu lagi. Memalukan!"

Kalimat terakhir bagai sengatan listrik. Hati Nea mencelos seketika. Kakinya melemas, Ia berusaha untuk tetap berdiri tegak.

"Sekarang pulang, ayo!" Lita menarik paksa pergelangan anaknya.

Nea menghempaskan dengan kuat hingga terlepas. "Enggak mau. Aku bisa pulang sendiri, Ma."

Nea pergi meninggalkan begitu saja. Lita hanya bisa membiarkan anaknya itu dengan memasuki mobilnya kembali. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang.

Sesekali Nea menengok ke belakang, takut Lita mengejarnya. Namun, untungnya Lita sudah pergi.

Ia akan naik angkutan kota yang untungnya searah menuju rumahnya.

Saking sibuk dengan ponselnya Nea sampai tidak sadar kalau seseorang sudah berdiri di sampingnya.

"Nea, sendirian aja?"

Merasa familiar dengan suara itu, Nea menolehkan kepalanya ke kanan. Abizar memakai jaket kulit hitam tengah berdiri menatapnya dengan senyuman penuh arti.

"Enggak ada kerjaan lo? Ngikutin gue." Nea membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Baru kian detik merasa tenang dirinya dibuat kesal lagi.

Tanpa permisi Abizar merangkul Nea, membuat Nea refleks menggeplak tangan kekar itu. "Gue teriak maling, nih? Hah?"

Abizar memainkan lidah di dalam mulutnya. "Lo harus ikut gue sekarang."

Alis Nea berkerut bingung, "Males, udahlah sana! Lagian challenge gue udah selesai. Kita nggak ada urusan apapun, ya!"

Abizar bersedekap dada kemudian mendengus sinis, "Enggak ada bukti yang ngebuat gue percaya kalau emang 'dia' makan gorengan lo."

Nea mengibaskan rambutnya, "Hello! Lo percaya atau enggak bukan urusan gue."

Abizar mengusap telinganya yang terasa panas mendengar suara cempreng gadis itu. "Ikut gue! Gak ada penolakan." Ditariknya tangan mungil Nea.

"Lepasin dia." suara datar itu berasal dari mulut seorang lelaki tinggi yang hampir ditabrak oleh Abizar.

Kedua bola mata Nea melebar. Dalam hati ia bersorak senang. Bersyukur. Karena ada lelaki pujaan hatinya yang tengah menghadang Abizar.

Mampus lo, Zar!

Abizar mengangkat kedua tangannya pertanda bahwa dirinya melepaskan Nea.

Nea yang berada di tengah-tengah situasi perang dunia ke tiga hanya bisa terdiam. Bersiap menghentikan keduanya bila saling baku hantam.

Fikri maju selangkah, mengikis jarak, "Lo dengar baik-baik, gue udah bantuin dia buat nyelesain tantangannya."

Abizar tidak bisa berkedip ditatap tajam oleh mata elang Fikri.

"Gue tunggu sampai 24 jam. Kalau belum ada pengumuman dia yang udah nuntasin tantangannya," Fikri menunjuk Nea kemudian beralih menunjuk Abizar, "Lo siapin mental dari sekarang."

Fikri berjalan melewati Abizar yang masih diam seribu bahasa, ditariknya tangan Nea untuk pergi bersamanya. Kali ini Nea tidak menolaknya sama sekali.

- To be continued -

Sorry bro baru up, soalnya kemarin-kemarin aku baru sembuh 😁

Ada yang mau disampein di chapter kali ini???

Jangan lupa vote dan koment apapun di sini, yaw💋

Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktunya 💗

° Minggu 03 Maret 2024. °

Sorry, I'm not romantic Where stories live. Discover now