1. menciptakan kenangan indah

126 20 0
                                    

Seperti sudah menjadi kebiasaan bagi Chuya setiap pulang sekolah, dia pasti akan menyempatkan waktunya untuk menemani Ranpo melihat senja. Ranpo tidak pernah meminta, dan Chuya tidak pernah mengatakan jika dia akan datang lagi. Hanya saja mereka seakan-akan saling berjanji untuk menunggu satu sama lain.

Keduanya tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat. Di anggap teman saja tidak, mereka tidak mengatakan apapun saat bersama. Meskipun mereka akan mengakui jika bersenang-senang saat bersama, sekalipun hanya melihat senja.

"Ranpo-san!" panggil Chuya melambaikan tangannya, dan lagi-lagi dia berpikir bahwa sudah terlalu berlebihan. Padahal mereka tidak sedekat itu.

Kemudian Ranpo membalas lambaian tangan itu, di tambah lagi dengan senyuman manisnya. Ranpo memang lebih mudah tersenyum saat bersama Chuya. Sepertinya mereka saling terhubung, serta merasakan kenyamanan walaupun tidak mengatakannya secara terang-terangan.

Saat bersama saja, Chuya benar-benar diam saja. Dia menatap ke arah senja yang terlihat indah di sore hari. Waktu itu Ranpo pernah mengatakan beberapa hal yang membuatnya terpukau.

Ranpo bilang, "senja sepertinya akan memberikan kenangan yang indah padamu Chuya. Dan mungkin kenangan terburuknya pula."

Jujur saja saat mendengarnya Chuya sudah tidak paham. Namun, alih- alih untuk bertanya Chuya lebih memilih untuk tidak mengatakannya sama sekali. Dia tidak mengerti, akan lebih baik jika dia pun bersikap seperti biasa.

Jika ditanya juga mereka bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang saling mengenal, bukan berarti seorang teman.

"Oi Chuya! Udah jadi kebiasaan sehari-hari ya buat ke tempat kayak gini sebelum sampai rumah," ucap seseorang dengan rambut berantakan. "Kau memang nyaman berteman dengan Ranpo-san."

Hanya dia satu-satunya yang selalu mengatakan hal seperti itu. Sejujurnya pun Chuya tidak senang mendengarnya. Tapi dia juga tidak bisa mengatakan apapun. Lagian mereka juga tidak dekat. Osamu Dazai adalah seseorang yang menegurnya, dia teman sekelas Chuya. Hanya saja mereka tidak terlalu sering menghabiskan waktu bersama.

Dazai lebih suka menyendiri di kelas, dan kepribadiannya berubah 100% jika sudah diluar sekolah. Tidak salah lagi, jika teman sekelasnya mengatakan Dazai itu aneh. Dan kemudian memang benar-benar aneh.

"Kau mau melihat senja juga? Kalau dipikir-pikir kau pun sering pulang lewat sini. Padahal rumahmu---"

"Ya anggap saja ini jalan pintas, walaupun kenyataannya tidak sama sekali," balas Dazai sambil mengaruk-garukan kepalanya yang tidak terasa gatal itu.

Melihat tingkah laku Dazai yang entah kenapa menyebalkan sekali di mata Chuya. Anak itu langsung menarik Dazai, dan berpamitan pada Ranpo jika dia akan pulang. Ranpo tidak tersenyum setelahnya, dia kembali menatap senja dengan tatapannya yang kosong.

Chuya tidak mengerti sama sekali, mungkin karena dia pun tidak pernah bertanya apapun. Lagian untuk apa? Dia tidak sedekat itu. Bisa-bisa dia pasti akan di anggap terlalu ikut campur.

"Sebenarnya aku tidak menyangka jika kau dekat dengan Ranpo-san. Dan dia kelihatannya nyaman berada di dekatmu. Aku sudah sering melihatnya, melihat senyumannya saat kau datang," ucap Dazai tiba-tiba.

"Aku tidak mengerti, dan aku tidak ingin mendengar apapun."

"Terimakasih karena membuat Ranpo-san bisa mengukir senyumannya yang indah itu. Aku senang karena setidaknya dia menemukan alasan, di mana dia berhak untuk tersenyum sesuka hatinya," sambung Dazai sembari merangkul pundak Chuya.

Tidak seperti biasanya juga, saat Dazai merangkul Chuya dengan tiba-tiba itu. Chuya tidak marah, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Yang terpenting Dazai merasa lega, karena dia bisa mengatakan apa yang belum sempat dikatakan olehnya.

𝙎𝙚𝙣𝙟𝙖 𝘽𝙚𝙧𝙬𝙖𝙧𝙣𝙖 [✓] 𝙏𝙚𝙧𝙗𝙞𝙩حيث تعيش القصص. اكتشف الآن