1. Prolog-Minta Beras

1.6K 63 3
                                    

"Kamu gak bikin sarapan?" tanya suamiku setelah menatap isi tudung saji yang baru saja ibu buka, ternyata kosong. 

"Gak ada yang bisa diolah untuk sarapan, Bang," jawabku dengan suara tertahan. Suamiku berdecih, lalu menghempaskan bokongnya di kursi tamu yang mulai mengelupas kulit sofanya.

"Pergi minta ke rumah Teh Mira!" Titahnya santai. 

"Malu, Bang, masa setiap hari menyusahkan Teh Mira. Gak enak sama suaminya. Pasti Teh Mira nanti marahin kamu karena minta sembako terus," kata menolak. Tentu saja aku malu selalu saja menyusahkan kakak iparku. 

"Mira itu kakakku, kamu gak perlu takut sama si Ares itu. Bilang aja gak punya beras. Selama ini Ares juga baik sama kamu'kan?" mendengar nama Area disebut suamiku, jantung ini langsung berdetak cepat.

"Bang, kalau kita gak punya beras, berarti kita harus cari gimana caranya biar punya beras. Kamu kerja, Mas, bukan min_"

"Duh, brisik! Suami baru bangun, lapar! Di rumah gak ada makanan. Makanya kamu kudu jadi istri pinter. Ngapain kek di luar sana, biar gak cuma minta aja sama saya! Udah sana pergi ke rumah Teh Mira, bilang kamu minta beras dua liter. Buat hari ini sama besok. Kalau di lemarinya ada telur, ambil aja dua biji. Cepat sana!" Aku menghela napas. Sebenarnya aku tidak ingin ke rumah Teh Mira, karena pasti aku bertemu Mas Ares. Pria itu ... ah, semoga saja pagi ini, Mas Ares sudah berangkat ke kantor. 

Aku berjalan ke rumah Teh Mira yang hanya berjarak seratus meter saja dari rumahku. Bang Yudi dan Teh Mira adalah kakak beradik yang tinggal dalam satu pekarangan rumah peninggalan kedua orang tua mereka. Hanya saja, Teh Mira kehidupan ekonominya lebih baik karena Teh Mira bekerja, begitu juga suaminya. Rumah pemberian orang tua pun sudah direnovasi menjadi model kekinian. 

Mereka hidup bergelimang harta dan bisa menggunakan warisan orang tua agar tidak habis begitu saja. Beda dengan Bang Yudi; suamiku. Uang warisan orang tua dijadikan modal bisnis dan tidak pernah berhasil. Tersisa rumah saja warisan dari orang tuanya. Belum lagi hobi judi slot yang baru-baru ini ia senangi, semakin malas saja suamiku itu bergerak untuk bekerja. 

"Assalamualaikum, Teh Mira," panggilku dari pintu belakang. Mobil Mas Ares tidak ada, itu tandanya Mas Ares sudah berangkat kerja, sedangkan motor matic Pespah milik Teh Mira masih ada. Apa Teh Mira mandi? Pikirku. Aku pun menekan kenop pintu rumah bercat putih itu dengan hati berdebar. Rumah begitu lengang dan rapi. Kututup pintu belakang dengan hati-hati.

"Eh!"

Aku memekik terkejut saat pinggang ini ditarik paksa oleh sosok yang sebenarnya tidak ingin aku temui. Mas Ares. 

"M-mas, s-saya cari Teh Mira," kataku gugup. Wajah Mas Ares begitu dekat dengan wajahku, hingga napas beraroma mint-nya dapat tercium oleh hidungku. Ia memelukku seperti biasa ia lakukan. Aku mencoba melepaskan diri, tetapi tidak bisa. Tenaga Mas Ares kuat dan aku belum sarapan. 

"Kenapa lagi? Mau minta apa lagi?" tanya setengah berbisik. 

"Bang Yudi minta beras. S-saya gak ada beras di rumah. Bang Yudi mau sarapan," jawabku gugup. Jangankan menatap wajah tampan berkarismanya, bernapas pun aku takut karena aku belum sikat gigi. 

"Mira ada rapat di Bogor tiga hari, makanya bawa mobil. Berangkat subuh tadi. Mm ... kita ke kamar sebentar yuk!"

"Mas, jangan!" Aku menggelengkan kepala menolak. Namun, aku tidak bisa melakukan apapun selain menuruti keinginan kakak iparku. 

***

Terpaksa Menjadi Simpanan Kakak Iparحيث تعيش القصص. اكتشف الآن