Reiji tertawa kecil. "Bisa aja."

"Kak Aeris besok main lagi, ya. Beli es krim lagi!" celetuk Rafael. Wajahnya tak kalah bersemangat dari Aeris. Dia terlihat nyaman dengan keberadaan teman kakaknya itu.

"Siap morotin dompet abangmu." Aeris mengajak Rafael melakukan tos heboh dengannya.

"Udah, masuk sana," tegur Reiji lantaran Aeris tidak kunjung masuk ke rumah.

"Iya, iya," jawab Aeris sedikit kesal. Setelah berpelukan singkat dengan Rafael, dia pun segera melangkah masuk ke dalam dengan posisi mundur. Tangannya melambai-lambai tinggi ke arah kakak beradik yang duduk di motor itu. "Pulangnya hati-hati! Jangan ngebut, Mbing!"

Reiji hanya geleng-geleng kepala meresponsnya. Setelah Aeris benar-benar masuk ke dalam rumah, baru setelah itu Reiji menghidupkan motornya lagi, bersiap untuk pergi dari sana. Mungkin hari ini akan menjadi hari yang paling membuat Reiji marah, kalau saja tidak ada Aeris di sampingnya.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi, Ambini memperhatikan mereka dari balik jendela kamarnya. Wanita itu terlihat begitu serius memperhatikan Reiji beserta adiknya. Ada sorot yang mengisyaratkan sesuatu di sepasang matanya.

*****

Rinai:

Tante, maaf, Rinai belum dapat informasi apa-apa soal orang tua Kak Reiji....

Nggak apa-apa, Rinai. Nanti Tante coba tanya langsung sama Aeris

Rinai usahain bisa dapet, Tan.

Makasih, Rinai

Ambini mengembuskan napas panjang setelah membaca pesan laporan dari Rinai. Entah kenapa, dia merasa begitu resah. Rasa penasarannya akan Reiji juga semakin membumbung tinggi. Anak itu mengingatkannya pada seseorang. Sosok yang membuat hatinya masih menyimpan rasa sakit yang begitu dalam.

Alhasil, Ambini memutuskan untuk pergi ke kamar Aeris. Setelah mengetuk pintu kamar anaknya, dia pun membukanya dan mendapati Aeris yang sedang tidur terlentang di kasur. Dan kalau Ambini tidak salah lihat, anak itu tampak senyum-senyum sendiri sebelum akhirnya sadar dengan kehadirannya.

"Ada apa, Ma?" tanya Aeris yang refleks duduk dengan tatapan bingung.

Ambini mengukir senyum hangat dan berjalan menghampiri Aeris. Tingkahnya itu membuat Aeris merasa aneh. Apalagi ketika melihat senyum yang tampak tulus di wajah yang biasanya dingin itu.

"Baru pulang, ya? Kenapa nggak ngabarin Mama?" tanya Ambini setelah duduk di samping Aeris.

"Lupa, Ma. Tadi ngerjain tugas bareng Kak Reiji, hehe," balas Aeris, tentu saja ia berbohong.

Ambini mengangguk paham. Dari ekspresi wajahnya, Aeris tidak melihat tanda-tanda bahwa Ambini akan marah kepadanya. Ada apa ini? Kenapa mendadak jadi begini? Padahal biasanya Ambini akan selalu mencak-mencak jika dirinya pulang telat tanpa berkabar terlebih dahulu.

"Kamu tahu nggak nama orang tua Reiji itu siapa?"

Kerutan di dahi Aeris semakin tercetak jelas saat Ambini menanyakan hal itu. "Untuk apa, Ma?"

Ambini menggeleng lembut. "Mama cuma nanya aja," jawabnya.

Tentu Aeris tidak akan percaya kalau Ambini hanya iseng menanyakan hal itu. Meski posesif, Ambini juga tidak akan peduli dengan nama-nama orang tua semua temannya selama ini. "Beneran, Ma?"

"Beneran. Kamu tahu emangnya?"

Aeris menggeleng. "Enggak, sih, Ma. Tapi kalau Mama emang butuh banget, aku bisa tanyain."

Ambini kontan menggeleng. Raut mukanya kini berubah, sudah tidak sehangat tadi. "Nggak usah, Ris. Mama cuma kepo aja, kok," paparnya.

Meski Aeris tahu betul kalau Ambini berbohong, dia tetap memberikan anggukan mengerti saja. Rasanya terlalu malas untuk meladeni mamanya sendiri. Mereka tidak sedekat itu. Bahkan Aeris selalu merasa canggung ketika berdekatan dengan Ambini.

"Ya udah, kamu tidur, ya, setelah bersih-bersih badan. Tugas udah dikerjain semua, kan?"

"Udah, Ma."

"Mama balik ke kamar dulu, ya. Papa udah pulang kayaknya," pamit Ambini. Tanpa menunggu jawaban dari Aeris, dia langsung pergi dari hadapan sang anak dengan perasaan tak karuan.

Sementara Aeris terus memandangi punggung Ambini dengan pandangan penuh tanda tanya sampai punggung itu menghilang di balik pintu.

bersambung....

***

Gimana?

Seneng nggak sih, update cepet, banyak lagi

Kalau rame, update cepet lagi 500 komen sanggup?

Rotasi Dunia ReijiWhere stories live. Discover now