8. Berandalan Aeris!

5.4K 1.4K 709
                                    

Hai hai hai!

Seperti biasa, absen hadir dulu sebelum ketemu Eijiiiiii

*****

Seminggu pun berlalu. Selama itu pula, Aeris mencoba untuk mencintai jurusannya. Juga selama itu pula, dia tidak bertemu lagi dengan kakak tingkat yang banyak menciptakan momen dengannya saat OSPEK kemarin. Aeris pikir, pertemuan mereka memang sudah cukup sampai di sana. Ya, hanya sebatas maba dengan kakak pembimbing. Setelah acara selesai, semuanya akan kembali pada kehidupan masing-masing.

Tadinya, Aeris memang berpikir seperti itu. Namun, siang ini, di perpustakaan kampus yang tidak terlalu ramai seperti biasanya, kedua mata Aeris kembali menangkap sosok itu lagi. Di sudut ruangan sana, bersama sebuah buku tebal yang terbuka di hadapan laki-laki itu, Aeris mematri langkahnya untuk menghampiri orang yang tengah duduk tersebut. Reiji.

"Hai, Mbing." Aeris masih tidak sungkan untuk memanggil Reiji dengan sebutan khas itu meski masa OSPEK memang sudah selesai.

Suara yang cukup familier di telinga Reiji pun membuat laki-laki itu menoleh. Jujur, dia agak kaget dengan kehadiran Aeris yang tiba-tiba berdiri di sebelahnya. "Lo lagi?" ucapnya tanpa sadar.

Aeris terkekeh pelan. Dia menarik satu kursi di sebelah Reiji, kemudian ikut duduk. "Kita satu gedung tapi nggak pernah ketemu lagi, ya."

"Yang satu angkatan aja belum tentu ketemu," balas Reiji lalu kembali memusatkan perhatiannya ke arah buku yang tengah dibaca.

Aeris mengangguk-anggukkan kepala paham. Dia mendadak kehilangan topik pembicaraan. Padahal jika bersama orang lain, selalu saja ada hal-hal random yang keluar dari mulutnya. Namun kali ini, Aeris tiba-tiba mati kutu. Untuk menghilangkan kegugupannya, dia lebih memilih untuk mengedarkan pandangannya. Ada beberapa mahasiswa yang berdiri di antara rak-rak buku yang menjulang itu. Suasana yang begitu sunyi semakin menciptakan atmosfer tegang di antara dia dan Reiji.

"Ngapain duduk di sini? Nggak mau cari buku?"

Hilang sudah rasa percaya diri Aeris. Reiji telah mengusirnya secara halus. Dan Aeris merasa sangat malu sekarang. Tetapi, dia tidak akan menunjukkannya secara terang-terangan! "Mau minta rekomendasi lo aja, sih, Kak. Buku apa aja yang diperlukan waktu lo semester satu?"

"Biasanya di RPS ada," jawab Reiji seadanya, masih tidak memalingkan wajah dari bukunya.

Aeris meringis pelan. Dalam hati, jelas saja dia memaki Reiji mati-matian. Laki-laki itu sama sekali tidak menghargai perasaannya dan seolah menganggap kehadirannya sangat mengganggu. Meskipun mungkin menang sedikit mengganggu.

"Oh, oke," jawab Aeris akhirnya.

Awkward lagi.

"Semester tiga udah mulai pusing, ya?"

"Belum terlalu. Paling semester lima."

Minimal nanya balik, kek!

"Dosen yang paling galak di sini siapa, Kak?"

"Nggak ada yang galak. Kalau tegas, ada banyak."

"Makanan paling enak di kanti jurusan, apa?"

"Jarang makan di kantin."

"Uang bulanan lo berapa, Kak?"

"Pertanyaan-pertanyaan nggak berbobot dari lo, gue rasa udah cukup untuk dijawab." Reiji bangkit dari duduknya secara tiba-tiba.

Aeris menelan ludahnya yang mendadak terasa pahit dengan susah payah. Dengan wajah linglungnya, dia hanya menatap Reiji dengan kedipan polos.

"Gue ada kelas," lanjut laki-laki itu. Dengan menenteng buku yang dipinjamnya, Reiji pun bergerak pergi dari hadapan Aeris dengan air muka yang terlihat sedikit kesal.

"Kayaknya nggak ada maba yang paling gila selain lo, Ris," gumam Aeris setelah sadar bahwa tingkahnya tadi benar-benar mirip dengan seorang perempuan yang mencoba untuk PDKT tanpa rasa malu.

Dengan embusan napas kasar, Aeris pun membuka layar ponselnya dan mencari aplikasi medsos warna biru di sana. Kedua jempolnya itu terlihat aktif mengetikkan sesuatu di sana.

"Info yg buka jasa belah otak."

*****

From: Aeris K.

To: siapa aja yg dapet

Mksh dah bantu. Sehat selalu y.

Reiji masih tidak bosan untuk menertawakan isi post card yang Aeris tulis. Dari sekian banyak post card yang dia terima, hanya milik Aeris yang masih tersimpan rapi di selipan bukunya. Hanya dua kalimat singkat saja sudah membuat Reiji membayangkan bagaimana ekspresi perempuan itu ketika menuliskan ucapan terima kasih di kartu itu. Datar, tanpa semangat hidup, dan... mungkin sedikit menggemaskan di bayangan Reiji.

"Lo kayak ada something sama dia, Rei."

Reiji terlonjak kaget dengan suara Zanila yang membuyarkan lamunannya. Dia buru-buru memasukkan post card itu ke dalam bukunya, lalu menatap Zanila yang duduk di sebelahnya dengan ekspresi wajah yang dibuat setenang mungkin.

"Enggak, lucu aja dia," balas Reiji tanpa susah payah untuk menutupinya.

Zanila terlihat menipiskan bibirnya setelah mendengar jawaban Reiji yang begitu enteng mengatakan hal tersebut. "Cantik, ya."

"Banyak yang lebih cantik. Gue cuma heran aja sama keberaniannya."

"Berandalan kayak gitu?"

"Nggak berandalan juga. Masih wajar menurut gue. Gue salut aja dia kelihatan nggak takut sama sekitarnya," seloroh Reiji lalu meluruskan pandangannya ke depan kelas.

"Gue pikir lo sukanya sama yang perfect."

Alis tajam Reiji sedikit mengerut. Dia tidak paham dengan maksud perempuan itu. "Gue ada bilang kalau suka sama dia?" tanyanya dengan nada sedikit menodong.

Zanila sedikit kikuk. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menjawab, "Nebak aja."

Setelah itu, Reiji tidak lagi menanggapi perkataan Zanila dan memilih fokus untuk menunggu dosen yang akan hadir di kelas mereka.

Sementara Zanila, perempuan itu diam-diam berselancar di pikirannya yang mempertanyakan segala hal tentang Reiji. Kalau Aeris yang grasah-grusuh saja mampu membuat laki-laki itu memusatkan atensi, lalu mengapa dia yang sudah bersusah payah untuk terlihat sempurna selama ini tidak pernah dilirik Reiji?

*****

500 komen untuk lanjut guyss!!!

See you

Rotasi Dunia ReijiWhere stories live. Discover now