3

844 35 0
                                    


"Ika, liat, deh."

Demal menyodorkan ponselnya kepada Gea yang tengah sibuk melahap makanan pada piring di atas meja makan. Pria itu sedari tadi duduk di samping Gea, menyandarkan kepala pada bahu sang istri sembari memainkan ponsel.

"Itu Demal?" tanya si wanita dengan makanan di mulut. Pria itu berdecak, menatap Gea tajam saat wanita itu bertanya apakah monyet pada video yang sempat ia perlihatkan adalah dirinya. "Ika yang monyet." Gea yang dikatai oleh suami sendiri tergelak, rambut pria yang bersandar padanya diacak-acak.

Air yang tinggal setengah diteguk habis oleh Gea. Wanita itu bangkit untuk meletakkan piring yang tadi ia pakai ke atas wastafel dan langsung membersihkannya. Demal yang jadi tak dapat bersandar nampak cemberut. Pria itu bangkit setelah meletak ponsel, berjalan ke arah Gea dan memeluk pinggang sang istri dari belakang. Memperhatikan bagaimana pasangan hidupnya membersihkan piring yang tadi dipakai.

"Sekarang jam berapa, Mal?" Pria yang ditanya tersentak dari lamunan. Kedua kaki membawa si pria melangkah mengambil ponsel yang tadi tergeletak di atas meja, menyalakannya dan mendatangi sang istri untuk menunjukkan pukul yang tertera di layar ponsel milik istrinya itu—yang sedari tadi dia pakai. "Udah jam lima sore," gumam Gea. Peralatan makan yang telah dibilas dengan bersih diletak ke tempat semula.

Gea berbalik, memeluk erat suami kesayangan sambil terkekeh. "Jalan sore, yuk?" Demal nampak enggan. "Ayolah, Beb. Jarang banget kita jalan berduaan. Sekalian kencan ... mau, ya?"

Pria yang dibujuk diam, sembari merapikan rambut sang wanita yang sedang memeluknya. "Kalau Ika gendong, Demal mau."

"Ck, gak boleh males gerak. Lagian cuma jalan, enggak sampe lari." Tubuh bongsor itu diangkat Gea dengan mudah. "Ayo, ganti baju buat kencan." Kedua kaki membawa si wanita dengan pria di gendongan menuju kamar mereka di lantai dua. Langsung mendudukkan Demal ke pinggir kasur setelah tiba di dalam kamar.

Demal yang sedang memperhatikan Gea membuka lemari langsung berbaring membelakangi si wanita dan menarik selimut. "Demaaaaal!" Yang dipanggil pura-pura tidak mendengar. Gea mendatangi sang suami dan memeluknya dari belakang. "Demal gak mau kencan sama Ika?" Nada suara Gea terdengar memelas. "Mau, tapi Demal gak mau jalan kaki."

"Jadi maunya apa?"

"Ika gendong, kalau enggak naik kendaraan."

Mendengar itu, Gea langsung terlihat murung, menyandarkan dahi pada lengan sang suami. "Ternyata Demal gak sayang sama Ika." Suara si wanita terdengar lirih.

Demal berbalik, kontan bangkit untuk duduk dan berkata, "Sayang, kok! Demal sayang Ika!" Istri pria tersebut melirik, lalu berdiri dan kembali menuju lemari. "Iya." Sangat singkat.

"Enggak gitu ...." Pria yang tadi duduk di atas kasur kini berjalan ke arah Gea dan memeluk wanita itu dari belakang. "Maaf. Ayo ... kencan." Suara Demal terdengar bergetar. Lantas orang yang dipeluk berbalik, memeluk suami yang tengah terisak di dekapan. "Demal sayang Ika ...."

Surai lembut nan lebat yang terawat dengan baik dibelai lembut. Punggung lebar yang bergetar ditepuk pelan. "Udah, udah. Jangan nangis." Demal mempererat pelukan pada sang istri, masih tetap menangis di bahu wanitanya. "Ayo, kencan," ajak Demal sekali lagi. Gea diam sebentar.

"Enggak, ah." Tubuh tinggi Demal digendong Gea untuk yang kedua kali, berjalan menuju kasur dan duduk di pinggiran. "Ika udah gak mood lagi." Demal yang masih merasa bersalah mendongak, air mata yang tadi sudah mengering kini kembali mengaburkan pandangan si pria. "Karena Demal?" Tirta berderai dari aksa yang tampak berkilau. "Bukan, bukan karena Demal."  Satu kalimat tersebut tak mampu membuat rasa bersalah Demal hilang.

Tangis pria itu semakin kencang. "Maaf, maaf. Karena Demal ... karena Demal Ika jadi—" Bibir Demal mendadak monyong akibat kedua pipinya ditekan oleh kedua tangan sang istri.

"Enggak, Sayang. Bukan karena Demal. Ika tiba-tiba jadi malas aja keluar, bukan karena Demal, kok. Udah, udah. Jangan nangis lagi, dong. Demal gak capek nangis terus?" Walau berkata demikian, air mata pria itu masih tetap menetes dan membasahi pipi si empunya.

Gea menarik Demal ke dalam pelukan, menepuk pelan puncak kepala pria cengeng yang sedang duduk di atas pangkuannya. Tengkuk Demal dikecup. Kini suami dari wanita bernama lengkap Gealika Megata sudah tenang sambil sesenggukan.

"Ika udah males keluar. Mau di rumah aja sama Demal." Gea berbaring, membuat Demal telungkup di atas tubuh sang wanita. "Ika gak marah?" Si wanita yang merasa kaosnya diremat terkekeh geli.

"Enggaklah. Ngapain marah, bukan salah Demal, juga." Mata Demal kembali memanas. "Maaf ...." Gea berdecak. "Iya, iyaa, udah Ika maafin dari tadi. Berhenti minta maaf, nanti Ika betulan marah." Kaos wanita itu kembali diremat Demal, lantas ia mengangguk.

Diam adalah emas. Lebih baik ia diam daripada harus memulai perang dingin dengan si penguasa rumah.
































Bjir lah wir, agak merasa krinj ygy

Oh, ya, sekedar ingfo saja. Nama lengkap para karakter itu begini,

Gea      : Gealika Megata
Demal : Demalo Remar

Masih ada banyak karakter yang bakalan muncul di Big Baby. Doain aja aku enggak malas biar bisa namatin cerita satu ini, dan ngebuat banyak cerita lain.

Dan makasih banyak buat yang udah setia ngebaca Big Baby dan cerita ak satu lagi yang agak agak flop itu. Dan mff yah lama update, lopyu🥺🤍

Big Baby [HIATUS]Where stories live. Discover now