1

1.9K 64 1
                                    


Suara langkah kaki yang cepat diiringi cekikikan seorang pria terdengar menuruni tangga. Hingga akhirnya suara-suara tersebut dihentikan dengan bunyi dentuman yang cukup kuat.

Seseorang dari arah dapur—yang letaknya dekat dengan tangga—langsung datang untuk mencari sumber dentuman yang tadi terdengar dan mendapati seorang pria jatuh bertelengkup di depan tangga menuju lantai dua.

Ketika tatapan mereka bertemu, si pria langsung menangis kencang dan rasa sakit yang tadinya tak terasa kini mulai menyerang bagian tubuh yang terbentur. Wanita yang menjeda kegiatan di dapur langsung panik begitu melihat suaminya menangis sehabis terjatuh dari tangga. Celemek di tubuh ia lepas dengan kasar dan dengan segera menghampiri sang suami yang masih menangis dengan posisi telungkup tanpa ada niat bergerak untuk mengubah posisi.

Tubuh yang terjatuh diangkat si wanita dengan mudah dan langsung dilarikannya ke arah sofa di ruang keluarga. Kotak P3K langsung diambil dari lokasi. "Yang mana tadi yang kebentur? Luka? Lecet? Sakit banget?" Pria yang masih merasa sakit itu menunjuk lutut kanan sambil tetap menangis. Tak ada luka yang terlihat, namun kulit pria itu nampak memerah dan pastinya tulang lutut si pria yang menjadi korban.

Gea—si wanita—berlari cepat ke arah dapur untuk mengisi sebuah baskom dengan air juga es kemudian mengambil sebuah handuk kecil. Handuk dan air es tersebut ia gunakan untuk mengompres lutut si pria yang membentur lantai dengan cukup kuat. Ia juga mengambil obat Parasetanmall yang tersedia pada kotak P3K untuk diberikan pada sang suami guna meredakan rasa nyeri, tak lupa dengan segelas air.

"Masih sakit?" tanya si wanita. Demal—pria yang terjatuh—mengangguk sambil sesenggukan. "Kok bisa jatuh? Demal lari-lari di tangga?" Lagi pria itu mengangguk. "Bandel banget, udah sering Ika bilangin jangan lari-lari waktu turun tangga, tetap aja dilakuin." Mendengar itu, Demal yang tidak mau disalahkan menangis lebih kencang. Gea menghembuskan nafas. Air mata si pria yang kembali jatuh ia hapus dengan kedua ibu jari. Dahi lebar sang suami dikecupnya. "Istirahat dulu, ya? Masakan Ika di dapur udah gosong."

"Ikut...."

"Kaki Demal masih sakit, jangan jalan dulu."

Kedua tangan si pria terangkat. "Gendong." Melihat itu, si wanita berkacak pinggang lantaran melihat tingkah laku sang suami—yang menggemaskan. "Enggak, Ika mau masak, nanti repot." Demal menggeleng, kembali disodorkan kedua tangan yang masih terangkat. "Gendong!"

Lagi-lagi Gea menghembuskan nafas. Bukannya menuruti perkataan sang suami, Gea malah memeluk Demal sambil menyatukan dahi mereka. Hidungnya ia gesekkan dengan hidung si pria, menuai kekehan dari dirinya sendiri yang berhasil membuat Demal tersipu mendengarnya. "Cuma sebentar, kok. Kerjaan Ika tinggal sedikit lagi, tanggung." Pelukan dilepas oleh Gea.

"Ikaaaa!"

Wanita itu berjalan menuju rak boneka yang tersusun rapi di dekat televisi. Sebuah boneka penguin yang lumayan besar ia ambil dan diberikan kepada suaminya. "Peluk ini dulu, anggap aja ini Ika." Sekali lagi dahi Demal dikecup, lantas wanita itu bangkit dan berjalan menuju dapur. Kedua mata si pria mulai berkaca-kaca. "Selesai masak harus peluk Demal!"

Istri seorang Demal tertawa pelan. "Iya, iya."

========
======

"Masih sakit?"

Bukan suara, melainkan anggukan yang diterima oleh si penanya. "Sekali lagi jangan lari-lari lagi, ya? Kalau berulah lagi t'rus jatuh Ika biarin Demal nangis sambil ngesot."

Demal di pangkuan—yang juga menyandarkan kepala di bahu Gea—meremat baju wanita yang memangku, memukul pelan tangan sang istri karena telah mengancamnya. "Tapi 'kan Demal baru jatuh sekali ...." Pria itu merengek, mengusap air mata yang jatuh di pipi. "Justru karena itu Ika larang Demal biar gak ada kejadian yang kedua kali. Bahaya, loh, jatuh dari tangga. Untung-untung cuma lutut, kalau kepala gimana? Demal mau buat Ika nangis?"

Pria itu menggigit bibir bawah kemudian menggeleng. Wajahnya ia tutupi dengan kedua tangan, menyembunyikan isak tangis di balik besarnya kedua telapak yang ia miliki.

"Udah, udah. Gak capek nangis terus?" Isakan Demal semakin kencang, membuat Gea tak tega mendengarnya. Dikecup dahi si pria yang tak ditutupi, dielus pula surai lebat yang menumbuhi kepala sang suami. "Puasin dulu nangisnya. Ika tunggu."









hmm

Big Baby [HIATUS]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें