"Vanilla Marvalia, aku pernah bilang sama kamu aku ketemu dia sebelum pesta ulang tahun kakek-" Aurora sibuk diam, menbiarkan untaian kata meluncur dari bibir Allaric.

Genggaman Allaric pada Aurora mengerat, "-aku selalu punya perasaan aneh sama dia, entah kenapa aku selalu merasa dia beda"

"Tiba-tiba, daddy minta aku selidikin semua soal Vanilla terutama soal ibunya. Aku bingung, tapi aku tetap lakuin apa yang daddy minta tentunya dengan bantuan Nathan. Aku dapet semua informasinya, kecuali data mengenai ayah Vanilla"

Allaric menjeda perkataannya, menghela napas panjang. "-ternyata, semuanya punya benang merah yang terlanjur runyam. Nyokap Vanilla pernah jadi partner malem om aku, Bryan Maximillan"

Genggaman tangan Allaric pada Aurora mengerat, manik abu itu berkilat tajam ketika menyebut sosok Margareta. "Margareta berhasil buat Bryan Maximillan milih untuk keluar dari Maximillan group cuma karena rayuan sampah yang berujung khianatin om Bryan"

"Om Bryan milih keluar dari Maximillan setelah tarik semua bagian saham dia demi seorang wanita gila harta. Kakek marah besar, Maximillan group diambang batas. Daddy secara tiba-tiba harus gantiin semua kerugian itu selama dia diangkat jadi pewaris utama Maximillan group"

"Kenapa aku nggak pernah denger soal Bryan Maximillan?" Tanya Aurora tak mengerti dengan keadaan saat ini.

"Maximillan hanya butuh satu pewaris, tapi nenek melahirkan dua pewaris. Kakek milih sembunyiin om Bryan dan daddy, sampai semua tragedi itu terjadi. Om Bryan kecelakaan dan akhirnya daddy yang harus diumumkan ke publik, bukan masalah buat kakek untuk tutup semua informasi soal Bryan Maximillan. Selagi ada kuasa dan uang, semuanya akan mudah" jelas Allaric tenang.

Aurora terdiam, lamunan menariknya dalam lautan kehampaan luar biasa. Pikiran Aurora berkecamuk kini, sebuah benang merah mulai terlihat dari untaian kusut benang masa lalunya. Kesadaran merenggut lamunan Aurora ketika Allaric mengusap pipinya lembut, memberikan senyuman pucat yang begitu menenangkan bagi Aurora.

"Apa yang bakal kamu lakuin ke Vanilla?" Tanya Aurora tersendat, lidahnya seolah kelu. Apapun yang akan menjadi takdir Vanilla, semuanya akan berakhir sama. Kehancuran.

Allaric tersenyum miring, "Apa yang harus aku lakuin buat dia yang udah bikin kamu cemburu, hm?"

"Aric.. aku serius"

"Kamu pasti udah tau soal keluarganya kan? I mean, soal mama-nya yang bangkrut?"

Aurora mengangguk, lantas dibalas senyuman oleh Allaric. "Aku akan buat lebih dari itu-"

"-apalagi dia udah buat Barra kabur dari markas Valcon"

Kali ini Allaric menatap Aurora lekat dengan aura kepemimpinan yang begitu kental, bahkan Aurora pun tak kuasa untuk menatap lama manik abu yang kini begitu tajam menatapnya.

■■■■

Ruangan begitu sunyi, hanya dua orang manusia yang saling menatap dalam sepi. Helaan napas terdengar begitu berat dari salah satu manusia itu, hingga suatu ketukan berhasil menyadarkan keduanya dari kesunyian.

"Mama"

Margareta menoleh, pun pula Fredic yang duduk di samping ranjang rumah sakit yang ditempati oleh Margareta. Keduanya menatap lekat pada dua orang yang baru saja masuk ke ruangan, Vanilla dan Barra.

"Barra, papa sudah siapin semuanya supaya kamu bisa lepas dari musuh kamu. Sebentar lagi orang kepercayaan papa akan jemput kamu" jelas Fredic tegas.

Vanilla menatap sang mama yang kini hanya menampakkan wajah pucat tanpa rona bahagia, "Ma, gimana bisa-" Vanilla menatap Fredic dan Barra lemas.

Margareta terkekeh, "Dia papa kandung kamu, Vanilla" ujarnya sambil melirik Fredic yang tersenyum menatap Vanilla.

"Jadi bener mama adalah pelacur?" Pertanyaan itu lolos bersamaan dengan bulir bening yang luruh dari manik Vanilla.

"Vanilla! Jaga omongan kamu" sentak Fredic dengan suara tinggi, sementara Barra hanya terdiam dengan wajah tenangnya.

Tawa Margareta menggema, "Dari mana semua uang untuk buat restoran itu? Kamu pernah tanya mama nggak?! Dasar bodoh, kalau mama nggak seperti ini bagaimana bisa kamu dari kecil hidup enak?! Semua harta Bryan Maximillan itu yang menghidupi kita"

"-tapi semuanya hancur!" Teriak Margareta histeris yang langsung dipeluk oleh Fredic.

"Haidar sialan!" Teriaknya kemudian.

Vanilla tersentak, maniknya kembali menuntut penjelasan dari perkataan sang mama. "Maksud mama?"

Tawa Margareta meluncur jelas, "Axel Haidar hancurin semua bisnis mama, semuanya!"

Vanilla terdiam, masih teringat jelas semua kilasan yang terjadi di masa lalunya. Marga Haidar tidak lagi asing baginya, marga milik Aurora. Marga yang berhasil ia sandang pada masa lalu melalui pernikahan mama-nya dengan Jendra Haidar.

'Aurora, lo akan hancur di kehidupan kali ini' batin Vanilla penuh tekad.

'-sama seperti dulu, kematian akan jadi ujung hidup lo'

"Vanilla akan buat keluarga Haidar dan Maximillan bayar semuanya" Vanilla menatap sang mama lekat.

Barra melirik Vanilla sekilas, "Hancurin semuanya, termasuk Allaric Maximillan" ujarnya.

"Cuma satu cara yang bisa buat Maximillan hancur-"

Sorot Barra dan Vanilla berpusat pada Fredic yang kini masih memeluk Margareta yang pandangannya menjadi kosong.

"-Vanilla harus masuk di keluarga Maximiilan, buat seolah Vanilla adalah anak dari Bryan Maximillan" lanjutnya dengan senyuman kemenangan.

"Papa akan atur semuanya"

Percakapan itu tanpa mereka sadari telah bocor, senyuman miring tercipta dari bibir yang dihiasi rokok. Dia duduk dengan sebuah earbuds di salah satu telinganya, senyumnya terlukis sinis dengan wajah penuh ejekan atas kebodohan keluarga tersebut.

"Gue nggak pernah mikir kalau keluarga ini terlalu bodoh kayak gini, gue pikir mereka bisa setidaknya kasih gue mainan seru"

Daniel
Cukup duduk, tangan lo nggak perlu kotor.
Mereka sendiri yang gali kuburan buat diri mereka sendiri.


Hebusan rokok menguar penuh dengan aroma tembakau yang khas, senyumannya merekah. Hisapan di rokoknya semakin terasa memabukkan.

"Bodoh" gumamnya pelan.

■■■■

20 Agustus 2023

To be continue🐾

IridescentWhere stories live. Discover now