LIMA

58 4 0
                                    

Keesokan paginya, Zea akhirnya bisa pulang setelah kemarin Hadavi melarang nya dengan alasan khawatir. Zea pun pulang ke pondok bersama suminya dan disambut beberapa santri berjejer membawa balon dengan emoticon tersenyum. Zea terkagum melihat indah pemandangan didepannya. Reflek dia menoleh kearah Hadavi yang tengah mendorong kursi roda nya.

"Ini dari kamu mas?" tanya Zea gugup.

Hadavi mengecup kening Zea. "Iya, suka?"

Zea mengangguk senang. Siapa yang tidak bahagia mendapat kejutan seperti ini setelah mendapat musibah. Terhitung tiga hari dia dan suaminya menjadi suami istri, tapi Hadavi telah banyak sekali berbuat hal romantis yang menggetarkan hatinya.

"Kalau seperti ini, kemungkinan aku bisa jatuh cinta lebih cepat mas." batin Zea.

"Suka banget. Terima kasih."

"Ini semua gak gratis sayang."

"Perlu bayaran?"

"Hm, bayar nya nanti aja dikamar." bisik Hadavi lembut. Reflek Zea menunduk malu. Pikiran buruk bersangkar di otaknya, namun seutas senyum lega terbit mengingat dirinya tengah datang bulan. Disana Zea disambut penuh kehangatan oleh santri.

Setelah itu Hadavi membawa Zea kedalam rumah dan menuju kamar. Jeena dan Yusak tidak bisa mendampingi kedatangan Zea karena ada acara besar kumpul dengan para petinggi pondok. Didalam kamar Hadavi menggendong Zea dan meletakkan istrinya diatas ranjang. Dia juga melepas kerudung Zea, hingga terlihat rambut yang kini menjadi favoritnya.

"Sekarang kamu harus membayarnya sayang." ujar Hadavi dengan menatap lekat Zea.

"Pakai uang? Tunggu biar-"

"Bukan uang, tapi beri aku ciuman."

"C-cium? Kenapa cium terus."

"Cium suami dapat pahala banyak loh. Kalau pengen dapat pahala banyak cium mas seribu kali gak papa."

"Gak mau." cicit Zea malu. Hadavi pun tersenyum jahil. Tanpa aba-aba dia langsung mencium bibir Zea.

"Makasi sayang imbalannya. I Love you." bisik nya romantis.

Zea semakin dibuat malu. Sudah kedua kali nya Hadavi menyatakan cinta, tapi respon nya hanya diam tidak membalas. Karena Zea pun bingung dengan perasaanya. Dia merasakan sangat bahagia dengan Hadavi, tetapi rasanya masih terlalu awal jika menyimpulkan perasaanya adalah cinta.

Suasana pun menjadi canggung. Hadavi menghelas nafas kemudian duduk di sebelah kaki Zea. Dengan lembut ia mengangkat kaki Zea keatas pahanya.

"J-jangan mas." tolak Zea lembut.

"Gak papa sayang, tidur aja. Kamu lelah kan. Biar mas pijit kaki kamu."

Zea pun terdiam melihat Hadavi penuh kelembutan memijat kaki nya. Pandangan nya menjadi sayu teringat akan mengingatkan Zea, akan doa nenek nya dulu sewaktu umur dirinya masih umur 20 an. Waktu itu, hal perkataan do'a nenek nya hanya dia anggap hal biasa. Namun kini ia mengerti bahwa, perkataan nenek nya memang benar adanya.

"Zea cantik, cucu yang paling nenek sayang. Nenek selalu mendoakan Zea agar kelak nanti Zea mendapatkan suami yang sangat bertanggung jawab, sholeh, dan memuliakan Zea. Karena tidak semua wanita bisa beruntung mendapatkan suami yang bertanggung jawab dan memuliakan istrinya nak."

***

Setelah Zea tertidur, Hadavi dipanggil Jeena dan Yusak untuk datang keruang tamu. Hadavi menuju ruang tamu yang disana ternyata ada ayah mertuanya datang sendirian.

"Assalamualaikum. Kapan datang Yah?" salam Hadavi. Hadavi menyalami tangan Surya dan memeluk nya singkat kemudian duduk di sofa.

"Waalaikumsalam, udah dari tadi tapi gak lama kok, gimana keadaan Zea sekarang?" tanya Surya.

HazeaWhere stories live. Discover now