chapter 02

97 65 87
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***
"Kerjakan dengan benar."

Delikan langsung tertera di wajah Vera saat mendengarkan perkataan gurunya. tadi, disaat ia hendak keluar dari kamar, dirinya langsung disuguhkan dengan kehadiran seorang pria dewasa dibalik pintu kamarnya, yg tidak lain tidak bukan adalah gurunya sendiri.

Dan berakhir disinilah ia sekarang, diruangan perpustakaan besar yg lebih dominan warna putih, tempat biasanya ia disiksa untuk belajar dan bertarung serta disuruh kuat dan tangguh dari badai, salju, gempa bumi maupun perang dunia terjadi. Pretttt...(⁠٥⁠↼⁠_⁠↼⁠)

"Jika kau tidak bisa membantu, lebih baik diam"
Tukas Vera dengan tajam, Membuat sang guru memutar bola mata dengan malas.

"Aku sebisa mungkin mengingat, bahwa kau cucu tuan disini"

"Ck, diam lah" decaknya

Vera Mulai menyapukan tinta ke kertas putih dihadapannya, untuk menyalin tulisan di lembaran kertas lain, kepalanya dibuat pusing dengan tumpukan kertas hasil dari kegagalannya, Menurutnya menulis dengan kuas sangatlah susah, ditambah lagi dengan gurunya yg selalu mendesaknya untuk cepat menyelesaikan tugas yg ia berikan.

"Dimana bi Genis?" tanya Vera sambil meneruskan tulisannya.

Setelah selesai mandi dan bersiap-siap tadi pagi, ia tidak mendapatkan bi Genis di kamarnya, biasanya wanita tua itu akan selalu membuntutinya, dan akan menyeret dirinya ke ruang perpustakaan jika sudah waktunya untuk belajar. Agak sadis, tapi begitulah bi Genis.

Pria dewasa itu menoleh kearah Vera, lalu berujar, "kepala pelayan utama sedang menghadap tuan"

Gerakan Kuas ditangan Vera seketika terhenti, menatap gurunya, lalu mengerutkan kening.

"Kakek sudah pulang?"

"hm. tuan, pulang setelah matahari menampakkan diri."

Vera beralih menatap kuas yg ia pegang, lalu menganggukkan kepala mendengarkan penjelasan dari gurunya, dan Mulai melanjutkan tulisan yg ia buat.

"Dan-"

"Kenapa kau banyak tanya sekali!, Cepat kerjakan dan selesaikan apa yg ku suruh" sembur sang guru menyela pertanyaan yg akan dilontarkan Vera, sungguh ia sudah habis kesabaran.

"Ck, padahal aku hanya bertanya, kenapa harus sampai membentak ku"

"Kau tau. Hati mungil ku ini, berdenyut nyeri atas bentakanmu" katanya sambil menyentuh dada, mengusap pelupuk mata dengan ujung jari seolah-olah sedang bersedih.

Sargas menatap cengo kearah Vera, "Jangan mulai. tidak ada yg membentak mu, aku hanya tegas, dan biasanya juga kau akan membentak balik."

Vera menatap Sargas dengan cemberut dan jangan lupakan mata yg mengerjap seperti berirama, "Entah lah, aku sekarang sedang sedih, mungkin karena merindukan BI Genis"

Ucapan yg baru saja terlontar dari mulut Vera disambut oleh delikan oleh Sargas, rindu? Cih, padahal kalau bersama mereka seperti tom & Jerry, ada-ada saja majikan kecilnya ini.

***
Sargas matana, pria dewasa yg berusia 31 tahun, berperan sebagai guru sekaligus orang yg di percayai untuk mendidik, serta mengajari Vera tentang ilmu pembelajaran. yg seharusnya Vera dapatkan layaknya remaja pada umumnya.

"Tidak usah berdrama, cepat selesaikan ini, perutku sudah lapar karena mengajarimu menulis" ucap sargas sambil menyodorkan lembaran kertas terakhir yg akan disalin Vera.

Kerutan ke tidak sukaan langsung tertera di dahi Vera, saat mendapatkan lembaran kertas lagi, lagi? Yg benar saja. Ia harus menyalin lagi begitu?

"Yang benar saja. kau bilang yg ku kerjakan ini, yg terakhir. kenapa malah nambah lagi?" Protes Vera.

"Dan lapar? hahahaha..., seharusnya aku yang harus berbicara seperti itu"

"Kau tau, aku bahkan belum sempat sarapan dari tadi pagi, hanya untuk datang tepat waktu ke perpustakaan ini" cerocos Vera pada gurunya dengan nyalang.

Hanya raut datar yg diperlihatkan Sargas, "Sudah?" tanya nya enggan meladeni.

"Sudah," jawab Vera dengan polosnya.

"Ya sudah. kerjakan ini sekarang juga, dan salin dengan rapi, saya mau makan dulu" ucap nya lalu meletakkan lembaran kertas ke meja, dan melangkah kearah pintu untuk keluar dari ruangan.

"Hah..?" Sebentar ia sedang tidak fokus.

Pintu tertutup sempurna dan menyisakan satu kehidupan saja disana, Seketika ruangan perpustakaan yg besar itu menjadi sunyi, Melirik kearah pintu dan beralih menatap rak-rak berukuran sangat besar yg terdapat berbagai jenis buku tertata rapi, meneguk ludah dengan susah payah, ini dia ditinggalkan sendirian?

"Sargas !!" teriak Vera menggelegar didalam ruangan.

***
Setelah drama di perpustakaan berakhir, akhirnya ia berada disini, dimeja makan yg dipenuhi dengan beraneka ragam makanan, mulai dari yg berat maupun ringan, ia tidak sabar untuk menyantapnya.

Matanya melirik kesana kemarin seperti menunggu seseorang, apakah ia akan makan sendirian? Pikirnya saat tidak mendapatkan orang lain dimeja makan.

"Mungkin. menunggu sebentar lagi tidak masalah, bukan?" ucapnya berbicara pada diri sendiri, sambil menyentuh garpu yg tergeletak di piring kosongnya.

"Arghhh... Aku sudah tidak tahan, bisa mati aku jika menundanya lebih lama" ucapnya langsung menusukkan garpu ke daging panggang yg berbalut saus di piring besar di hadapannya.

Namun, atensinya gugur saat mendengarkan deheman seseorang yg berada didepan, meneguk ludah, lalu wajahnya menengadah, cenggiran adalah satu-satunya yg bisa ia lakukan saat melihat wajah orang didepannya.

"bi Genis, kau dari mana saja? aku merindukanmu tau" ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Raut mukanya langsung menunjukkan ketidak kesetujuan saat bi Genis merampas piring yg berisi daging tersebut dari hadapannya, dan menatap nyalang kearah bi Genis. "Bi Genis, Vera ingin memakan itu, kenapa diambil?"

"Tidak boleh," Tekannya menjauhkan piring tersebut, lalu melanjutkan "Kau belum makan apapun dari pagi. Tidak boleh langsung makan daging. ini, makan ini dulu."

Bi Genis meletakkan mangkuk yg berisi pisang dipotong kecil-kecil yg dikasih sedikit madu. Lalu menyerahkan nya dihadapan Vera, Vera menatap mangkuk itu dengan senyuman manis.

"Bi Genis, kau baik dan perhatian sekali" ucapnya menyambut mangkuk yg disuguhkan kearahnya. Lalu melanjutkan ucapannya, "Aku takut, aku menyukaimu lebih dari pengasuh dan majikan."

Tung.

Tidak diduga-duga sebuah benda yg mirip centong nasi langsung mendarat diatas kepalanya. Vera meringis merasakan kenikmatan surga duniawi yg ia rasakan dari benda tersebut.

"Bi Genis, sakit tau" ucapnya dengan mata mulai memerah.

Bi Genis menghela nafas, "Hentikan sikap aneh mu. dan tidak usah menangis, itu benda karet."

Vera langsung menggerjap, karet? Pikirnya dan melirik benda tadi yg terlempar disampingnya.

***

Oheyyy.......
jangan lupa Votenyaaaa(⁠*⁠^⁠3⁠^⁠)⁠/♡ ☞[✯]

Terimakasih yaaa loviyuuuu

Nextt?

Vera bellezza [On Going]Where stories live. Discover now