•bapak yang tak bergelar sarjana

117 14 1
                                    

19 Desember 2013

Setelah kepergian sang Ibu, Kia tinggal berdua dengan Bapaknya—Pandu Wicaksono. Semua kegiatan dilakukan bersama-sama. Jika Pandu yang memasak, maka Kia akan membantu mencuci sayurnya. Setelah pulang kerja, Kia selalu memijati tubuh Bapaknya dengan cara menginjaknya menggunakan kaki. Begitu terus setelah Pandu pulang kerja.

Saat Pandu pulang malam, Kia menunggu Pandu di depan tv hingga ketiduran. Lelahnya Pandu pun terbayarkan saat melihat buah hatinya tertidur dengan lelap sambil memeluk boneka Winnie the Pooh pemberiannya.

Ia mengecup singkat kening anaknya, lalu menggendongnya ke kamar. Begitu terus saat Pandu pulang malam.

***

Hari ini, seperti biasa setelah selesai mandi dan berganti baju, Kia menikmati susu putih hangat sambil menunggu rambutnya yang saat ini sedang di kepang dua oleh Bapaknya.

Pandu membalikkan tubuh anaknya untuk menghadap ke arahnya. Kia menurut saat Bapaknya mengikat ujung kepang dua di rambutnya dengan pita panjang berwarna kuning. Kia tersenyum, ia sangat suka warna kuning, menurutnya, kuning itu bisa bikin kita bahagia. "Selain artinya bikin bahagia dan semangat, warna kuning itu cerah, sama kaya masa depan Kia nanti, Buk!" kata Kia beberapa tahun lalu saat Ibunya masih hidup.

Entah kenapa tiba-tiba Kia mengeluarkan air matanya mengingat momen tersebut. Seperti biasa, Pandu selalu mengusap air mata anaknya seperti apa yang selalu ia lakukan saat Kia baru lahir pun.

"Kia kenapa?" Ia bertanya menggunakan bahasa tubuh.

Kia semakin memperkuat tangisannya, "Kia kangen Ibu."

Pandu mengusap bahu anaknya, "Ibu udah gak sakit lagi sayang, sekarang kan ada Bapak. Kia bisa bersandar sama Bapak. Kalau Kia butuh apapun, Bapak akan selalu sedia! Apapun untuk Kia."

Kia mengangguk. Ia menikmati susunya lagi. Pandu berjalan menyiapkan bekal untuk Kia yang sekarang sudah duduk di kelas 4 SD. Setelah itu, ia mengantarkan Kia ke sekolahan menggunakan sepeda bututnya.

Saat Kia baru saja duduk, Ifa si ratu sekolahan jaman SD nya itu melirik ke arahnya.

"Eh, anak bisu. Kerjain tugas aku dong, nanti aku kasih lima ribu."

Kia memutar bola mata malas. Ia memilih untuk tidak menanggapi anak konglomerat itu. Kia duduk merapikan rambut dan mengeluarkan buku pr-nya untuk belajar lagi agar dia bisa menjelaskan saat di depan papan tulis nanti.

Ifa maju dan menuangkan susu putih dalam tumbler nya di atas kertas pr milik Kia. Gadis kecil itu langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia melongo tak percaya menatap buku pr-nya.

"Ya ampun ... Basah semua. Heh! Ifa! Aku rela gak tidur siang demi ngerjain pr ini tau! Kamu kira enak apa?"

"Ya makannya aku suruh kamu kerjain pr aku, tapi kamu malah songong cuekin aku. Sok banget, anak miskin."

"Terus mentang-mentang kamu orang kaya kamu bisa menindas aku gitu aja? Kamu kira dunia ini punya kamu?!"

"Iya punya aku. Kenapa?" Kia mengepalkan kedua tangannya.

"Dunia punya orang yang berduit. Sedangkan kamu? Kamu gak punya duit, Kia. Bapakmu aja bisu, kasian banget kaya ngomong sama patung setiap hari."

Kia menendang perut Ifa dengan kakinya dengan kuat membuat Ifa langsung jatuh tersungkur dan memegangi perutnya sambil mengaduh kesakitan.

"KAMU BOLEH JELEKIN AKU TAPI ENGGAK SAMA BAPAKKU! DIA BAPAKKU! AKU SAYANG SAMA DIA! DIA HEBAT!"

Ifa tertawa, "Hebat? Hebat apa kalau bisu, miskin, gak punya ijazah?"

Perempuan Yang Kehilangan PundaknyaWhere stories live. Discover now