03

322 85 10
                                    

AKAN tetapi, meski sudah menetapkan pilihannya, Jay masih sangat gugup mengangkat kembali pembahasan kemarin. Saat ini hanya ada Dhika dan Januar. Morgan sedang menghadiri kelas sementara Ezra sudah mulai menggarap skripsi.

"Btw, gimana, Jay? Lu mau kagak?"

"Mau apa?" tanya Jay pura-pura tak mengerti maksud pertanyaan Dhika.

"Kemaren yang dibilang Januar."

Pemilik nama mengangkat wajah dari laptop. "Opo kok bawa-bawa aku?"

"Yang misinya Jay buat deketin doi, itu loh."

"Oalah, piye Jay? Terima nggak?"

Jay menutup mata sebentar sambil mengambil napas dalam. Hari ini adalah permulaan dari keputusan besar yang dibuat oleh Jay. Keputusan yang entah membawanya menuju kebahagiaan, kelegaan, atau kesedihan.

Ia tak tahu pasti. Namun bagi Jay, sudah cukup tiga tahun menyimpan perasaan dalam diam.

"Oke, gue terima."

Dhika melotot. "Lu beneran, Jay?!"

"Sip, aku uwes mikirne misi pertama. Siap?"

Untuk kedua kali Dhika melotot, kali ini lebih lebar. "HAH? UDAH?!"

"Hush, koe berisik." Januar menatap Jay lekat. "Wes follow insta doi urung?"

Jay mengangguk tanpa suara.

"Coba dm jaluk follback, terus ajak ngobrol."

"Udah di follback kok."

"UDAH?!"

Andai ini adalah anime, rahang Dhika pasti sudah jatuh ke lantai. "Sejak kapan, njir? Perasaan lu nggak pernah deketin doi sama sekali. Apa kepencet terus doi lupa unfollow? Mungkin takut lu kesinggung kali?"

Januar mendengus geli. Temannya yang satu ini selain memiliki segudang ekspresi lucu yang selalu menaikkan suasana, juga suka mendramatisir keadaan.

"Gue minta sendiri," rengut Jay, tidak suka mendengar implikasi bahwa ia pengecut. Meski begitu kenyataannya.

"Kapan? Kok nggak pernah bilang?"

"Dulu pas awal kenalan."

Kali ini raut Dhika dan Januar berubah sekaligus. Wajah keduanya entah bagaimana mencerminkan isi hati mereka yang seolah mengatakan 'ini orang beneran nggak, sih?'.

"Terus koe ora jajal ngajak ngobrol?"

"Enggak."

"Sama sekali?"

".... Gak pernah sama sekali."

Dhika menutup mulut yang sedari tadi terbuka lebar. "Wah, temen gue bisa setolol ini kah?"

Sebelum Jay bisa mengatai temannya, Januar ikut memberi pandangan prihatin—yang sedikit membuatnya risih.

"Oke, saiki dm doi. Bales snapgram doi nggak masalah, penting dm tapi ojo cuma seuprit. Paling ora jalan sepuluh menitan ae uwes apik. Ojo dadi convo killer."

"Buset, Januar tau arti convo killer." Gumam Dhika sibuk dengan pikirannya sendiri. "Eh, tapi kok lu cepet amat mikirnya? Semalem lu juga bikin, Jan?"

"Iyo, tapi cuma kepikiran buat dino pertama."

"Misi hari kedua gue aja." Usul Dhika.

"Gue harus takut apa gimana?" gumam Jay menyadari ekspresi jahil temannya.

[3] Secret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang