Ra....
Raa....
"RADITA!"
Mataku terbuka, mencoba mengerjap beberapa kali untuk memulihkan pandangan yang masih terlihat kabur ini. Tidak lama kepalaku mulai bangkit perlahan. Nyatanya, aku tertidur dikelas dengan kedua lenganku kujadikan bantal.
Aku melihat-lihat sekeliling dengan mataku yang masih lesu. Kenapa mereka semua melihat ke arahku? Lalu pandanganku terhenti kepada Ririn disampingku. Alisnya bergerak-gerak, matanya seperti memberikan kode untuk menyuruhku melihat kedepan. Aku pun menurutinya. Namun, aku malah melihat guru itu sedang melipat lengannya dengan tatapan tegas ke arahku.
"Setelah kamu sibuk melamun, sekarang kamu tidur di jam saya?!" Ujar guru itu. "Memangnya, libur akhir tahun kemarin tidak cukup?!"
Aku tidak tahu harus menjawab apa, tubuhku juga masih lemas. Rasanya sangat letih sekali.
"Maaf, Bu." Hanya itu kata-kata yang bisa aku lontarkan.
"Ini peringatan kedua kalinya ya, Radita." Guru itu menggelengkan kepala, lalu kembali berjalan kearah papan tulis
"Ibu mau kalian semua memperhatikan papan tulis, karena sebentar lagi kalian akan menghadapi banyak ujian kelulusan. Jadi, ibu minta kalian fokus belajar." Ujar guru itu mulai menulis dipapan tulis kembali.
Seluruh murid mengiyakan nasihat plus peringatan kepada mereka. Kecuali aku, masih sibuk mengumpulkan nyawaku agar bisa fokus memperhatikan ke depan.
{•••}
Surrrr
Kedua telapak tanganku menadang air yang mengalir setelah kerannya kuputar. Sekiranya cukup, kubasuh wajahku dengan air itu beberapa kali. Rasanya tubuhku sudah mulai sedikit segar kembali. Aku menatap wajahku di cermin, lalu mengambil sehelai tisu untuk mengeringkan wajahku perlahan.
"Lo kenapa, sih, Ra? ada masalah?" Ujar Ririn.
Kami sekarang sedang berjalan disuatu koridor sekolah setelah Ririn dan Syifa menungguku didepan toilet. Syifa pun menyahuti dengan mengangguk-angguk.
"Kalo Lo ada masalah, cerita aja ke kita. Lo gak kayak biasanya anjir. Kita kan temenan udah lama." Lanjut Ririn.
Dan untuk kesekian kalinya Syifa menganggukkan kepalanya untuk ikut bersuara, cuma bedanya kali ini Syifa sedikit mengeluarkan beberapa kata, "bener tuh, Ra."
Aku menghela nafasku, "nanti, gue cerita ke kalian, ya. Cuma kayaknya gak sekarang. Gue harus cari tahu sesuatu dulu."
Ririn tersenyum, "kapanpun Lo siap, kita bakal dengerin Lo kok, Ra. Ya, kan Fa?"
"Iya bener." Sahut Syifa tersenyum lebar.
Rasanya aku beruntung sekali mempunyai teman seperti mereka. Mungkin itu sebabnya orang sepertiku bisa nyaman berteman dengan Ririn dan Syifa, walaupun kepribadianku dengan mereka berbanding jauh. Nyatanya, sebuah persahabatan yang membuat mereka utuh itu bukan hanya tentang kesamaan, tapi tentang perbedaan yang masing-masingnya mau menerima satu sama lain.
Tidak lama, aku pun izin berpisah arah dengan mereka. Seperti yang aku katakan, aku ingin mencari tahu sesuatu. Ya, aku harus mencari tahu kenapa Rey tidak datang malam itu, yang membuatku menunggu sampai larut malam di halte, sampai aku mulai melihat kembang api di langit dan ia pun belum kunjung datang. Bahkan sampai detik ini aku belum melihatnya lagi. Ia selalu tidak mengangkat telepon dariku. Entah apa dirumahnya sedang tidak ada orang? Karena nomor rumahnya itu selalu tidak aktif setiap aku menghubunginya.
Setidaknya, jika ia berhalangan datang malam itu, seharusnya ia memberitahuku. Namun sampai saat ini, bahkan aku belum mendengar suaranya lagi walaupun hanya lewat telepon.
CZYTASZ
Waktu Itu
Dla nastolatkówBukankah setiap manusia mempunyai waktunya masing-masing? Bukankah setiap manusia mempunyai zamannya sendiri-sendiri? Bukankah pepatah mengatakan setiap orang ada masanya? Jadi, apa yang ia lakukan terhadap waktu sampai aku bisa mengenalnya? Mungkin...
